Malam semakin larut. Lampu-lampu semakin banyak yang dipadamkan seiring dengan lampu jalan yang bersinar remang-remang apa adanya.
Suhu udara semakin turun ditemani angin yang menampar dengan kencang, menusuk siapa saja dengan rasa dingin yang mampu menyelinap ke balik kulit, terus sampai ke tulang.
Malam selalu terasa sedingin ini di pinggiran kota. Bahkan pada musim kemarau sekalipun. Malam akan tetap menjadi sebuah waktu yang menyimpan dingin dengan sempurna. Berlanjut sampai subuh di mana kesejukan turut datang dan memberikan nuansa yang nyaman di sela-sela dingin yang menyiksa.
Ini belum subuh. Fajar belum datang. Masih malam dan dingin masih dengan tidak bersahabat merajam siapa saja yang berada di luar.
Nata menoleh ke samping, di mana seorang manusia masih pulas dalam tidurnya dan tidak terganggu dengan suhu yang rendah sekalipun. Padahal gaun yang dia pakai cukup terbuka pada beberapa sisi.
Nata berniat membangunkannya sejak tadi, sejak dia sampai di parkiran, hanya saja dia tidak tega. Dia bisa tahu benar gadis itu sedang nyaman dengan tidurnya. Meski dia tidak bermimpi sekalipun, dia tampak begitu menikmati tidurnya.
Pasti akan ada rasa bersalah apabila Nata membangunkannya. Sehingga Nata pun hanya diam di balik kemudi. Memperhatikan gadis itu dari samping.
"Mau sampai kapan kau diam di situ?" Mikari bertanya dari belakang.
Malaikat senior itu masih ada di sana sejak tadi dan memperhatikan juniornya yang hanya diam saja sesudah memakirkan mobil. Bukannya masuk ke dalam rumahnya. Dia hanya diam saja dan memandangi gadis manusia itu.
Nata melirik Mikari sejenak, sebelum kembali menatap ke arah Dara yang masih tetap pada posisinya.
Nata menjawab, "Aku tidak tega membangunkan dia."
"Dia bisa mati kedinginan kalau kau biarkan di sini semalaman," balas Mikari sambil memandangi Nata seakan dia adalah makhluk paling bodoh di dunia.
Sementara Nata baru menyadari hal tersebut setelah mendengar langsung dari mulut seniornya. Dara hanya manusia biasa, tentu saja dia bisa kedinginan berbeda dengan Nata yang tidak merasakan apa-apa walaupun suhu udara anjlok sekali pun.
"Tapi dia pulas sekali tertidur." Nata tidak tega mengganggu gadis itu yang tampak tenang dengan mata terpejam. Napasnya teratur dengan dengkur halus yang sama sekali tidak mengganggu. Nata justru menyukainya, dia suka mendengarkan suara itu.
"Kau mau membiarkan dia kedinginan hanya karena tidak mau membangunkannya?" tanya Mikari retoris. Dia menampar Nata dengan fakta yang sejak tadi dia abaikan.
Suhu di sekitar mereka semakin malam semakin turun. Semakin dingin dan semakin menusuk ke dalam tulang. Siapapun yang berada dalam udara sedingin ini pasti sudah menggigil. Hanya saja Dara sedang tertidur sehingga tidak menyadari bahwa dia sedang berada dalam tempat di mana suhu begitu rendah.
Nata yang menyadari hal itu pun kemudian memperhatikan Dara lebih lanjut lagi. Gadis itu memang tidak tampak kedinginan. Tetapi itu pasti karena dia sedang pulas sehingga tidak ada yang bisa mengganggunya meski udara dingin sekali pun. Hanya saja tubuhnya pasti tetaplah kedinginan walau bagaimanapun juga.
Mikari benar, Dara tidak seharusnya berada di sini. Tetapi Nata tidak lantas setuju begitu saja untuk membangunkannya.
"Aku harus bagaimana? Aku tahu benar dia tidak bisa tidur dengan tenang setiap malam. Dia juga menderita insomnia. Mana bisa aku membangunkannya di saat dia akhirnya bisa tidur dengan damai," protes Nata kepada seniornya itu.
Dia sadar bahwa membiarkan Dara di sini adalah pilihan yang kurang tepat. Tetapi membangunkan dia hanya agar dia pindah ke apartemennya juga tidak bisa dibilang tepat. Karena gadis itu pasti akan kembali terkena insomnia dan kesulitan untuk memejamkan mata lagi. Nata hanya tidak ingin itu terjadi.
Mikari menatap Nata yang menoleh kepadanya.
"Kau bisa membawa gadis itu masuk tanpa perlu membangunkannya," ujarnya dengan bijak.
"Ah, kau benar."
Seketika Nata merasa dirinya sangat tolol. Sejak tadi dia terus saja memikirkan hal-hal yang sudah jelas sampai-sampai dia lupa memikirkan solusi lain yang bisa saja ada dan jauh lebih mudah. Untung saja Mikari menyadarkannya bahwa masih ada hal lain yang bisa dia lakukan untuk memberi yang terbaik pada Dara.
Mikari mencebik meremehkan. "Bodoh sekali kau ini?"
Sekali lagi malaikat senior itu memandangi Nata dengan tatapan seakan Nata adalah makhluk paling bodoh di alam semesta. Mikari juga tidak ragu untuk menampilkan raut itu kepada Nata langsung meski tahu Nata pasti akan merasa buruk karena hal tersebut.
Nata pun mengalihkan pandangannya kembali pada gadis yang berpakaian hitam itu. Gaun hitam polos yang melekat sempurna dengan riasan wajah yang membuatnya tampak jauh lebih percaya diri daripada biasanya.
Pada hari-hari biasa Dara akan tampak seperti seorang yang keras dan tidak akan terluka oleh apapun. Dia selalu tampak seperti seorang kuat yang sudah terlatih dengan semua macam cobaan dalam hidup—dan memang begitulah kenyataannya. Dia tampak seperti seseorang yang tidak seharusnya diganggu.
Tetapi malam ini, dengan penampilan yang elegan dan mewah seperti itu, Dara tampak bagai gadis yang siap mengabaikan apa saja yang bukan urusannya. Seperti seorang yang percaya diri dan tidak peduli pada urusan orang lain. Seseorang yang kuat dan percaya diri.
"Tunggu apa lagi?" Mikari menyadari Nata yang hanya diam terpaku memandang gadis yang terlelap itu. "Kau tidak jadi membawanya masuk?"
Nata yang disadarkan dari lamunannya pun segera berdeham, menyadarkan diri sendiri. Dia segera melepas sabuk pengaman yang masih melekat pada tubuhnya sejak tadi, belum di lepas dan dia biarkan saja karena memang belum berbuat turun.
Dia menatap seniornya ketika menyadari hal lain yang tidak kalah penting.
"Aku tidak tahu di mana dia menyimpan kunci apartemennya. Bagaimana ini?" Seketika Nata kebingungan dengan sedikit garis panik menghiasi dirinya.
Dia menatap Dara lalu kembali menatap seniornya, mengharapkan jalan keluar dari sang senior yang sejak tadi mengajaknya berdebat itu. Walaupun sering membuat kesal, tetapi seorang senior tetaplah senior. Mikari sudah sering berurusan dengan manusia lebih dari Nata. Maka dia juga pasti punya solusi untuk permasalahan ini.
Dan kemudian, solusi itu sungguh keluar dari mulut Mikari dengan entengnya, "Kau bisa membukanya tanpa kunci. Kau itu malaikat."
Untuk yang kesekian kali Mikari menatap Nata seakan Nata adalah makhluk yang paling bodoh di dunia dan alam semesta ini. Nata jelas-jelas memiliki banyak keahlian yang tidak bisa dilakukan manusia. Kalau sekadar membuka pintu yang terkunci, bukankah itu hal yang mudah?
Entah ke mana perginya otak malaikat pembuat onar itu. Padahal dia selalu bisa memanfaatkan kekuatannya dan membuat masalah di mana-mana. Sekarang dia malah tidak tahu harus melakukan apa.
Awalnya Nata setuju-setuju saja saat ditatap sebagai makhluk bodoh oleh seniornya karena dia memang lupa kalau dia bisa membuka pintu tanpa memakai kunci. Tetapi dia segera sadar bahwa dia tetap tidak bisa melakukan itu meski dia punya kemampuan.
"Dara bisa curiga kalau begitu caranya," ujar Nata pada akhirnya.
Bayangkan saja apa yang akan jadi reaksi Dara apabila dia sadar Nata membawanya masuk sementara kunci pintunya entah ada di mana. Dara sudah pasti akan curiga kepadanya.
"Kalau begitu bawa dia ke apartemenmu saja," suruh Mikari yang berhasil membuat mata Nata melebar.