Chereads / Mission: No More Love / Chapter 22 - misi gagal?

Chapter 22 - misi gagal?

Mereka sampai di kafe Sinbi.

Masih duduk di dalam mobil, keduanya menatap ke arah kafe itu. Kafe yang memiliki dinding kaca itu membuat ornag yang berada di luar mudah melihat apa saja yang terjadi di dalam.

Mereka berdua melihat apa saja yang dilakukan pemilik kafe itu dengan seksama.

Dara sendiri hanya melihat tanpa benar-benar memikirkan apapun. Sementara Nata sepertinya sibuk memikirkan strategi untuk aksi mereka kali ini.

"Tidakkah pakaianku terlalu mewah untuk datang ke kafe seperti ini?" tanya Dara tiba-tiba.

Perlahan gadis itu menoleh pada Nata. Meminta lelaki itu menilai sendiri gaun yang sedang dipakainya itu.

Nata menatap gadis yang masih duduk diam di sampingnya. Menatap dari ujung kepala sampai ujung rambut. Kemudian dia sadar telah memberikan pakaian yang kurang sesuai dengan tempat yang akan mereka tuju.

Nata mendesah kecewa. "Harusnya kau memakai kaus dan jeans saja."

Dara mendengus. Kemudian berujar sarkas, "Siapa yang tadi memaksaku memakai gaun ini?"

"Maafkan aku. Aku hanya terobsesi untuk membuat Matt cemburu," Nata berujar jujur.

Tujuan lelaki itu hanyalah membuat Matt kembali menyadari perasaannya terhadap Dara. Dengan begitu Matt pasti akan lebih memilih Dara daripada Sinbi.

Namun mengingat Sinbi begitu pandai menggoda, maka Nata berusaha membuat Dara tampak lebih cantik dari biasanya. Setidaknya agar Matt sadar bahwa Dara juga bisa tampak luar biasa jika memakai pakaian yang sama mahalnya dengan pakaian Sinbi—walau gaun hitam itu sebenarnya jauh lebih mahal dari pakaian Sinbi biasanya, sih.

"Apa kau tidak masalah ke kafe dengan pakaian seperti itu?" tanya Nata begitu sadar kebanyakan pengunjung kafe berpakaian kasual dan sederhana. Tidak berlebihan dan tidak terlalu menonjol. Sangat berbeda dengan penampilan Dara saat ini.

"Tentu saja masalah. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian di tempat itu," jujur Dara tanpa memalsukan apapun.

Dia walaupun memilih untuk menuruti setiap rencana Nata tetapi kali ini dia tidak bisa menurut begitu saja. Dia akan merasa sangat malu apabila muncul di kafe biasa dengan pakaian kelewat mewah seperti ini.

Oh, dan jangan lupakan lipstik merah yang dia pakai di bibirnya. Itu akan menambah jumlah perhatian yang akan Dara dapatkan jika tetap nekat memasuki kafe dengan penampilan seperti itu.

"Mmm," Nata bergumam panjang, memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang. Rencana yang dia pikirkan dengan matang harus hancur hanya karena dia salah memilihkan kostum untuk Dara.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Dara menatap Nata, meminta jalan keluar. "Kafe sebentar lagi akan tutup. Kau mau bagaimana?"

Nata kembali bergumam, masih dengan otak yang dia paksa bekerja keras demi mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dia sebabkan sendiri.

"Haruskah kita pulang saja?" saran Nata pada akhirnya setelah cukup lama meluangkan waktu memikirkan sebuah jalan keluar. Pada akhirnya dia hanya menemukan jalan buntu.

Jika sudah begitu, satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah kembali, kan? Memang apa lagi yang bisa dia lakukan dalam posisi seperti ini?

"Kau sungguh ingin pulang begitu saja?" Dara bertanya mencari kepastian.

Nata sejak sebelumnya selalu berapi-api dan mendorong Dara untuk melakukan balas dendam dengan cara yang lebih baik—katanya. Dan di sinilah sosok Nata yang sama, tetapi kali ini menyarankan untuk pulang saja alih-alih melanjutkan rencananya.

Nata menggosok tengkuknya yang terasa tidak gatal sama sekali. Dia menatap Liana lagi, menatap gaun yang dia dapatkan dari seniornya, Mikari, gaun itu dan juga sepatu tinggi yang tampak menawan.

Semuanya tampak sempurna dipakai oleh Dara.

Terkadang Nata heran kenapa Matt bisa berpaling dari gadis seindah ini. Walaupun dia sedikit dingin dan tidak berperasaan, walaupun kadang dia bisa mengatakan hal yang menyentuh dengan wajah datarnya, tetapi dia tetap gadis yang begitu indah. Layak untuk dipuja.

Bahkan jika Nata adalah manusia, dia yakin dirinya pasti akan jatuh pada pesona Dara.

Gadis dengan tampilan datar dan sorot mata kosong. Gadis yang bisa dengan tidak tertebak mengucapkan kata-kata menyakitkan dengan entengnya. Gadis yang … luar biasa.

Bagaimana bisa Matt meninggalkan gadis seperti ini?

"Berhenti menatapku," Dara menginterupsi.

Nata sedikit tersentak. "O-oh, maaf."

Lelaki malaikat itu segera memalingkan wajahnya. Dia memandang jalanan lewat jendela mobil. Memandang lalu lintas yang tidak ada habisnya meski ini sudah begitu malam.

"Kita pulang saja," putus Nata pada akhirnya..

Dara hanya mengangguk tanpa suara.

Dia tidak punya apapun untuk dikatakan. Lagi pula dia tidak keberatan sama sekali apabila mereka langsung pulang sekarang juga. Justru Dara akan merasa senang karena dia tidak perlu menemui Sinbi di kafenya itu.

Dia sudah terlalu muak dengan perilaku Sinbi yang luar biasa kurang ajar dan tidak tahu diri. Dara akan berterima kasih jika Nata membawanya pergi dari tempat terkutuk itu.

Mobil pun berjalan, kembali membelah jalanan malam yang tidak ada kata sepi sama sekali.

Nata kembali menyetel musik yang sama seperti yang tadi dia putar. Dara mendengarkannya dengan kepala menyandar dan menoleh ke samping, menatap ke luar.

Lampu-lampu yang tidak terhitung jumlahnya mencuri perhatian Dara sepenuhnya. Gadis itu tidak sadar Nata sesekali melirik ke arahnya. Sampai akhirnya, gadis itu jatuh terlelap.

"Nata!"

"Astaga," Nata terkejut. Dia segera menoleh ke kursi belakang di mana suara itu berasal.

Itu seniornya. Mikari.

Nata mendelik pada sosok itu. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Nata melirik Dara dan memastikan gadis itu masih tertidur, tidak menyadari kehadiran makhluk lain di antara mereka.

"Bagaimana jika Dara melihatmu?" Nata menekankan kata demi kata kepada sosok penanggung jawab hukumannya itu. "Kau mau ketahuan apa?"

Malaikat perempuan itu duduk bersandar dengan nyaman. Dia menyilangkan kaki lalu mengendik pada Nata. "Biarkan saja ketahuan. Aku bisa menghilangkan ingatannya."

Sombong.

Seniornya itu sedang menyombongkan kekuatan yang tidak semua malaikat kuasai. Hanya para senior saja yang bisa melakukan itu dengan sempurna; menghapus ingatan manusia. Bahkan tidak semua malaikat senior bisa melakukannya.

Hanya yang benar-benar berbakat dan mau berusaha keras untuk mencapai kekuatan itulah yang bisa menguasainya. Ada juga yang batu bisa menghilangkan ingatan manusia pada saat sudah berusia ribuan tahun.

Nata sendiri tidak memiliki bakat alami untuk satu hal ini. Meski dia mencoba, dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk melatih diri melakukannya karena akan sangat memakan waktu. Sementara Nata memiliki banyak hal untuk dilakukan.

"Katakan, apa keperluan mu sampai datang mendadak seperti ini?" tanya Nata setelah lelah dengan sifat si senior yang tampak benar-benar seperti seorang senior.

Senioritas memang menyebalkan.

"Ah, aku hanya sedang lewat saja," jawab Mikari dengan enteng. Dia membuka jendela dan melongokkan kepala sedikit ke luar. Dia tersenyum. "Angin malam memang yang paling menyejukkan."

Nata mendengus tidak percaya. "Kau tidak tahu bedanya dingin dan sejuk apa?"

Mikari menoyor sisi kepala Nata. "Bicaralah yang sopan ada seniormu, bocah."

"Jangan menggangguku, aku sedang menyetir," ujar Nata sedikit panik.

Kepanikan Nata justru membuat Mikari tertawa. Dia merasa lucu dengan tingkah juniornya itu. Dia mengingatkan, "Kau tidak akan mati meski mengalami kecelakaan."

Nata mendengus untuk yang kesekian kali. "Aku tidak akan mati, tapi Dara bisa mati."