Chereads / Mission: No More Love / Chapter 20 - senyum hangat Dara

Chapter 20 - senyum hangat Dara

Hal menyebalkan yang harus Dara lakukan adalah menuruti rencana Nata tanpa protes apapun.

Demi Tuhan. Dara merasa sangat kesal karena harus manut saja saat Nata memutuskan untuk menjalankan rencana di kafe milik Sinbi. Alasan Nata memilih kafe itu adalah karena Matt sering datang ke sana. Padahal hal itu jugalah yang membuat Dara enggan datang ke sana. Dara enggan bertemu Matt lagi!

Tetapi, Dara harus menjalankan semua rencana ini. Agar Matt kembali padanya, agar Sinbi dicampakkan, dan agar semuanya menjadi kacau— sekacau hidup Dara sendiri.

"Kau sudah siap?" Suara Nata terdengar dari ruang tengah.

Dara yang ada di dalam kamar sedang sibuk membenahi pakaian yang dia pakai. "Tunggu sebentar."

Dia memakai gaun sederhana yang diberikan Nata padanya. Walaupun sederhana, Dara tahu ini bukan gaun murahan. Gaun ini setidaknya pernah dipamerkan di acara-acara fashion.

Dara tidak tahu bagaimana Nata bisa mendapatkan gaun ini. Mengingat Nata tinggal di unit apartemen yang kumuh sama sepertinya, rasanya akan sulit percaya kalau Nata bilang dia membeli gaun ini dengan uangnya sendiri.

Apa lelaki itu bahkan punya uang? Dara terus berpikir seperti itu sejak tadi. Pertanyaan-pertanyaan melintas di kepalanya seperti mobil-mobil di jalan raya.

"Apa gaunnya tidak muat?"

Itu suara Nata lagi.

Dara melirik ke pintu, lalu kembali menatap pantulan dirinya dalam cermin.

Gaun ini ketat, tapi bukan berarti kecilan. Memang sudah modelnya yang dibuat seperti ini. Dibuat untuk menonjolkan lekuk tubuh pemakainya.

Dan itulah yang terjadi sekarang; lekuk tubuh Dara tercetak sempurna dalam balutan gaun hitam itu.

Dara membubuhkan lipstik merah agar penampilannya lebih hidup. Sebab dengan gaun hitam itu kulitnya tampak jauh lebih pucat dari aslinya. Orang-orang bisa mengira dia vampir atau sejenisnya.

"Masih belum sele—"

Ucapan Nata terhenti tepat saat Dara membuka pintu.

"—sai juga?"

"Sudah selesai," sahut Dara tanpa emosi.

Nata, untuk sesaat, tidak bisa melepas matanya dari Dara. Gadis patah hati yang dia temui beberapa hari lalu, kini berubah menjadi gadis cantik dengan tampilan elegan. Sangat memukau.

"Berhenti menatapku," suruh Dara. Dan itu membuat Nata terkejut karena dia sejak tadi menaruh pandangannya pada Dara tanpa lepas sedetik pun.

Nata berkedip-kedip, mengalihkan wajah. Lalu dia berdeham canggung. "Kau tampak cantik dengan gaun itu."

Dara menatap Nata, tatapan tanpa emosi seperti biasa. Dia tampak mencerna kalimat Nata yang harusnya bisa dengan mudah dipahami dalam satu kali dengar.

Dara pun berujar, "Terimakasih."

"Kau memang tampak cantik," Nata menyahuti ucapan terimakasih Dara yang terdengar tidak tulus. Nata tidak tahu apakah Dara sebenarnya tulus atau tidak, karena nada bicara gadis itu selalu saja tampak tidak beremosi. Kecuali pada saat-saat kesal atau marah saja.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" Pertanyaan Dara itu membuat Nata berhenti berkelumit dengan pikirannya.

Mata menatap Dara. Kali ini benar-benar menatapnya secara sadar. Bukan tatapan terpesona seperti tadi.

"Kita ke kafe. Ayo."

***

Sejak keluar dari apartemen, Dara hanya memikirkan satu hal ini, bahwa tidak mungkin baginya untuk naik kendaraan umum di saat dia berpakaian lumayan terbuka.

Dara tidak berkata apa-apa. Tetapi, jauh dalam hati gadis itu khawatir dengan apa yang akan terjadi padanya. Bagaimana jika penumpang bus merasa tidak nyaman dengan kehadiran Dara?

"Kau tidak dingin?" tanya Nata.

Dara menoleh kepada sosok yang berjalan di sebelahnya. "Dingin," jujur Dara.

Ini sudah malam. Suhu udara turun dan angin semakin kuat berembus. Bagaimana tidak dingin?

Untung saja Dara sudah terbiasa dengan ini semua. Sejak masih di panti asuhan, Dara sudah terbiasa tidur dalam keadaan kepanasan ataupun kedinginan. Cuaca yang buruk dengan fasilitas panti asuhan yang seadanya, membuat Dara secara tidak langsung dilatih untuk menghadapi keadaan semacam ini.

"Aku juga."

Tidak. Nata sebenarnya tidak kedinginan. Di hanya ingn terdengar seperti manusia. Kebanyakan manusia akan menggigil di udara seperti ini, tidak termasuk Dara tentunya karena dia sudah terbiasa.

Sayangnya dengan mengatakan hal itu, Nata justru terdengar seperti lelaki yang tidak pedulian bagi Dara.

Biasanya Matt akan memberikan jaketnya jika Dara bilang kedinginan. Tetapi Nata berbeda. Lelaki itu justru ikut-ikutan mengeluh tentang dingin yang menyelimuti mereka.

"Ayo cepat," Nata meraih tangan Dara dan menariknya agar berjalan lebih cepat. Namun bukannya turun ke jalan, Nata malah mengajaknya ke parkiran.

Dara terkejut. Matanya sedikit membeliak. "Kau membawaku ke mana?"

"Kau bilang kau kedinginan, kan? Makanya cepat, tidak usah banyak bertanya," suruh Nata masih dengan berjalan cepat sambil menyeret Dara yang terseok-seok mengikuti langkah lebar Nata.

"Argh—"

Sepatu hak tinggi Dara membuat gadis itu kehilangan keseimbangan saat berlari. Dia tersandung, lalu tubuhnya terhuyung ke depan, jatuh tepat pada Nata.

Nata dengan sigap menangkap Dara. Menyelamatkan gadis itu agar tidak terjatuh ke lantai parkiran yang dingin.

Mata mereka bersinggungan dengan tubuh Dara yang ditopang oleh tangan Nata. Seperti sebuah gerakan mainstream dalam sebuah dansa.

Nata berkedip. "Kau baik-baik saja?"

Dara menjawab parau, "Ya."

Suaranya menjadi begitu entah karena terkejut atau karena apa. Perlahan dia berdiri lagi dengan kakinya sendiri.

Nata melirik sepatu yang dipakai Dara. Kemudian dia menyadari kesalahannya. "Maafkan aku. Harusnya aku tidak mengajakmu berjalan terburu-buru."

Dara merapikan gaunnya saat menjawab, "Harusnya begitu." Dara mendongak, menatap Nata. "Tadi kau mau membawaku ke mana?"

"Ah, benar!" Nata seakan baru saja mengingat sesuatu yang penting. "Ayo cepat, kau bilang kau kedinginan, kan? Ayo, ayo, cepat."

Lalu terjadi lagi, Nata meraih tangan Dara lagi. Menarik lembut gadis itu agar mengikuti langkahnya.

Kali ini mereka tidak berlari, tidak juga berjalan terburu-buru. Nata melangkah dengan langkah yang jauh lebih pelan, tapi masih tetap ada kesan ketergesaan dalam tiap langkah yang diambilnya.

Begitu sampai di depan sebuah mobil, Nata berhenti. Dia membuka pintunya dan tersenyum pada Dara, "Masuklah."

Ada pertanyaan yang berebut untuk ditanyakan dalam kepala Dara. Kenapa Nata bisa memiliki mobil sebagus ini? Apa ini memang milik Nata? Apakah—

"Ayo masuk. Tubuhmu mulai menggigil." Nata menyentuh bahu Dara, lalu menggiringnya untuk duduk di mobil, di kursi sebelah kemudi.

Nata pun menutup pintu untuk Dara. Dia memperlakukan Dara bagai tuan putri. Dara sendiri merasa aneh diperlakukan begitu baik seperti ini. Biasanya dia hanya mendapat perlakuan manis dari Matt. Kali ini, untuk pertama kalinya, ada orang lain selain Matt yang mau berbuat baik padanya.

Dara menoleh saat Nata duduk di kursinya, menjadi sopir malam ini.

"Kau sudah siap? Mari kita berangkat."

Tanpa sadar Dara tersenyum. Gadis itu pun segera memasang sabuk pengaman begitu Nata menyalakan mesin.

Setelah itu, Nata pun membawa mereka membelah jalanan. Melewati lalu lintas yang tidak kunjung sepi meski malam sudah turun.

Nata melirik gadis di sampingnya. Meski tadi dia tidak melihat, tapi Nata bisa merasakannya. Merasakan senyum kecil Dara yang terasa hangat bagi jiwa malaikatnya.