Chereads / Mission: No More Love / Chapter 19 - hari terakhir bekerja

Chapter 19 - hari terakhir bekerja

"Aku yakin betul Matt menyukaiku. Jika tidak kenapa dia mau berselingkuh denganku?"

"Mungkin dia memang menyukaimu. Tapi tidak sebanyak di menyukaiku." Dara dengan matanya yang selalu tampak tidak tertarik dengan semua hal di dunia ini, dia menggunakan tatapan itu saat membalas argumen Sinbi telak. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan di sini. Dara berusaha membuat obrolan ini selesai secepat mungkin.

"Kau—"

"Sudahlah," Dara memotong, tidak memberi kesempatan Sinbi untuk bicara, "Aku mau pulang."

"Tunggu dulu. Aku belum selesai bicara," Sinbi mencoba menghentikan karyawan kafe nya itu.

Sinbi masih perlu bicara lebih lanjut perihal Mattew. Dia perlu tahu siapa yang sebenarnya Matt suka? Tidak mungkin ucapan Dara benar saat bilang Matt lebih menyukai gadis itu. Jika Matt memang lebih suka Dara, lalu kenapa Matt mau berselingkuh dengan Sinbi?

Sinbi ingin misteri ini diselesaikan secepatnya. Sesegera mungkin. Namun Dara, orang yang bisa membantunya menyelesaikan teka-teki ini justru memilih pergi.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan," ujar Dara dingin. Dia sudah tidak ingin meladeni bosnya itu. "Oh, ada. Gajiku. Tolong jangan lupa untuk segera mentransfer gajiku bulan ini."

Sinbi mendelik karena Dara justru membicarakan soal uang disaat dia sedang menanyakan tentang Mattew.

Dia ingin menghentikan Dara, tapi gadis itu sudah berjalan menuju pintu, bergegas keluar. Sinbi mencoba memanggil walau tahu itu tidak akan menghentikan Dara, "Dara, kubilang aku belum selesai bicara!"

Tanpa diduga Dara berbalik setelah menghentikan langkah tiba-tiba. Gadis itu padahal sudah berada tepat di depan pintu. Bahkan tangannya sudah memegang gagang pintu.

"Jangan seenaknya pergi," Sinbi menambahi.

Dara berkedip malas. "Ini hari terakhirku bekerja, Bi. Sebaiknya kau segera mencari orang lain untuk menggantikanku."

Sinbi melotot terkejut. "Kau benar-benar akan berhenti?"

"Setelah penghinaan yang kau lakukan terhadapku, apa menurutmu aku akan bertahan di sini lebih lama lagi?"

Orang gila mana yang mau bekerja dengan perebut kekasihnya? Bertahan di sini selama beberapa hari saja sudah membuat Dara merasa snagat buruk. Dara sudah menantikan hari ini, hari terakhir nya bekerja, sejak lama.

Jangankan untuk tetap bekerja di sini, Dara bahkan tidak akan sudi berkunjung ke kafe yang membawa banyak kenangan pahit baginya itu.

"Kau butuh uang! Tetaplah bekerja di sini, aku akan memberi kenaikan gaji." Sinbi menunjukkan kekuatannya, kekuatan uang yang tidak bisa dielak oleh orang-orang miskin seperti Dara.

Tetapi, untuk satu kali ini saja, Dara mencoba menolak uang yang ditawarkan begitu saja padanya. Demi harga diri. Juga karena Dara tidak tahan lagi berada dekat-dekat dengan Sinbi.

Dara mendengus. "Cari pekerja baru saja. Tapi pastikan kau tidak mencuri kekasihnya juga seperti yang kau lakukan padaku."

Setelah mengatakan itu, Dara pun menarik gagang pintu, membukanya, dan pergi dari kafe itu. Dalam hati dia bersumpah untuk tidak menginjakkan kaki lagi di sini.

*

Dara melemparkan diri ke sofa setelah meletakkan dua kaleng soda di meja rendah di depannya. Dia menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit.

"Tidak seharusnya kau begitu," komentar Nata. Dia menatap Liana seakan sedang menatap seseorang paling berdosa di dunia.

Dara memutar bola matanya. Lelaki di sampingnya itu benar-benar berlebihan. "Aku kan hanya bersumpah dalam hati. Apa masalahnya, sih?"

Dara sudah menceritakan kejadian di kafe barusan pada Nata. Termasuk sumpahnya untuk tidak datang lagi ke kafe itu. Sekarang mereka berdua di apartemen Dara, duduk berdampingan dengan televisi menyala yang diabaikan.

"Tidak, tidak akan jadi masalah sebenarnya." Rio menggeleng. Gumamannya itu terdengar semrawut dan tidak jelas, tapi masih bisa didengar oleh Dara dan dipahaminya.

Gadis itu menoleh pada Nata, masih dengan tubuh bersandar dan kepala di puncak sandaran sofa.

"Nah, benar, kan? Tidak masalah, kan?" Dara mencoba membuat Nata tidak lagi mempermasalahkan hal itu, hal yang baginya tidak perlu untuk sekadar dibahas.

Nata menghela napas. Dia membiarkan tatapan Dara menenggelamkan dirinya. Hingga tanpa sadar mereka sudah saling tatap begitu lama tanpa satu pun mengeluarkan suara.

Nata berdeham. Kemudian dia menoleh ke depan, menatap televisi yang volumenya diturunkan sampai nol, sampai tidak ada suaranya. Hanya menampilkan acara berita yang tidak dibutuhkan bagi kaum malaikat seperti Nata.

Tanpa mengalihkan mata dari layar televisi, Nata berujar lirih, "Kau akan berakhir melanggarnya."

Dara menegakkan tubuh. Dia sedikit merasa tersinggung entah dengan cara apa.

"Kau pikir aku akan datang ke kafe sialan itu lagi?" tanya Dara menuduh. Dan terdengar sangat tidak terima.

Dara sudah memutuskan untuk tidak mendatangi kafe itu lagi dalam hidupnya. Namun Nata tiba-tiba saja seenak jidat bilang kalau Dara akan melanggarnya, seakan dia tahu bahwa Dara akan datang ke sana lagi.

Nata berkata tanpa diduga, "Aku yang akan membawamu ke sana."

Dara diam. Lalu melotot.

"Kenapa— Kenapa kau harus membawaku ke sana?" Dara yang biasanya bertahan dengan rautnya yang tampak tidak tertarik terhadap apapun, sekarang menampilkan ekspresi lain yang cukup jarang dia tampil kan.

Dia tampak bingung, heran, dan tidak terima di saat bersamaan.

Untuk sesaat Nata terpukau oleh Ekspresi itu. Walau hanya ekspresi, tetapi Dara menampilkan hal itu dengan begitu indah di mata Nata.

"Rencana kita," Nata mulai menjelaskan, "Itu sudah ada dalam rencana kita kalau kau lupa."

Napas keluar lewat mulut Dara. Mata terpaku pada Nata, seperti tidak setuju tapi tidak menunjukkan adanya perlawanan. Padahal dia bukan tidak berdaya. Dia bisa saja protes tapi dia hanya bertanya, mencari alasan masuk akal atas hal menyebalkan yang harus dia lakukan; mendatangi kafe Sinbi.

Dara bertanya, "Bukankah rencana kita adalah membuat Matt cemburu?"

Nata mengangguk-angguk. Membenarkan pertanyaan Dara. Rencana mereka memanglah membuat Matt cemburu. Semakin Mattew cemburu, semakin besar pula keinginan lelaki itu untuk kembali pada Dara. Itulah rencana mereka.

"Kafe itu adalah lokasi yang tepat untuk memancing kecemburuannya," jelas Nata masuk akal. Matt memang selalu datang ke kafe itu untuk menemui Sinbi sehabis bekerja. Sebelum berangkat bekerja pun Matt menyempatkan diri mampir. Selalu seperti itu, mengabaikan Dara yang sakit hati melihatnya.

Dara ingin menyampaikan opsi lain. Andai saja ada. Tetapi tidak terlintas tempat mana pun di otaknya. Dia pun setuju dengan Nata, memang kafe itu sudah yang paling sempurna untuk memancing kecemburuan Matt habis-habisan.

"Nata, tapi bukankah—"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Nata sudah lebih dulu menyerobot, merebut kesempatan bicara gadis itu.

"Sudahlah, kau menurut saja. Yang kita butuhkan adalah membuat Matt mencampakkan Sinbi dan kembali padamu. Setelahnya kau bisa balas mencampakkan Matt atau menjaga hubungan baru kalian, itu semua terserah padamu."

Nata sibuk menggiring Dara agar menginginkan hal tersebut. Itu lebih baik daripada gadis itu berkeinginan untuk membunuh Matt maupun Sinbi.

"Tapi kenapa harus kafe itu?"

Andai saja ada pilihan lain, Dara tidak akan protes dan menjalankan rencana dengan patuh. Tetapi, lokasi ini terlalu menyimpan kenangan buruk bagi Dara. Dara bahkan ingin melupakan keberadaan tempat itu dari dunia ini.

"Karena Matt selalu datang ke sana setiap hari. Untuk menemui Sinbi."