Setelah perencanaan balas dendam yang tidak begitu serius itu, di siniah mereka berakhir, berada dii restoran yang sama tempat Matt dan Sinbi melakukan kencan mereka.
"Bagaimana kau tahu mereka ada di sini?" tanya Dara penasaran. Gadis itu memakai gaun hitam polos dengan sebuah liontin sebagai satu-satunya aksesoris.
Nata yang memakai kaos putih di balik jasnya hanya mengendikkan bahu. "Aku bisa mengetahui banyak hal. Kau tidak perlu penasaran dari mana aku mengetahui semua hal-hal itu."
"Kau menyewa mata-mata?" tanya Dara tiba-tiba.
"Buat apa? Aku bisa lebih baik dari mereka," ujar Nata dengan nada yang sarat kebanggaan.
Mereka berdua diam sebentar saat pelayan meyajikan makanan yang merka pesan secara asal tadi. Mereka lebih sibuk memperhatikan Matt dan Sinbi yang ada di seberang sana sehingga tidak punya waktu untuk memilih hidiangan yang mereka suka.
Seelah pelayan pergi, mereka mulai makan dengan pelan. Hanya agar terlihat seperti pelanggan biasa dan tidak mengundang curiga terlebih olelh Matt dan Sinbi.
"Apa menurutmu laki-laki itu masih punya kemungkinan menyukaiku?" tanya Dara dengan tidak yakin.
Nata melirik gadis yang duduk di depannya dan menyadari keraguan dalam dirinya. Dai menjawab ringan, "Tentu saja. Kenapa kau pesimis sekali?"
Dara melirik meja di mana mantan kekasihnya dan bosya itu sedang makan malam bersama. Mereka tampak seeprti pasangan normal yang sangat-sangat normal. Tidka terihat celah dalam kebersamaan mereka.
Gadis itu berujar, "Lihatlah cara mereka tertawa-tawa dan meikmati kencan mereka. Tidak mungkin rasanya jika ada gadis lain dalam hati Matt selain Sinbi."
"Jangan asal mnyimpulkan," Nata memperingakan. Sebagai seorang malaikat yang sudh beratus tahun mengurusi keinginan tulus manusia, dia sudah cukup hafal dengan kelakuan manusia yang seigkali berbeda dngan isi hat mereka.
Jadi akan lebih baik untuk tidka menyimpulkan hanya dnegan meihat luarnya saja.
Dara bertanya bingung, "Lalu aku harus bagaimana?"
"Kau harus mencari tau secara langsung," suruh Nata.
Dara mengerutkan dahinnya. Dia bertanya ragu, "Kau menyuruhku untuk bertanya pada Matt secara langsung?"
Nata mengangguk sebagai jawaban.
"Kau gila?" Dara tidak meyangka dengan kegilaan sosok di depannya itu.
Nata mengendikkan bahunya dnegan tidak peduli. Dia pikir apa yang baru saja dia katakan adalah saran yang paling masuk akal dan efektif. Tidak akan membuang waktu dan akan cepat mencapai jawaban.
"Daripada main tebak-tebakkan, belum tentu tebakan kita benar. Lebih baik bertnaya langsung saja," ujar laki-laki itu tidka mempedulikan Dara yang tampa keberatan.
"Apa tidak ada cara lain?" Dara mencoba meminta cara lain dari parter balas dendamnya itu.
"Ada," jawab Nata santai.
Dara merasa lega mendengar itu. Setidaknya dia tidak perlu menanyakan hal itu langsung seperti seorang mantan yang gagal move on.
Dia berujar sinis, "Kenapa tidak bilang dari tadi?"
"Aku tidak yakin kau mau memakai cara ini."
"Aku akan melakukannya asal tidak perlu menanyakakn langsung pada laki-laki itu," jawab Dara dengan penuh tekat. Dia tidka akan melepaskan sebuah kesempatan begitu saja.
Nata menatap Dara, mencoba memastikan apakah gadis itu tetap mau melakukan cara ini meski dia tahu bagain buruknya, "Tapi cara ini sedikit ekstrem. Kau tidak masalah?"
"Selagi aku tidak mati aku tidak masalah," jawab Dara tanpa ragu. Selagi dia tidak kehilangan nyawanya, maka dia akan melakukan apapun asalkan rencananya berjalan sempurna.
Nata mengangguk. Gadis itu sudah setuju memakai cara ini, jadi dia tidak mundur meski Dara protes. Sebab Nata sudah memberikan peringatan padanya bahwa ara ini sedikit ekstrem.
Sekarang dia tinggal menyusun rencana dan menunggu waktu yang tepat.
"Apa kita akan melakukan rencanamu itu sekarang?"
"Ya. Kapan lagi memang?"
Dara mengangguk. "Baiklah."
"Kita tunggu beberapa saat dulu," ujar Nata memberi tahu.
Dara bertanya, "Apa yang kita tunggu?"
"Entah. Aku juga tidak tahu pasti. Kita tunggu sampai ada kesempatan yang jelas," jawab Nata dnegan mata yang sibuk mengawasi meja Matt dan Sinbi.
"Kau tidak membuat rencana tapi malah menuggu kesempatan? Yang benar saja," ucap Dara yang tidak terlalu suka membuang waktu untuk sesuatu yang tidak pasti. Bagi gadis itu akan lebih baik jika mereka menyusun rencana dan segera melakukannya daripada hanya menunggu seperti ini.
Nata tidak menggubris protes Dara. Dia sibuk memantau agar bisa mendapatkan timing yang dia mau secepatnya.
Tanpa diduga Matt mnoleh ke arahnnya. Mata mereka bertemu, beradu pandang selama beberapa detik.
Kemudian mata Matt beralih, menemukan keberadaan Dara yang berada di meja yang sama dengan Nata.
Nata melihatnya, ada sorot kecemburuan yang tampak di mata mantan pacar Dara itu. dia erlihat tidak suka dengan kedekatan Dara dengan laki-laki lain.
Dara menoleh, dan begitulah dia menyadari mantan kekasihnya itu sedang memandangii dia dengan sorot mata yang tidka bersahabat.
Dara segera mengalihkan pandangan pada Nata. "Bagaimana ini? Dia melihatku!"
"Mau bagaimana lagi? Dia kan punya mata. Tentu saja bisa melihatmu," Nata sempat-sempatnya bercanda di tengah keadaan genting.
"Ayo kabur. Aku takut merk melabrakku," ajak Dara dengan kepanikan yang sudha tergambar jelas di wajahnya yang dipakaikan make up tipis.
"Kenapa kau takut? Memangnya kau berbuat salah?"
"Kita menguntit mereka, tentu saja itu perbuatan salah," Dara berjar penuh penekanan. Dia tidak tahu harus menarh wajahnya di mana apabila ketahuan mengikuti maatan kekasihnya itu.
Dara melirik Matt sekilas. Tidak disangka laki-laki itu sudah bangkit dan berjalan ke arahnya.
"Nata, dia berjalan kemari! Aku harus apa?"
"Tenanglah," Nata mencoba menenangkan.
"Orang gila mana yang bisa tenang dalam keadaan begini?" Dara mendelik pada Nata yang bukannya memberi solusi malah menyuruhnya menenangkan diri. "Ayo kabur! Aku tidak mau ketahuan sedang menguntit Matt kencan dengan medusa itu!"
Nata tampak santai. "Siapa yang sedang menguntit, sih?"
Dahi Dara mengernyit dalam. dia panik dan sekarang ditambah dengan kebingungan. Bagaimana bisa laki-laki di deppannya itu mendadak lupa? Tujuan awal mereka ke sini tidak lain untuk memata-matai pasangan itu.
"Kau hilang ingatan mendadak?" tanya Dara random.
"Kita kan sedang kencan, babe," ujar Nata tidak kalah random dari Dara.
"Hah?" kali ini otak Dara sudah tidak bis memproses apapun lagi. Otaknya nge-blank, kosong, lupa caranya berpikir.
"Dara?" seseorang memanggil gadis itu.
Namun belum sempat Dara menoleh pada Matt, Nata lebih dulu meraih sisi wajah gadis itu. menariknya mendekat, dan mendaratan ciuman pada bibir berlapis lipstik merah itu.
Tangan Nata beralih pada tengkuk gadis yang sedang diciumnya, menariknya lebih dekat dan memberi lumatan kecil pada bibir atas dan bawah Dara secara bergantian.
Nata melepasnya.
Dia tersenyum. Puas dengan keterkejutan di wajah Matt yang masih berjarak satu langkah dari Dara.
Sementara Dara mematung, tidak kalah terkejut.
Ketiganya diam, sampai akhirnya seorang gadis menyusul Matt. "Ada apa, Matt?" tanya Sinbi.
Sinbi beralih pada Dara dan Nata. "Kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?"
Tidak ada yang bersuara. Ketiganya membiarkan pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban.
Kemudian, Matt melayangkan tinjunya tanpa aba-aba. Mendarat tepat pada sisi wajah Nata dan membuat laki-laki itu terhuyung hingga jatuh dari kursinya.
Seketika mereka menjadi pusat perhatian seisi restoran.