"Kau datang?" tanya Sinbi penuh dengan ketidakpercayaan.
Lagi pula siapa yang akan menyangka seorang karyawan akan tetap bekerja setelah bosnya merebut pacarnya di depan mata. Bahkan karyawan itu menebalkan muka, berlagak seperti tidak ada yang terjadi.
"Kau masih bekerja setelah semua yang aku lakukan terhadapmu. Wah, aku salut," sang bos berujar diiringi tawa mengejek.
"Hanya tersisa beberapa hari lagi sampai akhir bulan. Aku akan bekerja sampai hari itu supaya aku bisa mendapat gaji penuh bulan ini," jelas Dara pada sang bos.
Bosnya itu menatap Dara dengan tatapan meremehkan. "Jadi karena uang kau bertahan bekerja padaku?"
Sinbi tertawa lagi. Tawa mengejek yang begitu menyakitkan untuk Dara dengar. Dara merasa sakit hati mendengar hal itu. Dia merasa terhina setengah mati.
Sayangnya apa yang dikatakan Sinbi memang benar adanya. Dara bertahan sampai akhir bulan agar mendapatkan gaji penuh, supaya dia bisa membayar kebutuhan hidupnya.
Lagi-lagi Sinbi berujar merendahkan, "Segitunya kau butuh uang?"
Dara mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak meninju gadis di hadapannya itu. Dia membalas, "Asal kau tahu saja, semua orang butuh uang untuk bertahan hidup."
Sinbi manggut-manggut, seperti menunjukkan bahwa di mengerti apa yang sedang Dara bicarakan.
Gadis pemlik kafe itu berujar, "Kau tidak perlu bekerja lagi kalau mau. Berhubung kau membutuhkan uang, aku bisa memberimu dua kali lipat gaji bulananmu itu."
"Kau pikir aku pengemis? Aku masih punya tenaga untuk bekeja," sentak Dara yang termakan emosi. Dia merasa kesal sejak tadi diperlakukan seperti orang yang rela melakukan apapun demi uang.
Pada kenyataannya memang begitu. Sejak dikeluarkan dari panti asuhan, dia melakukan apapun demi mendapatkan uang. Dia tidak masalah merendahkan diri di hadapan bos-bosnya yang dulu demi mendapatkan bonus kecil seklipun. Namun dia merasa tidak sanggup melakukan itu kepada Sinbbi. Terlebih setelah apa yang Sinbi lakukan terhadapnya.
"Kau tidak mau?" tanya Sinbi menggoda ego Dara yang sudah terluka sejak tadi.
"Aku akan bekerja sampai akhir bulan ini," dengan tegas dan mantap Dara mendeklarasikan keputusannya yang sudah bulat.
Sinbi menatap Dara, merasa heran kenapa gadis miskin sepertinya tidak mau menerima uang secara cuma-cuma. Dia pun berdecak. "Terserah kau saja."
Setelah itu keduanya mula menyiapkan kafe yang biasa dibuka pukul sepuluh. Sekarang sudah jam sembilan, mereka sedikit terburu-buru karena ada banyak hal yang perlu disiapkan.
Sesekali Dara melirik Sinbi, gadis yang hanya dua tahun lebih tua dari Dara itu memiliki nasib yang berbanding terbalik dengannya.
Dara si anak yatim yang harus bekerja kers demi mendapatkan sesuap nasi, sementara Sinbi anak tunggal dari keluarga kaya yang bisa mendapatkan apa saja hanya dengan menadahkan tangan kepada kedua orang tuanya.
Bahkan kafe ini juga dibuat dengan uang orang tua gadis itu. Sinbi hanya mengelola saja, itu pun masih diawasi oleh orang tuanya untuk membantu jalannya bisnis tetap lancar.
"Benar-benar beruntung," gumam Dara pelan. Pantas saja Sinbi berani menawarkan gaji dua kali lipat kepadanya. Dia tidak takut kekurangan uang karena ada keluarganya yang siap mengulurkan bantuan.
***
Pada akhirnya seorang selingkuhan akan tetap menjadi selingkuhan.
Meski Dara dan Matt sudah putus, nyatanya Matt masih saja mengkhawatirkan Dara. Laki-laki itu masih saja mempermasalahkan darah yang dia lihat di depan kafe kemarin. Sementara darah itu sendiri sudah hanyut terbawa hujan semalam.
"Ra, bicaralah padaku. Aku mengkhawatirkanmu semalaman," mohon Mattew pada mantan kekasihnya itu. Suaranya sedikit dikecilkan agar pelanggan kafe tidak mendengar.
Dara yang sedang sibuk membuat minuman pesanan pelanggan tidak memberi respon, dan tidak berniat meladeni laki-laki itu.
"Kau sungguh baik-baik saja, kan?"
"Ra? Dara? Kau marah padaku, ya?"
"Kau memang pantas marah setelah semua yang aku lakukan. Tapi aku mohon bicaralah padaku."
"Ra, kau tahu? Aku dan Sinbi tidak dalam hubungan yang seperti kau bayangkan. Kami tidak begitu."
"Dara. Percaya padaku, aku mohon."
Lama-lama Dara merasa kesal mendengar ocehan Mattew yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Setelah pelanggan mengambil minuman yang baru saja dia buat, Dara segera beralih pada mantan kekasihnya itu. Dia memberi tatapan tajam pada Matt, kemudian mendesis marah, "Berhenti menggangguku."
"Aku tidak bermaksud menggang—"
"Matt!"
Sinbi memasuki kafe. Mata gadis itu langsung bersinar saat melihat Mattew sudah datang ke kafe.
Dia segera menghampiri Matt. "Kau sudah di sini?"
Matt tersenyum pada perempuan itu. "Baru saja aku sampai. Kau habis dari mana?"
Seketika keberadaan Dara dilupakan.
Inilah alasan Dara tidak mau memaafkan Maatt. Karena walaupun dia begitu tulus terhadap Dara, dia juga memiliki ketulusan yang sama untuk Sinbi. Seakan dia mencintai dua gadis sekaligus.
Mata Dara memperhatikan bagaimana mereka berdua semakin mendekat secara alami. Tangan Matt melingkar di pinggang Sinbi dengan ringannya, seakan dia sudah biasa meletakkan tangannya di sana.
"Aku dari butik temanku. Aku memesan gaun di sana, barusan aku melakukan penyesuaian ukuran," jawab Sinbi untuk pertanyaan Mattew yang tadi. Gadis itu membiarkan tubuhnya semakin ditarik mendekat oleh laki-laki yang dia sukai itu.
"Gaun untuk acara apa?"
Sinbi melebarkan senyumnya, lalu menjawab, "Kencan kita besok malam."
Dara mengepalkan tangan, menahan dari untuk tidak berbuat kelewatan di tempat umum seperti kafe ini.
Gadis itu berdeham ketika ada seorang pelanggan mendekat. Dehemannya berhasil membuat Matt dan Sinbi saling melepaskan diri. Masing-masing menarik langkah mundur dan saling menjauh. Mereka saling bertatapan, kemudian tertawa kecil bersama dengan tingkah mereka sendiri.
Melihat hal itu, Dara merasa semakin kesal. Dia ingat tadi Matt memohon-mohon kepadanya, tapi sekarang laki-laki itu justru sibuk haha-hihi dengan bos Dara sendiri.
Gadis itu sungguh menyesal tidak mencolok mata Sinbi dengan pisau kemarin. Andai saja laki-laki asing itu tidak muncul tiba-tiba, pasti Dara sudah berhasil dengan balas dendamnya.
"Kalau sudah balas dendam lalu apa?"
Dara mendongak mendengar suara manis yang dia kenali itu.
Nata.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Dahi gadis itu berkerut saat bertanya.
"Es americano satu," laki-laki itu menyebutkan pesanannya. Tidak lupa dengan senyuman yang mengembang.
Dara memproses pesanan Nata meski merasa sedikit heran.
Saat gadis itu sedang membuat americano, Matt tiba-tiba saja mencetus, "Kau laki-laki yang ada di halte itu , kan?"
Alis Nata naik, dia membiarkan Matt berasumsi apapun padanya.
"Kau laki-laki yang ada di sebelah Dara itu, kan?" Matt beralih pada Dara yang tidak terlihat tertarik. "Dara, kau mengenal laki-laki itu?"
"Apa aku tidak boleh mengenal Dara?" tanya Nata, jelas saja tujuannya untuk memprovokasi Matt.
"Apa dia alasanmu putus denganku, Ra?"
Es americano selesai dibuat. Dara meletakkan itu ke atas nampan dan meletakkannya di meja pengambilan di sebelah kasir. Nata mengabil pesanannya dan melempar senyum saat berujar pada Dara, "Terimakasih."
Dara hanya bergumam sebagai balasan. Sementara Matt merasa kesal.
"Kau sungguh meninggalkanku demi laki-laki itu, Ra?"
Nata duduk di salah satu bangku yang bisa memberinya pemandangan jelas di meja kasir itu. Dia duduk sambil menonton drama yang dia ciptakan sendiri.
"Matt, kenapa kau ikut campur urusan Dara? Kau sudah bukan pacarnya lagi," Sinbi ikut campur.
Untung saja mereka memelankan suara, jika tidak semua pelanggan akan bersikap seperti Nata, menjadikan mereka sebagai tontonan gratis.
Nata bersyukur dia punya kemampuan mendengar suara lirih. Sehingga dia tidak melewatkan satupun kalimat yang terlontar dari ketiga sosok di balik meja kasir itu.
"Kau yang jangan ikut campur," ujar Matt pada Sinbi. Matt langsung kembali beralih pada Dara, "Katakan padaku, Ra! Siapa laki-laki itu?"
Dara menatap Matt denga tatapan lelah. Dia muak dengan pertanyaan tiada henti dari laki-laki itu. Pada akhirnya Dara tetap harus menjawab demi membungkam laki-laki itu.
"Dia malaikat," jawab Dara dan jawabannya itu berhasil membuat Nata terkejut setengah mati.