Suasana hati Rere sedang tidak baik hari ini. Ia sengaja datang tepat waktu bahkan lima menit sebelum waktunya ia sudah datang ke kampus. Karena biasanya ia tidak pernah datang tepat waktu. Tapi, dosennya malah tidak ada dan membatalkan kelas begitu saja. Itu benar-benar membuat mood nya langsung turun seketika. Dan akhirnya ia tetap memilih berdiam diri di dalam kelas sendirian sambil menonton sebuah drama dari negeri Korea itu.
Melihat pemeran wanitanya yang sedang menangis karena seorang pria hal itu membuat Rere kembali teringat dengan sahabatnya. Cleo hampir tidak pernah bercerita kepadanya sambil menangis paling parah mengomel tak henti. Tapi Jessica, setiap kali bercerita kepadanya pasti akan ada saja hal baru yang membuatnya menangis. Rere langsung menghentikan kegiatannya dan menaruh ponselnya di atas meja.
Matanya mengedar karen muak mengingat cerita para sahabatnya. Membuatnya semakin takut untuk memulai kisah asmaranya. Namun, matanya berhenti di ambang pintu. Ada seseorang yang sedang berdiri memperhatikannya disana tapi tak ambil langkah masuk.
"Ngapain?" tanya Rere to the point malas untuk berbasa-basi.
Orang itu masuk dan duduk di hadapan Rere. Segera Rere memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket yang dikenakannya.
"Ada urusan sama gue?" tanya Rere lagi karena orang itu hanya diam menatap wajahnya. Jujur saja hal itu membuat Rere gugup setengah mati aslinya. Namun berusaha keras ia tahan.
Ada hal yang ingin dia sampaikan namun bingung caranya agar membuat Rere sekali paham dengan maksudnya.
"Kenapa?"
"Re, jangan suka sama gue!"
Rere terhenyak mendengarnya. Ia terdiam lama untuk mencerna apa maksudnya yang sebenarnya.
"Maksud lo?"
"Itu yang pengen gue sampein sama lo dan gue harap lo langsung ngerti. Kita cukup sampai tahap sahabat aja," katanya lagi dan beranjak untuk segera pergi namun pergerakannya Rere tahan.
"Evelyn? Evelyn yang bilang itu sama lo?" Rere ikut berdiri dengan menahan lengannya.
"Bukan," jawabnya tanpa menoleh.
"Sat, gue emang suka sama lo dan gue rasa lo udah tahu hal ini dari lama, kan? Gue gak pernah ngungkit dan gak pernah minta lo bales. Tapi please, jangan pernah larang hidup gue apalagi perasaan gue."
"Gue rasa lo juga tahu kalo gue gak suka diperintah," lanjut Rere berbicara. Tidak ada siapa pun yang bisa memberikan Rere perintah.
Satria berbalik badan kembali menatap Rere dengan datar. Membuat wanita ini paham memang sesulit itu.
"Re, gue gak ngelarang lo. Gue cuma kasih lo peringatan aja. Jangan suka sama gue atau lo yang akan rugi."
"Gak jelas lo!" Tanpa mau mendengarkan apa pun lagi, Rere segera beranjak lebih dulu meninggalkan Satria sendiri. Dirinya tidak mau mendengarkan hal yang lain lagi, urusan perasaannya biarlah menjadi urusannya sendiri. Tidak perlu ada orang yang ikut campur lebih ke dalamnya.
"Keras kepala emang!"
***
"Sorry telat," kata Fauzan langsung duduk di kursi kosong yang tersedia di meja mereka.
Daneo yang sedang memberi kabar pada kekasihnya segera menaruh ponselnya di atas meja begitu pun yang dilakukan Satria.
"Kenapa, Dan? Tumben lo ngajak ketemu di jam sibuk begini?" tanya Fauzan setelah menaruh ponselnya juga di atas meja.
"Bukan gue yang ngajak. Satria yang ngajak," sahut Daneo. Ya memang betul Daneo yang mengirimkan pesan pada Fauzan meminta mereka untuk kumpul tapi yang sebenarnya mengajak adalah Satria.
Sebelum menjelaskan apa maksud dan tujuannya, Satria lebih dulu menyeruput es kopi pesanannya.
"Ada apa, Sat?" tanya Fauzan kini pada Satria.
"Gak ada apa-apa, gue cuma mau tanya tentang hubungan lo aja. Gimana sama Evelyn?"
Fauzan mengernyitkan keningnya tak mengerti. Pasalnga Satria bukanlah orang yang suka ikut campur ke dalam masalah orang lain begitu pun sahabatnya. Jadi, rasanya aneh ketika mendengar pria itu bertanya.
"Gue sama Lyn? Kenapa?"
"Lo jadian lagi yah sama dia?" Pertanyaan dari Daneo cukup untuk mewakilkan apa yang ingin Satria tanyakan.
"Bukan urusan lo pada," sebut Fauzan mulai sinis. Bukan yang pertama kalinya mereka berkumpul dan membahas hal ini. Tapi, jawaban Fauzan tidak pernah berubah.
"Orang tahunya gue yang playboy. Karena sering gombalin banyak cewek dan tebar pesona. Padahal aslinya yang diem dan kelihatan bucin sama pasangannya yang berani selingkuh," cetus Daneo dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Satria tersenyum sinis sembari menatap Fauzan yang sudah mulai merasa tersinggung dengan perkataan Daneo terbukti dari tatapan pria itu yang semakin menajam menatap Daneo.
"Siapa sangka, kan?" tanyanya sambil kembali menatap Fauzan dengan tatapan mengejek.
Satria suka sekali ketika Daneo mulai bicara serius untuk menyadarkan sahabatnya itu. Tajam dan menusuk melebihi dirinya yang kadang masih mengontrol diri.
"Maksud dan tujuan ngajak gue ketemu apa sih? Mau mojokin gue?" Fauzan jelas saja tidak suka. Dirinya tidak suka ketika ada yang seakan-akan memberikan nasihat padahal mereka tidak tahu apa pun mengenai dirinya.
"Kita gak mojokin lo, Zan. Tapi kalo sadar diri. Jessica terlalu baik buat lo," jawab Daneo kembali. Sepertinya pria itu belum selesai dengan pembicaraan mereka.
"Lo pada gak tahu apa-apa tentang gue. Tentang hubungan gue sama siapa pun. Gak perlu ikut campur," tandasnya ketus.
"Apa pun urusan lo, jangan bawa-bawa Evelyn lah, Zan. Dia cewek baik," sahut Satria gatal ingin bicara. Dia yang mengajak dirinya juga yang tidak kebagian bicara.
Fauzan menatap Satria meremehkan. Ia tahu apa yang pria itu sembunyikan sejak lama.
"Kenapa? Karena dia sahabat lo? Dari kecil? Cuma itu?"
"Ya iyalah. Orang tuanya tahunya dia deket sama gue. Kalo sampe tuh anak kenapa-napa, gue juga yang kena," jawabnya dengan tegas tampak serius.
"Oh ayolah. Kalian gak perlu sok tahu tentang hidup gue. Siapa yang terlibat dan apa yang terjadi di dalamnya. Kalian semua juga pasti punya kan hal yang gak ingin kalian bagi meskipun sama sahabat sendiri?" Pertanyaan itu Fauzan tujukan khusus untuk Satria.
"Apa yang gue sembunyiin? Gue rasa kalian tahu semuanya tentang gue, kan? Cuma lo Zan yang gak mau berbagi masalah lo dan selalu sebut kita gak tau apa-apa padahal lo sendiri yang gak mau kita tahu," balas Daneo.
"Lo mungkin enggak, tapi Satria? Lo lupa kalo dia juga gak pernah cerita apa pun tentang dia?"
"Kok jadi bawa-bawa gue? Kita disini cuma pengen lo sadar aja, kalo lo terus-menerus kayak gini lo akan kehilangan semuanya. Lepasin Jessica atau berhenti bersikap jadi cowok brengsek!"
"Sampai kapan pun gua gak akan pernah mau untuk lepasin Jessica. Catet itu!"
Fauzan segera beranjak berdiri dan meninggalkan mereka berdua. Sudah cukup untuk nasihat hari ini, Fauzan tak bisa menangkap isinya.