Satria menghempaskan tubuhnya ke atas sofa empuknya. Malam ini dirinya tidak bisa tidur dan hasilnya ia hanya mondar-mandir tidak jelas. Dari kamar ke dapur, diem di ruang tamu terus masuk kamar lagi. Ke ruang tamu lagi, terus saja seperti itu.
Ia mengurut pelipisnya yang pening karena tidak bisa tidur. Satria bukan orang yang suka akan begadang. Hidupnya teratur dan tertata dengan sempurna. Dia bahkan punya jam malam yang dirinya ciptakan sendiri meskipun hanya tinggal sendirian.
Ponsel yang sengaja ia taruh di atas meja terus berdering daritadi. Satria sedang malas berinteraksi dengan siapa pun itu, untuk itulah dirinya mengabaikan semua panggilan masuk.
Namun, kali ini ia menyerah. Satria meraih ponselnya dan mendudukkan dirinya dengan tegap. Melihat lebih dulu siapa yang menghubungi malam-malam begini.
"Rere? Ngapain nih anak?" gumamnya sebelum kemudian mengangkatnya.
"Hallo?"
"Sat, lo dimana? Apartemen?"
Satria mengerutkan keningnya mendapat pertanyaan seperti itu. Pasalnya Rere tidak pernah iseng bertanya keberadaannya seperti sekarang ini. Jadi, wajar saja jika dirinya bingung harus menjawab seperti apa.
"Iya, kenapa? Lo butuh gue?"
"Euhm…."
Satria diam saja menunggu apalagi yang akan wanita tomboy itu katakan kepadanya.
"Ouh oke deh kalo gitu. Gue tutup!"
Satria sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya ketika Rere secara sepihak memutuskan panggilannya.
"Nih anak kenapa sih?"
***
"Aaaah malu banget loh gue," rengek Rere setelah memutuskan panggilannya.
Sedangkan Cleo dan Jessi malah tertawa puas melihatnya. Tadi itu hanya bagian dari sebuah permainan yang Cleo usulkan. Truth or Dare.
"Udahlah, lagian udah dijalanin juga kan? Sekarang silahkan pesankan makanan!"
Rere kembali berdecih mendengarnya. Dare yang Rere dapat adalah memesankan makanan untuk orang secara random. Dan kebetulan yang terpilih secara acak dari nomor ponselnya adalah Satria. Niatnya menelpon tadi hanya untuk memastikan keberadaan pria itu. Agar ketika makanannya datang tepat pada sasaran mereka.
Cleo dan Jessi kembali terkikik geli melihat bagaimana Rere yang terus mendumel sambil tetap memesankan makanan. Entah apa makanannya, itu terserah Rere sendiri.
"Udah!" Rere menghempaskan ponselnya ke atas bantal. Ia kemudian bernafas dengan lega setelah melakukan tantangannya. Tinggal ketika makanan itu sampai saja, bagaimana reaksi Satria.
"Ayo mulai lagi. Pokoknya sekarang harus Jessi yang kena!" Tekad Rere begitu bulat untuk mengalahkan Jessi dalam permainan ini.
Botol kembali di putar di atas lantai marmer kamar Cleo. Malam ini mereka sengaja menghabiskam waktu dengan menginap di rumah Cleo. Setelah pulang kerja tadi, Jessi meminta Fauzan untuk mengantarkannya ke rumah Cleo saja dan membiarkan pria itu izin sendiri pada ayah dan bundanya di rumah.
Rere dan Cleo bersorak dengan riang ketika ujung tutup botol itu berhenti tepat pada Jessica. Melihat reaksi mereka, Jessi jadi ikut tertawa.
"Truth or Dare?" todong Cleo langsung dengan botol minum yang tadi pada Jessi.
"Euhm…" Jessi terlihat berpikir untuk membuat kedua sahabatnya kesal. Pasalnya permainan ini sudah bukan truth or dare lagi melainkan hanya tantangan dan tantangan.
"Ah lama, ayo buka hape lo."
Jessi menurut apa kata Rere sambil tetap tertawa. Ia sudah siap dengan membuka kunci ponselnya.
"Pilih secara acak orang yang harus lo telepon malam ini dan bilang good night dengan suara sleep call lo yang biasanya," kata Rere menjelaskan apa yang harus Jessi lakukan sebagai tantangan atas permainan.
"Sleep call kayak biasa? Yaudah berarti biasa aja kan suaranya gak perlu dibuat-buat?"
Rere menganggukkan kepalanya dengan cepat. Malas mengulur waktu.
"Oke!" Jessi kemudian membuka kontaknya dan menggulir layar secara cepat sampai Cleo dan Rere mengatakan, "stop!"
Jessi terkesiap ketika membaca kontak siapa yang harus ia hubungi.
"Kenapa? Punya Fauzan, kan?" tanya Cleo ketika melihat Jessi hanya diam dengan wajah yang terkejut.
Jessi menunjukkan layar ponselnya dengan nama seseorang yang membuat mereka ikut terkejut.
"Dimas? Ketua kelas yang pernah suka sama lo itu?"
Jessi mengangguk atas apa yang Rere katakan. Mereka berdua menutup mulut dan membiarkan Jessi tetap menjalankan tantangan.
"Tantangan tetaplah tantangan, Jess. Gak perlu banyak alasan lah yah untuk ngindarinnya. Lagipula Dimas pasti udah gak ada rasa apa pun lagi kok sama lo," kata Rere tidak peduli. Ia masih memiliki dendam akibat tantangannya yang tadi.
"Iya, Jess. Gak perlu sok cantik yah. Ayo cepet lakuin!"
Jessi mendesah kesal kemudian melakukan apa yang Rere dan Cleo inginkan.
Mereka menunggu panggilan tersambung dengan cemas. Jessi berharap jika Dimas akan menolak panggilannya atau setidaknya mengabaikan saja. Sampai kemudian panggilan tersambung dan membuat Jessi gugup bukan main.
"Ayo bilang," kata Rere tanpa suara ketika Jessi menatap mereka secara bergantian.
Jessi mengaktifkan loudspeaker dan mulai bicara.
"Dim, apa kabar?" sapa Jessi basa-basi. Bagaimana pun mereka teman lama yang sudah tidak pernah bertemu. Menanyakan kabar rasanya hal yang biasa.
"Jes? Gue baik. Lo gimana? Tumben nelepon gue malem-malem gini, ada apa?" balas pria itu dengan lembut. Ah rasanya ada sedikit rasa penyesalan di dalam hati Jessi ketika baru menyadari jika Dimas memang selembut itu kepadanya.
"Gak ada apa-apa kok, Dim. Maaf yah ganggu. Aku cuma mau bilang good night aja!" Jessi menggigit bibirnya takut mendengar balasannya. Berbeda dengan Rere dan Cleo yang sudah salah tingkah sendiri mendengarnya.
"Jes? Iya, good night too. Have a nice dream yah, Jess. Hidup dengan baik wanita baik!" Suara Dimas ini memang begitu lembut masuk ke dalam telinga. Membiarkan orang yang mendengarnya bisa langsung jatuh hati.
"Iya, Dim. Thanks, you too! Aku tutup yah kalo gitu?"
Dimas berdeham sebentar sebelum kemudian panggilan Jessi putuskan. Hatinya berdebar parah. Padahal seharusnya tidak seperti ini.
Cleo dan Rere sudah berteriak saja sejak panggilan itu diputuskan. Mereka ikut terbawa perasaan atas apa yang Dimas katakan tadi.
"Gue mau egois aja deh, Jess. Dimas lebih baik dari Fauzan. Dia so sweet banget sumpah!"
"Iya setuju apa kata Rere. Suaranya itu gak pernah berubah loh dari dulu. Apalagi kalo dia udah manggil, "Jess?" uh itu candu banget," sambung Cleo hiperbola.
Jessi saja yang mengalaminya malah merasa geli melihat bagaimana reaksi Cleo dan Rere yang menurutnya berlebihan.
"Fauzan denger, marah loh dia."
"Gak peduli. Gue mau dukung Dimas aja kalo dia masih ada rasa sama lo dan belum punya cewek."
"Iya aku juga."
Jessi menggelengkan kepalanya lelah dengan bagaimana kelakuan para sahabatnya.
***
Rere baru saja kembali dari kamar mandi setelah membersihkan wajahnya. Di atas kasur sudah ada Cleo dan Jessi yang sedang asik melihat layar laptop. Sepertinya mereka sedang nontoj drama, ah bukan kebiasaan Rere.
Rumah Cleo ini memang sangat besar hingga nyaman untuk tempat mereka kumpul dan menginap. Tidak akan kehabisan ruang pokoknya.
Rere membaringkan tubuhnya di sebelah Jessi yang tidur di tengah antara dirinya dan Cleo. Tidak mau ikut terlibat dengan kedua sahabatnya, Rere memilih untuk memainkan ponselnya sampai ketika panggilan masuk yang tak terduga muncul membuat Rere terkejut.
Tidak mau ketahuan oleh kedua sahabatnya jika dirinya sedang gugup, Rere langsung mengangkatnya.
"Iya hallo?" Jessi melirik sebentar sebelum kemudian kembali fokus ke layar laptop.
"Lo yang kirim makanan, Re?"
Rere menahan debaran dan berusaha berbicara secara normal.
"Oh udah nyampe? Lo makan aja. Tadi permainan dan gue dapet dare disuruh beliin makanan. Lo yang dapet makanya gue kirimin lo makanan. Sorry yah kalo lo kaget!"