Chereads / Sayap Pelengkap / Chapter 15 - Penyakit

Chapter 15 - Penyakit

Seminggu dirawat di rumah sakit akhirnya Jessi diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Tapi, sejujurnya Jessi lebih nyaman di rumah sakit daripada rumahnya sendiri. 

Ia pulang dengan diantar Fauzan yang selalu setia menemaninya. Bukannya Jessi merasa risih jika Fauzan selalu bersama dengannya. Hanya saja dirinya tahu apa saja yang pria itu abaikan hanya demi untuk menemaninya selama di rumah sakit. Bahkan puluhan pesan sudah dikirimkan untuknya dari wanita yang sudah melahirkan pria itu. Menyuruh Jessi untuk memaksa Fauzan pulang dan bekerja serta mengurus dirinya sendiri, tapi memang Fauzan saja yang tidak mau dan mendengarkan dirinya. 

"Sekarang kamu udah boleh pulang," kata Jessi setelah mendudukkan dirinya di kasur tidurnya. 

Fauzan menaruh tas serta jinjingan yang berisi perlengkapan Jessi di atas lemari laci. Kemudian dirinya menatap kekasihnya itu dengan tatapan entah apa maksudnya. 

"Yaudah aku pulang yah! Kalo ada apa-apa jangan sungkan untuk kasih tahu aku," jawab Fauzan menyerah juga pada akhirnya. 

Jessi mengangguk kemudian mempersilahkan Fauzan untuk segera pergi dari hadapannya. 

***

Ia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil setelah dari rumah Jessi. Fauzan hanya menjalankan mobilnya beberapa meter dari rumah Jessi dan kemudian berhenti di bawah pohon yang rindang tepat di pinggir jalan. 

"Gimana cara balikin mood-nya Jessi yah supaya bisa kayak dulu lagi?" monolognya bicara pada dirinya sendiri. Ia mengurut pelan pelipisnya yang merasakan sedikit pusing. 

Kepalanya rasanya mau pecah karena selama seminggu itu merasakan perubahan sikap Jessi yang sangat kentara. Tidak ada wajah manis Jessi saat meminta sesuatu padanya. Tidak ada candaan yang wanita itu buat lebih dulu. Tidak ada sikap menggemaskan yang membuat Fauzan berkali-kali jatuh hati padanya. 

Kaca yang pecah tidak akan mungkin balik menjadi sempurna kembali. Begitu pun dengan kepercayaan Jessi padanya. Meskipun sudah termaafkan, tapi maaf itu tidak menjamin kembalinya rasa percaya. 

Fauzan turun dari mobilnya untuk mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Menenangkan pikirannya yang pusing mungkin efek rumah sakit juga. 

Saat dirinya duduk di bumper mobil dengan menundukkan kepalanya, tiba-tiba saja ada mobil yang berhenti di dekatnya dengan mengeluarkan seorang wanita modis yang jelas Fauzan kenal. 

Ia langsung turun saat wanita itu sudah ada di depannya. 

"Ngapain lo?" tanyanya sinis tidak suka dengan keberadaan wanita itu. 

"Galak amat sih, Zan? Santai aja kali gak ada Jessi juga," balasnya terlewat santai bahkan terkekeh geli melihat reaksi Fauzan yang seperti itu. 

Fauzan berdecih malas. Disha Alkana, si unsur kimia yang sudah menjadi wanita paling Fauzan benci. 

"Lo benci sama gue? Kocak kalo iya," katanya membuat Fauzan menatap sinis dirinya. 

"Kenapa emangnya kalo gue benci sama lo?" 

Disha tertawa mengejek. Menatap wajah Fauzan dengan seringaian di bibirnya. 

"Coba deh ngaca, apa alasan lo benci sama gue? Gue rasa harusnya gue yang benci sama lo dan lo benci sama diri lo sendiri. Tapi, setelah gue sadar, lo kan emang gak tahu diri," jawab Disha membuat Fauzan bungkam. Mata Disha terus meneliti setiap inch yang ada pada pria itu. 

"Jessi aja yang bodoh. Bisa-bisanya percaya lagi sama buaya kaleng kayak lo. Lo harusnya inget kalo lo juga selingkuhin gue," katanya lagi semakin memojokkan Fauzan. Jujur saja, Disha juga korban sekaligus tersangka disini.

"Eh kita udah putus yah! Gue gak ada lagi hubungan sama lo," tunjuk Fauzan merasa tidak terima. Penyesalan terbesarnya adalah termakan jebakan dari wanita yang sudah ia anggap asing di depannya ini. Meskipun dulu memang sempat menjadi orang yang ada di hatinya juga. 

"Putus? Bahkan lo gak pernah ngomong itu di depan muka gue. Cuma di depan mukanya Lyn aja, kan? Banyak banget yah cewek lo!" ejek Disha kesal. Bolehkan dirinya kesal meskipun dalam kasus Jessi, ia adalah tersangka utama? 

Fauzan melotot tajam. Ia tahu apa yang Disha katakan memang benar, tapi rasanya ia tidak terima jika semua kata-kata itu keluar dari mulut Disha. Fauzan rasa tidak pantas seorang Disha Alkana memojokkan dirinya. Karena wanita itu juga sama salahnya. 

"Tapi, kalo lo mau jadiin gue yang kedua lagi, gue bisa terima lo lagi kok," kata Disha melunak dan mendekati Fauzan dengan cara yang sensual. 

Fauzan jelas saja menepis tangan Disha yang sempat mampir di dadanya. Ia berdecih jijik melihat apa yang Disha lakukan kepadanya. Semakin membuat dirinya menyesal karena sempat tergoda bujuk rayunya titisan setan ini. 

"Jaga tangan lo. Gue gak sudi disentuh lagi sama lo," sentak Fauzan tak suka. 

"Halah, gue yakin kalo Lyn yang lakuin ini lo embat lagi. Gak usah munafik deh jadi cowok. Pergerakan lo udah kebaca. Bahkan sama Jessi juga, gue yakin itu." 

Disha langsung membalikkan badannya, pergi setelah mengatakan hal itu. Dirinya tidak pernah berniat menggoda Fauzan melainkan hanya untuk mengetes lagi saja, tidak bisa dibandingkan dengan Jessi, apakah dirinya bisa jika dibandingkan dengan Evelyn? Tapi, nyatanya memang tidak bisa. 

Dari dulu pun Disha tidak pernah benar-benar berniat untuk menggoda Fauzan, ia hanya ingin menunjukkan rasa sukanya saja pada pria itu. Tidak menyangka juga jika perlakuannya akan diterima baik olehnya. Akan dibalas dan diperhatikan. Semua orang di sekolah juga tahu bagaimana hubungan Jessi dan Fauzan, Disha pikir Fauzan tidak akan terpengaruh oleh dirinya. Tapi, nyatanya dia salah. Jelas saja jika Disha memanfaatkan kesempatan itu untuk terus menarik perhatian Fauzan tanpa tahu jika dirinya bukan satu-satunya selingkuhan Fauzan. 

Dan yah, bodohnya adalah ia malah melaporkan langsung pada Jessi semua yang Fauzan lakukan di belakang wanita itu. Dan hal itulah yang membuat Fauzan membenci dirinya dan tanpa kata perpisahan langsung mengklaim mereka putus. 

***

Ia membanting tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya. Kepalanya benar-benar bisa pecah jika bukan ciptaan tuhan. Setelah mendapat serangan dari Disha dan langsung pulang, ia pikir semuanya sudah selesai. Tapi, nyatanya tidak sama sekali, sampai rumah ia malah mendapati kedua orang tuanya bertengkar serta mamanya yang juga melampiaskan kemarahannya kepada dirinya. 

Mengingat Jessi yang tidak bisa ia andalkan untuk saat ini agar membantunya menenangkan pikiran, ia malah teringat akan satu wanita yang pernah menjadi objek keisengannya semata. 

Fauzan merogoh saku jeansnya untuk meraih ponselnya dan dengan cepat mencari nomor wanita itu yang pernah menghubunginya namun belum sempat ia simpan. Setelah dapat langsung ia sambungkan dengan panggilan video. 

Tak lama panggilan pun diterima membuat lekukan manis tercipta di bibir Fauzan hanya karena menatap wajah manis wanita itu. 

Wanita yang diseberang sana pun hanya diam memandangi wajah tampan Fauzan dengan senyuman manis di bibirnya. Rasanya ia rindu sekali sampai ingin memeluk tubuh pria itu. Menyingkirkan segala kenyataan pahit yang hadir terus menerus untuk menyadarkan dirinya. Membiarkan dirinya menjadi wanita egois. 

Evelyn Tries Byle, nama lengkap wanita keturunan Jerman itu yang sedang tersenyum manis memandangi wajah Fauzan. Semua orang yang mengenalnya biasa memanggilnya Lyn saja. 

"Apa kabar?" tanya Fauzan memulai percakapan di antara mereka yang selalu tanpa diketahui oleh orang lain. Suaranya begitu lembut hingga membuat Lyn kembali terpana. 

"Baik. Kamu sendiri?" Suara Lyn yang manis saat bicara dengannya membuat Fauzan semakin gencar mendekatinya. Candu jika orang lain bilang. 

"Aku juga baik, kok. Gimana, masih mau ketemu sama aku?" tanya Fauzan tanpa ragu sedikit pun. Seolah-olah dirinya memang sebebas itu. Lupa akan hal yang baru saja beberapa hari lalu ia katakan pada Jessi, kekasihnya. 

Lyn terlihat terkejut di sana. Tapi senyuman tidak pernah lepas dari bibirnya. Kesempatan tidak datang dua kali. Hatinya lebih penting dari hati siapa pun itu, menurut Lyn dari sisi egoisnya. 

"Udah diizinin emang sama Jessi? Aku denger dia baru aja pulang dari rumah sakit yah?" Percayalah pertanyaan Lyn hanyalah basa-basi semata. Mereka pernah bersahabat, tapi hanya sekedar pernah menurut Lyn. Kini, ia tidak ingin kembali mengenal orang itu. 

"Iya tadi aku habis dari rumahnya. Gak perlu izin lah, lagian mana dia kasih izin kalo bilang. Kamu langsung tentuin aja tempatnya dimana," katanya tetap terlihat santai. Wajahnya penuh binar sudah seperti janji bertemu dengan pujaan hati. Bahkan dengan mudahnya Fauzan menyepelekan perasaan Jessi. 

Semua yang dikatakan Disha memang tidak ada yang salah. Penyakit seperti itu memang sulit sekali untuk disembuhkan terlebih lagi jika mendapatkan sambutan yang hangat. Fauzan kembali berulah?