Chereads / Sayap Pelengkap / Chapter 19 - Rahasia Lagi

Chapter 19 - Rahasia Lagi

Pagi-pagi sekali Fauzan sudah ada di depan rumah Jessica. Membawa bucket bunga serta boneka dan coklat yang menjadi kesukaan Jessica dari lama. 

Baru saja dirinya akan mengetuk pintu, namun benda besar yang membatasi antara luar dan dalam rumah itu terbuka. 

"Eh Fauzan, ada apa, Nak? Kamu gak kerja?" tanya Alin yang baru saja keluar dari rumah dengan masih pakaian santainya. 

"Ah ini Bunda, mau kasih ini buat Jessi. Sekalian pamit mau mulai magangnya," jawab Fauzan dengan sopan santunnya yang tidak pernah lepas. 

"Oh mau ketemu Jessi? Kamu masuk aja gih, dia ada di kamarnya kok," kata Alin kemudian mempersilahkan Fauzan untuk masuk sementara dirinya keluar dan menunaikan niatnya untuk menyiram tanaman peliharaannya.    

Bagi Fauzan sendiri sudah bukan lagi hal yang asing ketika dirinya harus masuk ke dalam kamar Jessi. Tidak melakukan hal lain selain membangunkan wanita itu atau hanya sekedar berpamitan untuk melakukan kegiatan. 

Perjalanan naik ke atas tangga matanya bertemu dn bersitatap dengan mata seorang pria yang sudah dari awal tak menyukai kehadirannya. Jeno. Tidak ada sapaan apa pun Jeno hanya melewati tubuh Fauzan saja dengan wajah datarnya.    

"By? Kamu di dalam?" Setelah mengetuk pintu tak pernah lupa untuk Fauzan bertanya lebih dulu. 

Karena tak ada jawaban, Fauzan berinisiatif untuk langsung masuk saja. Karena biasanya walaupun Jessi sedang di kamar mandi, dia akan selalu menyahut jika ada yang memanggilnya terlebih lagi itu suara Fauzan. Namun, jika tidak ada sahutan seperti sekarang ini, itu berarti Jessi belum bangun dari alam mimpinya. 

Fauzan tanpa segan masuk ke dalam kamar Jessi. Wanita yang sudah selama enam tahun ini mendampinginya. Meskipun berkali-kali sudah ia memberikan luka pada wanita itu. Sebenarnya Fauzan penasaran juga hal apa yang membuat Jessica masih mampu bertahan disaat dia justru berkali-kali dijatuhkan oleh harapan. 

Kamarnya tidak begitu istimewa. Tidak banyak barang berharga ataupun koleksi milik Jessica. Hanya beberapa lemari kaca memperlihatkan begitu banyak buku di sana. Pasti lebih banyak buku bacaan romansa remaja karena Jessi suka akan hal itu. 

Fauzan menarik kedua sudut bibirnya memberikan senyuman lebarnya. Ada banyak sekali fotonya berdua bersama dengan Jessi, juga banyak foto bersama teman-temannya yang lain juga terpajang rapi di dinding. 

Tidak ada warna lain sebenarnya di dalam kamar ini melainkan hanya hitam dan putih. Memberikan kesan mewah pada setiap bendanya. Fauzan tahu Jessi suka akan kedua warna itu. Memberikan ketenangan untuknya katanya. Ah ya, biru juga Jessi suka. Ia baru saja mengganti walpaper kamarnya dengan hitam putih. 

Fauzan mendudukkan dirinya di pinggir kasur setelah menaruh bucket serta boneka itu di atas kasur. 

Padahal bukan kali pertama untuk Fauzan masuk ke dalam kamar Jessica, tapi tetap saja rasa kagum selalu mampir setiap ia masuk ke dalam ruangan ini. 

"Kamu ngapain disini?" tanya Jessi terkejut karena keberadaan pria asing di dalam kamarnya. 

Fauzan langsung berdiri dan berbalik badan. Mendapati Jessi sedang berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan setelan rapih. 

"Kamu mau kemana kok tumben rapih banget?" tanya balik Fauzan sambil terus memperhatikan wanita itu yang berjalan ke arah meja riasnya. 

"Gak kemana-mana," jawab Jessi singkat. Ia berusaha tidak memperdulikan keberadaan Fauzan di kamarnya dan fokus merias diri. 

"Gak kemana-mana? Yakin? Tapi kok tumben rapih banget pake make up segala lagi," decaknya tidak suka. Ya, Fauzan tidak suka jika Jessi tidak jujur kepadanya mengenai kegiatan kekasihnya itu. 

"Emang apa salahnya kalo aku rapih dan make up? Biar pacarku seneng, bagus kan?" balasnya menatap pantulan Fauzan dari cermin. 

"Kamu tahu kan aku paling gak suka kamu bohong? Jujur mau kemana? Mau ketemu siapa? Aku gak akan larang juga kok." 

"Kamu pikir aku suka kalo kamu bohong?" Mata Jessi melirik ke atas kasur menangkap beberapa benda asing di kamarnya itu. 

"Kata orang, kalo pasangan udah tiba-tiba romantis itu tandanya dia habis melakukan kesalahan yang fatal. Aku yakin kamu gak gitu kan, By?" tanyanya dengan nada yang manja sembari memutar tubuhnya menatap Fauzan secara keseluruhan. 

Disana tertangkap jelas sekali raut panik dan tegang Fauzan. Jessi tersenyum sinis menatap kekasihnya yang langsung berubah sikap, seperti maling ketahuan warga. 

"Kamu ingat kan kapan kesempatan terakhir kamu? Aku gak akan kasih kamu kesempatan yang kesekian kalinya lagi untuk lain kali." 

***

"Lo boleh kok nangis, kecewa dan sedih. Tapi satu yang gak boleh lo lakuin, nyerah. Gue tahu kalo Jessi yang gue kenal ini bukan orang yang gampang nyerah." 

Rere menggenggam erat tangan Jessi yang ada di atas lutut wanita itu. Bohong jika dirinya tidak ikut hancur melihat keadaan kacau sahabatnya. Ia bisa melihat banyak sekali bekas luka di sekitaran tangan serta kakinya. 

"Re, jangan bilang siapa-siapa yah! Aku gak mau semakin banyak nerima tatapan kasihan. Aku bisa sembuh kok," katanya menatap lekat mata Rere yang sudah berkaca-kaca. 

Wanita yang biasanya bersikap tangguh dihadapan teman-temannya itu kini menjatuhkan rasa gengsinya dan menunjukkan kesedihannya.

"Iya. Cuma gue yang tahu," jawabnya menurut. Keinginannya besar untuk melihat Jessi terus tersenyum senang. 

Jessi melepaskan genggaman tangan Rere dan memindahkan tangannya untuk mengusap pipi Rere yang putih mulus tanpa polesan make up sedikit pun. Sahabatnya itu memang tidak menyukai hal yang berbau wanita lainnya sukai. 

"Rere yang aku kenal juga gak lemah. Masa gini doang nangis sih?" Sengaja Jessi berikan senyuman termanisnya untuk menenangkan hati dan pikiran Rere meskipun tidak akan berhasil sepenuhnya. 

"Gue gak akan nangis kalo lo selalu bahagia. Gue gak akan nangis kalo lo juga gak nangis. Cerita semuanya sama gue, kita bisa lewatin bareng-bareng," balasnya. 

Jessi menganggukkan kepala untuk lebih meyakinkan Rere jika dirinya akan baik-baik saja. Tuhan masih belum selesai dalam menguji dirinya. Tuhan belum mengizinkannya meninggalkan dunia ini dengan masalah yang begitu pelik yang harus dirinya selesaikan lebih dulu. 

"Makasih. Makasih untuk semuanya. Jangan pernah bosan untuk aku repotin yah, Re!" 

Ia pergi untuk menemui Rere. Memeriksakan keadaannya kepada dokter dengan ditemani oleh wanita itu. Dan ternyata benar dugaannya selama ini, dirinya tidak baik-baik saja. 

"Mau balik? Gue anter!" 

Jessi menggelengkan kepalanya. Dirinya masih kekeuh untuk tidak akan mengizinkan siapa pun datang ke rumahnya. Rumahnya bukanlah tempat menyenangkan untuk menenangkan diri. Melainkan tempat yang tepat untuk menyiksa diri. 

"Aku balik sendiri aja yah, Re? Kamu udah terlalu repot ngurusin aku," katanya menolak tawaran yang sudah Rere berikan. 

"Lo sendiri yang tadi bilang kalo gue jangan ngerasa repot. Gue gak akan pernah menawarkan diri kalo gue sendiri yang ngerasa repot, lo tahu itu, kan? Gue gak mau tahu lo harus balik bareng sama gue. Tenang aja gue bawa mobil kok bukan motor," balasnya tak mau kalah. Pantang kalah bagi Rere dalam menghadapi siapa pun. 

"Yaudah tapi gak perlu sampai depan rumah yah!" 

"Harus sampai depan rumah tapi gue janji gak akan pake mampir. Cuma nganterin lo aja."

Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Jessi menyetujuinya. Bukan hal yang besar juga jika dirinya diantar sampai depan rumah. Lagipula tidak harus sampai segitunya melarang semua orang berkunjung, yang penting mereka tidak perlu mendengar hal yang aneh dari dalam rumahnya.