Rere kembali menemani Jessi untuk ke rumah sakit. Kali ini ia yang memaksa karena berulang kali sudah Jessi menolaknya.
Setelah pulang dari rumah sakit, Rere mengajak Jessi mencari makan siang lebih dulu. Jangan tanya Cleo kemana, karena wanita itu pasti sedang sibuk dengan kekasihnya.
"Re, emangnya kamu gak sibuk nyiapin ujian apa? Kan bentar lagi tuh," kata Jessi membuka percakapannya sambil menunggu mie ayam pesanan mereka datang.
"Gampang lah itu. Lagian apa yang mau disiapin coba? Mending refreshing otak dulu kan sebelum ujian," jawab Rere dengan santainya. Lagipula untuk apa dipikirkan, apa yang Rere katakan memang benar kan?
Jessi terkekeh mendengarnya. Para sahabatnya memang senang sekali berpikir seperti itu, ya sudahlah tidak akan Jessi ganggu. Lagipula tugasnya hanya mengingatkan bukan mengatur hidup orang lain.
"Oh iya, Jess, kemaren gue ketemu sama Jeno, dia kenapa makin judes sih kalo ketemu gue? Perasaan gue gak ada salah apa pun deh sama dia," kata Rere kembali mengingat kejadian kemarin saat dirinya bertemu dengan Jeno di sebuah cafe.
"Kak Jeno kan emang gitu, Re. Tapi, kalo sama kamu aneh juga sih. Masalahnya kalian itu deket banget kan dulu?"
Jeno dan Rere adalah dua orang yang sangat dekat melebihi dekatnya Jeno dan Jessi. Rere bahkan hampir mengetahui semua rahasia hidup Jeno, tentang keluarganya pun Rere tahu hanya saja ia selalu diam selama ini untuk menghargai Jessi. Namun, setelah kelulusan dirinya tiba-tiba saja Jeno menjauh dari hidup Rere dan menjadi seperti orang asing yang tak pernah saling kenal.
"Gak tahu lah. Padahal gue ngerasa gak ada masalah apa pun sama tuh orang," decaknya kembali merasa kesal. Baiklah dia kecewa ketika secara tiba-tiba Jeno menjauh tapi itu sudah lalu, tiga tahun lalu. Kini ia sudah melupakan rasa itu dan harus kembali kesal ketika bertemu dengannya.
Mengingat kedekatan Rere dan Jeno, kakaknya. Jessi jadi teringat dengan sebuah foto yang masih terpajang rapih di kamar Jeno. Foto berdua bersama dengan Rere ketika hari kelulusan pria itu.
"Re, kamu sama Satria gimana?" Ah, Jessi jadi ingin menanyakan hal itu.
Jelas saja jika Rere terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Jessi itu. Pasalnya mereka tidak pernah membahas tentang masalah pribadi dirinya. Begitu pun tentang hubungan asmaranya dengan siapa pun.
"Lah ngapain nanyain gue sama Satria? Emang ada apa kita?" Pertanyaan balik dari Rere barusan adalah untuk menutupi rasa gugup yang melanda dirinya secara mendadak.
"Oh ayolah, Re. Kapan sih mau ngaku kalo kamu suka sama dia? Emang apa salahnya suka sama Satria? Toh dia juga masih sendiri, kan?"
Rere dibuat terdiam untuk menjawabnya. Jessi tidak akan mengerti permasalahannya dan Rere tidak berniat untuk menjelaskannya.
"Buat apa sih ngaku duluan?"
"Gengsinya gak pernah turun."
"Ya emang buat apa? Gue gak perlu kok dia tahu, lagian itu cuma rasa masa lalu aja. Gak penting buat diinget," balasnya tak mau kalah.
Kedatangan mie ayam menghentikan topik obrolan mereka yang menurut Rere sangat tidak penting. Mereka pun asik menikmati santapan langganan mereka bertiga sejak jaman sekolah dulu.
***
Karena tidak mau sahabatnya stress berdiam di dalam rumah terus, setelah makan mie ayam Rere mengajak Jessi untuk menjelajahi gedung tinggi yang berisi semua perlengkapan kehidupan manusia di dalamnya.
Rere yang biasanya tidak suka berbelanja kali ini harus mencoba excited untuk memancing mood Jessi dalam berbelanja.
"Kemaren gue nemu jaket samaan bagus banget deh di instagram. Cari di mall ini ada gak yah?" tanya Rere entah ada siapa.
"Tumben banget kamu excited liat baju bagus? Biasanya juga paling males," kata Jessi terkekeh dengan tingkah Rere yang terlalu berbeda.
"Ya emangnya gak boleh? Gue kan juga cewek, Jess. Wajarlah."
Setelah mengelilingi toko pakaian untuk mencari apa yang mereka inginkan, mereka melanjutkan perjalanan mereka untuk menemui Cleo di kampusnya.
Baru saja sampai di parkiran gedung jurusan Cleo, seseorang sudah menghentikan pergerakan mereka. Disana ada Evelyn sedang berbincang berdua bersama dengan Satria. Ada dua hati yang langsung dibuat patah dengan kehadiran satu wanita.
Mengesampingkan perasaannya sendiri, Rere menggenggam tangan Jessi untuk menyalurkan vibes positif yang ia miliki.
"Ayo turun! Tujuan kita buat ketemu Cleo bukan jenglot," kata Rere kemudian memilih untuk turun duluan meninggalkan Jessi yang tertawa tipis mendengarnya.
Jessi yang memiliki masalah, Rere yang gugup. Kepalan tangannya mengerat serta gigi yang ia tahan untuk tidak bergemetak.
"Lyn?"
Rere yang sudah berniat untuk melewati mereka tanpa sapa terpaksa harus menghentikan langkahnya karena sapaan Jessi pada wanita itu.
Wajah Lyn tertangkap jelas langsung tegang seketika saat menoleh pada keberadaan Jessi. Sedangkan Satria dengan wajah datarnya tetap terlihat biasa saja.
"Jessi?"
"Apa kabar?" sapa Jessi kemudian menarik tangan Lyn untuk masuk ke dalam pelukkannya. Membuat Lyn terkejut mengalaminya. Begitu pun juga dengan Rere yang rasanya malah ingin menampar Evelyn namun belum kesampaian.
"Aku kangen kamu, Lyn," kata Jessi memeluk erat tubuh Evelyn.
Meskipun dengan tubuh yang tegang, Evelyn tetap memaksakan tangannya untuk membalas pelukan sahabat lamanya.
"Aku… Aku juga kangen sama kamu, Jes. Kamu apa kabar?" tanyanya gugup.
"Aku baik." Jessi melepaskan pelukannya dan menatap Evelyn seakan menilai sesuatu.
Mengambil kesempatan, Rere menarik tangan Jessi agar menjauhi Lyn dan mendekat kepadanya.
"Lo gak perlu sampe meluk dia juga kali, Jess. Terlalu kotor," kata Rere sarkas dengan tatapan tajam menatap pada wanita yang berada di sebelah Satria.
"Re!" Jessi Dan Satria menegur Rere secara bersamaan. Bukannya membela, mereka hanya tidak suka jika keluar kasar untuk sesama manusia terlebih lagi saling kenal Dan pernah dekat.
Mengabaikan Jessi, Rere justru membalas tatapan tajam Satria yang menjurus ke matanya.
"Kenapa? Lo ada masalah gue ngomong kayak gitu sama sahabat lo? Suruh tuh cewek intropeksi diri!"
"Lo gak perlu suruh gue intropeksi diri, Re. Mending lo sendiri aja yang lakuin itu. Gue jadi curiga, lo lakuin itu buat bela Jessi atau buat diri lo sendiri?"
Semuanya terdiam mendengar balas dari Evelyn. Ya, Evelyn yang mereka kenal tidak sama sekali kalem dan lemah lembut, justru sebelas dua belas dengan sikap dan perilaku Rere.
"Maksud lo apa?" tanya Rere seakan menantang. Apa sih yang wanita itu ketahui tentang dirinya? Rupanya Rere melupakan jika mereka pernah sangat dekat hingga berbagi cerita.
Lyn terkekeh sinis menatap Rere menantang. "Gue masih inget semuanya Re kalo lo lupa. Gue tahu semuanya. Apa perlu gue kasih tahu orangnya langsung sekarang?"
Seketika Rere melotot. Benar, benar jika Evelyn tahu sesuatu tentang hal itu. Namun, ia tidak akan membiarkan dirinya kalah dalam pertarungan kali ini.
"Gue gak takut. Lagipula udah gak peduli lagi dengan gimana reaksi dia. Coba aja kalo lo berani!" tantang Rere tanpa wajah takut yang sebenarnya hatinya terus saja berdebar, takut Lyn akan sungguhan mengatakannya.