Ajakan yang keluar dari mulut Fengying itu, sama sekali tak terprediksi oleh Annchi.
Dengan perasaan kaget, Annchi berbalik menatap Fengying dengan kesal dan tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar kala itu.
"Apa?! Apa yang Bapak maksudkan?"
"Hah, haha, jangan pura-pura. Kau pasti sudah dibayar mahal, kan oleh Nenek sihir itu? Tidur denganku juga bahkan tak akan menjadi masalah, kan?"
Fengying memandang Annchi dengan tatapan rendah. Dia sudah tahu bahwa semua wanita yang mendekatinya itu tak lain hanya menginginkan sesuatu darinya. Tak ada satupun yang tulus.
"Apa yang Bapak bilang? Bapak pikir saya siapa?"
Annchi benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar itu. Pria yang selalu baik, tak pernah berkata kasar pada orang dan selalu memperlakukan wanita seperti barang berharga itu sekarang telah berubah menjadi iblis.
"Kenapa? Kau tak bisa? Hah, hahahaha, hahahaha." Fengying mulai tertawa lagi seperti orang gila. "Sekarang pergi!" Fengying memelototkan matanya pada Annchi yang sontak membuat bulu kuduknya bergidik.
Tatapan Fengying, perlakuan dan tingkah lakunya itu sudah tak sama lagi seperti dia yang dulu.
Jiming yang kala itu melihat suasana yang terjadi semakin memanas, kemudian langsung mendatangi Annchi dan memintanya pergi baik-baik.
"Nona, silahkan!" Jiming membukakan pintu ruangan Fengying agar Annchi bisa keluar dari sana.
Tapi, dengan ego yang sama besarnya dengan Fengying, Annchi sam sekali tak mau keluar juga.
Fengying sangat kesal melihat tingkah dari Annchi yang sudah dia cap terlebih dahulu sebagai wanita murahan itu. Dia kemudian menyermik dan menarik tangan Annchi.
"A-apa? Apa yang mau Bapak-"
Fengying yang kala itu sudah memegang tangan Annchi, kemudian menyeretnya keluar dari ruangannya itu dengan kasar.
Tak terima diperlakukan seperti itu, Annchi langsung menggigit tangan Fengying sekuat tenaga.
"Aaaaa, kurang ajar. Apakah kau ini anjing? Kenapa kau menggigit orang hah?!" Fengying memegang tangannya yang baru saja digigit oleh Annchi itu dengan ekspresi yang semakin kesal.
"Wanita gila, sekarang juga kau pergi. Kalau tidak aku akan melakukan hal yang lebih buruk lagi! CEPAT!"
Jiming sangat kaget dengan apa yang terjadi kala itu. Dia sama sekali tak mengira bahwa mereka akan sampai berkelahi seperti itu.
Pada saat yang sama, semua pegawai yang ada di sana turut melihat ke arah ruangan CEO yang sangat ribut itu.
"Hey, ada apa di ruangan Pak Fengying?" tanya seorang karyawan pada karwayan lain yang terlihat baru saja melewati ruangan Fengying dengan tergesa-gesa.
"Oh, ya ampun. Kau tahu, Pak Fengying sedang berkelahi dengan wanita cantik," jawabnya.
"Apa? Wanita cantik?" tanya seorang Ibu yang terlihat pada usia awal empat puluh tahunan.
"Oh, Nyonya." Para pegawai yang kala itu tengah bergunjing, sontak menundukkan kepala mereka sambil memberikan hormat pada Nyonya Ji-istri kedua dari Ayah Fengying, Ibu tiri yang biasa dipanggil Nenek sihir oleh Fengying.
"I-itu Nyonya. Tadi ada wanita di ruangan Pak Fengying yang membuat kekacauan."
"Oh, wanita, yah?" Nyonya Ji langsung berjalan menghampiri Fengying dengan tergesa-gesa.
Sesampainya di sana, ternyata benar, wanita yang sudah dia pilih menjadi Sekretaris pengganti Bai Jiming itu, tengah beradu mulut dengan Fengying bagaikan kucing dan tikus yang dimasukkan ke dalam kandang yang sama.
***
"Ada apa ini?" tanya Nyonya Ji dengan wajah penasarannya.
Saat Fengying menyadari bahwa Ibu tiri yang amat dia benci itu hadir di sana, dia langsung tersenyum.
"Oh, jadi yang menjadi dalang sudah datang?" Fengying menatap wanita yang sudah membuat Ayahnya meninggalkan Ibu kandungnya itu dengan tatapan rendah.
Seumur hidup, Annchi tak pernah melihat Fengying berlaku seperti itu. Dia yang tak tahu bahwa wanita yang sekarang berada di depan Fengying itu adalah wanita yang sudah membuat kebahagiaan keluarganya hancur, mulai angkat bicara.
"Bapak, Bapaka jangan berlaku kasar kepada Ibu Bapak sendiri. Ingat Pak, dia adalah wanita yang telah melahirkan Bapak. Jadi Bapak jangan-"
"Apa?"
Fengying sontak berbalik dan menghadap ke Annchi dengan perasaan kesal dan tak percaya dengan apa yang dia katakan itu.
"Kau bilang apa? Ibu? Melahirkan aku?"
Seketika Annchi terdiam membeku saat dia dilemparkan tatapan tajam yang menusuk dari Fengying itu.
"Sudah aku bilang, kau pergi! Aku tak butuh Sekretaris baru. Biar aku yang akan mencarinya sendiri," ujar Fengying. Dia sudah tak mau melihat wajah Annchi lagi di sana.
Annchi pun akhirnya tak bisa berkutik lagi. Senua pikirannya kala itu gelap. Dia tak tahu harus melakukan apa agar Fengying mempekerjakannya di sana sebagai Sekretarisnya.
Tiba-tiba, sebuah ide gila pun melintas di kepala Annchi.
Dengan menarik nafas panjang dan menggenggam telapak tangannya sendiri, Annchi kemudian melompat ke arah Fengying dan menciumnya.
Cupp!
"What? Apa yang-"
Semua pegawai yang ada di depan pintu itu terperanjat seperti orang gila. Mereka amat terkejut dengan perlakuan pegawai baru yang amat berani kepada CEO mereka itu.
"Oh, Tuhan, dia sangat berani pada Tuan Ji."
"Kau lihat saja, wajah yang sempurna itu, pasti dia sudah merencanakan ini sejak lama."
"Apakah dia ingin jadi simpanan Tuan Ji?"
Annchi mendengar apa yang mereka katakan kala itu. Annchi pun melepaskan bibirnya dari bibir Fengying dan langsung menatap para pegawai yang mengatakan hal omong kosong yang tak bisa dia bayangkan itu kalau benar terjadi.
"Simpanan? Omong kosong macam apa itu? Sampai mati pun, aku tak akan mau jadi simpanan pria gila ini. Cukup sekali saja aku mencintainya. Sekarang, perasaan yang ada di hatiku ini hanyalah rasa dendam dan amarah padanya," pikir Annchi dalam hatinya.
Fengying pun tersenyum. Setelah Annchi melepaskan bibirnya dari bibir Annchi dan melihat ke arah pintu, Fengying pun menarik tubuh Annchi dan membalas ciumannya itu dengan agresif.
"Smooch, muaahh."
Ciuman yang tak pernah dia rasakan seumur hidupnya. Annchi yang terseranjat kala itu, melihat wajah Fengying yang amat dekat dengannya sehingga seru nafasnya pun bisa dia rasakan dengan jelas.
Tak sampai di situ, Fenying berusaha memasukkan lidahnya pada mulut Annchi yang sontak membuat matanya terbelalak dan berusaha melepaskan dekapan Fengying yang amat kuat itu.
"Gila, gila, gila. Apa ini? Ciuman macam apa ini? Kau iblis, Fengying. Tapi, kenapa ciumannya begitu nikmat. Rasanya sangat aneh. Aku...seperti kehilangan kendali." Annchi sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Tubuhnya lemas kala itu.
Belum pernah dia merasakan ciuman dari seorang pria, Fengying adalah ciuman pertamanya. Cinta pertama, ciuman pertama, dan pengkhianat pertama yang menghancurkan hatinya.
Tak lama kemudian, Annchi pun kembali pada kesadarannya dan langsung menampar Fengying sekuat tenaga.
Plakk!
Tamparan yang amat kuat itu membuat Fengying memegang pipinya sambil tersenyum bagaikan iblis.
"Kenapa? Apakah masih kurang? Kau mau lagi?"