Chapter 8 - HAMPIR SAJA DIREBUT

Fengying terlihat memandangi langit-langit kamar itu dengan intens. Bagaikan tengah menghitung bintang di langit, dia tak berkedip. menemukan jawaban dari bilangan bintang? Itu sangat mustahil baginya. Kalau ditanya saat itu juga, apa yang ada di pikirannya, pasti dia akan menjawab 'tak ada'.

Begitulah Fengying yang sekarang, Fengying yang sudah berubah menjadi pribadi yang berbeda. Terlihat dengan jelas kesedihan di wajahnya, sakit hati, kepedihan yang Annchi sendiri tak mengerti kenapa dia bisa terlihat begitu menderita.

Annchi pun membuka mulutnya tanpa sadar. "Apa yang membuatmu begitu menderita?" Satu pertanyaan yang cukup untuk membuat Fenying berbalik pada Annchi dan menatap tajam dirinya.

"Apa yang kau katakan?" Fengying pun bangun dari posisinya kala itu, kemudian perlahan mendekati Annchi yang sekarang tengah ketakutan karena mulutnya yang tak bisa dijaga itu.

"Apa? Aku...maaf aku harus pergi!" Annchi pun segera berlari dari sana, instingnya mengatakan bahwa kalau dia masih berada di sana, maka dia pasti akan dimakan oleh Fengying.

Annchi yang kala itu sontak berlari ke depan pintu, langsung di tarik oleh Fengying dengan kekuatan yang bukan main sampai dia pun jatuh ke atas kasur.

Buff!

Suara bantingan tubuh langsing Annchi itu, memantul di telingan Fengying. Annchi yang terus berusaha pergi dari sana, membuat Fenying sontak menahan gerakannya dengan kedua tangannya yang dia tautkan dan diangkat ke atas. Kaki Annchi yang kala itu terus meronta-ronta juga dibungkam oleh Fengying dengan mendudukinya.

Sekarang, Annchi benar-benar sudah tak bisa bergerak lagi, dia sudah bagaikan kelinci yang siap diterkam oleh Raja singa yang buas.

"Pak, Tuan muda! Lepaskan saya! Saya mohon!" Annchi melihat pandangan mata Fengying yang seperti bukan dirinya lagi.

"Tadi, kau bilang apa? Aku terlihat menderita?" tanya Fengying tanpa ekspresi sambil memelototkan matanya pada Annchi.

"Ada apa denganmu? Lepaskan aku!" Annchi kala itu terus meronta-ronta, tapi tentu saja dia tak bisa lepas begitu saja.

"Maafkan aku kalau aku sudah berkata sembarangan. Aku mohon lepaska-" baru saja Annchi mau melanjutkan apa yang kala itu dia ucapkan, bibir Fengying lebih cepat dari gerak bibirnya dalam mengucapkan kata-kata itu.

"Mmmffff, Feng....mffff...Tuan!" Annchi benar-benar tak bisa berbuat apa-apa kala itu, dia sudah seperti ditarik masuk ke dalam lubang neraka yang tiada dasarnya.

Nafas mereka memburu satu sama lain. Perlahan Ancchi merasakan tubuhnya kejang dan geli, saat tangan Fengying menyentuh bagian tulang punggungnya hingga bagian dada atas ke leher itu dengan lembut.

"Ah, Fenghh...ak...ku..." Annchi sudah tak bisa berpikir jernih lagi, dia hanya bisa menerima sekaligus merasakan hal yang masih terbilang baru saja pernah dia rasakan seumur hidupnya itu.

Fengying pun mengusap bibir Annchi yang batu saja dia lepaskan itu. "Annchi, kau bilang, kau mau jadi sekretarisku, kan? Buatlah aku senang. Maka kau akan mendapatkan apa yang kau mau."

Mendengar apa yang Fengying katakan itu, membuat Annchi terbelalak. "Ah..apa?" Annchi berusaha mengatur kata-kata yang keluar dari mulutnya kala itu, tapi, Fengying terus saja menggeliatkan tangannya itu di bagain sensitif Annchi. Hal seperti itu, baru pernah dia rasakan. Sentuhan pria seperti itu, dia bahkan tak pernah memikirkannya sekalipun. Namun, sentuhan Fengying begitu lembut sehingga membuatnya lupa akan tujuannya datang ke sana kala itu.

"Annchi. Namamu...Annchi, kan?" bisik Fengying lembut di telinga Annchi sambil mengecup dahinya, yang sontak membuat Annchi mengangguk sebagai jawabannya. "Bagus sekali, sekarang aku akan memanggilmu Annchi," lanjutnya sambil tersenyum.

Kala itu, entah kenapa setiap kulit Fenying bersentuhan dengan Annchi, dia merasa sesuatu yang berbeda. Apalagi, nama wanita yang kala itu berada di bawahnya, sangat mirip dengan wanita yang sangat dia cintai, wanita yang sudah meninggalkannya tujuh tahun lalu.

***

Setengah jam sudah Fengying memainkan tubuh Annchi dengan sentuhan-sentuhan lembut yang membuat dirinya hampir gila, sekarang waktunya berpindah ke pesta utama mereka malam itu.

"Feng...aku...su-dah..tak...ah..." Fenying kala itu tak bisa menahan seyuman di wajahnya. Entah kenapa setiap dia melihat Annchi-wanita yang ada di depannya itu, wanita yang terus menggerang nikmat akan sentuhannya itu, membuatnya merasa senang. Dia tak bisa menahan dirinya untuk tidak memainkan Annchi yang kala itu sudah tak menggunakan busana luar lagi, karena Fengying yang sudah melepas semua hingga hampir sempurna.

"Fenying, hentikan. Aku mohon!"

Fenying yang kala itu mendengar suara permohonan manja dari bibir mungil Annchi yang manis itu, semakin menggila. Hasrat ya akan wanita yang ada di depannya itu semakin bangkit dan menjadi-jadi. Dia sudah tak peduli apapun lagi, yang penting dia bisa cepat bersatu dengan wanita yang ada di depannya itu.

"Annchi, aku akan melepaskan celanamu!" Tangan nakal Fengying pun, tak bisa tenang lagi. Jemarinya yang lentik itu, perlahan memaksa celana training Annchi yang dia kenakan itu, meninggalkan tempatnya.

Annchi yang kala itu menutup matanya rapat-rapat, saat dia merasa ada sesuatu yang mulai menyentuh perutnya hendak melepaskan celananya itu, saat itulah dia mulai beteriak histeris dan langsung menangis bagai anak bayi.

"Kumohon, Fengying. Jangan! Hiks, hiks, aku mohon! Tidaakk! Jangaann! Huwaaa. Maafkan aku! Huwaaa." Tangis yang menjadi-jadi dari Annchi kala itu, sontak langsung menyentuh hati Fengying. Dia tak bisa melanjutkan apa yang kala itu ingin dia lakukan lagi.

"Hey, Annchi, hey!" Fengying berusaha menyadarkan Annchi yang kala itu terus saja menangis tanpa henti, tapi dia seakan tak mendengarkan apa yang Fengying katakan kala itu.

"Hey, oh astaga ada apa dengan wanita ini? Apakah ini benar-benar merupakan kali pertamanya? Shit!"

"Hey, Annchi. Lihat! Aku sudah tak melakukannya lagi. Hey, sadarlah, Annchi!"

"Tidak, maafkan aku, hiks, hiks." Annchi yang kala itu menangis sambil menutup matanya rapat-rapat itu, benar-benar seakan tak mendengarkan suara Fengying sama sekali.

Melihat hal itu, Fenying pun tak ada pilihan lain selain membungkam mulutnya itu dengan ciuman kemudian memeluknya dengan erat hingga dia akhirnya sadar bahwa Fengying sudah tak melakukan apa-apa padanya lagi.

"Mmm,...mffff..muacch!" Di akhir ciuman mereka itu, dengan mata yang masih berderai air mata, Fengying pun mengatakan padanya bahwa semua baik-baik saja. Dia tak perlu kahwatir lagi.

"Amnchi, diamlah! Sshh, shhh." Elusan dari tangan Fengying yang menyentuh langsung kulit bahu mulus nan putih Annchi itu pun, akhinya bisa membuat dia sadar dan perlahan menajdi tenang.

Kala itu, dalam keheningan, terdengar Annchi yang sedang menarik ingusnya setelah menangis. Dan entah kenapa hal itu malah membuat Fengying tertawa.

"Pfft, hahahaha, hahahaha." Itu adalah kali pertamanya bagi Annchi melihat Fengying- pria yang selalu bersinar di SMA itu tertawa setelah tujuh tahun kemudian. Padahal yang selalu saja terukir di wajahnya sejak pertama Annchi bertemu kembali dengannya kala itu adalah rasa kesal, kecewa dan juga sakit hati.

"Annchi, kau memang sangat mirip dengan-" Fengying pun tak melanjutkan apa yang ingin dia katakan.

"Mirip dengan siapa?" Tiba-tiba saja, raut wajah Fengying langsung berubah saat itu. Dengan ekspresi dingin, dia kemudian melempar tatapannya pada Annchi yang kala itu masih berada di pelukannya.

"A-ada apa?"