Chereads / MY SWEET REVENGE: Tuan Muda Paranoid, Kau Semakin Nakal / Chapter 12 - INGIN RASANYA AKU MEMELUKMU

Chapter 12 - INGIN RASANYA AKU MEMELUKMU

"Sejak kapan Tuan meminum obat seperti ini?"

Annchi mencengram tangan Fengying dengan erat. Padahal dia itu tak pernah sekalipun lagi peduli pada pria yang ada di hadapannya itu, tapi, kenapa saat tahu bahwa dia meminum obat pemenang yang sama dengan istri kakak sepupunya yang gila itu, dia menjadi sakit hati.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Fengying?" Annchi hampir saja mau menangis kala itu.

Tapi, Fengying yang mendapat perlakuan seperti itu, sama sekali tak bisa menerima apa yang sedang Annchi lakukan kala itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Fengying menatap tajam pada tangannya yang dipegang oleh Annchi itu. "Kau jangan bertingkah seperti kau mengenalku. Kau tidak lebih dari orang baru di sini. Jangan pernah melewati batasan, kalau tidak, kau akan menerima akibatnya!" Fengying pun mendorong tangan Annchi sekaligus tubuh wanita itu menjauh darinya.

"Aww! Apa yang-" Annchi yang kala itu tengah meringis kesakitan saat dia jatuh didorong Fengying, sontak terkejut saat dia melihat Fengying sudah ada di depannya, mencengkeram mulutnya sambil melotot.

"Kau jangan pernah lakukan hal bodoh seperti itu. Kalau tidak, aku pasti akan membuat kau menyesal sudah pernah mengenalku. Paham?!"

Fengying pun melepaskan tangannya dari wajah Annchi dengan tanda kukunya yang memerah dan terasa agak sakit di sana.

Annchi hanya dapat menunduk dengan mata yang berkaca-kaca. "Kenapa kau jadi seperti ini? Padahal dulu kau tak seperti ini. Atau jangan-jangan ... " Tak lama kemudian, dia pun mengangkat mukanya ke atas saat dia menyadari pintu ruangan itu sudah tertutup dan Fengying sudah meninggalkan dia sendiri di sana.

Brak!

"Apa yang-"

Annchi terlihat tenggelam dalam pikirannya yang bercabang. Padahal selama di SMA dia tak pernah punya penyakit apapun. "Kenapa sekarang? Apa lagi yang sudah berubah padamu, Fengying saat aku tak ada?"

***

Sementara itu, pada saat yang sama Fengying sudah sampai di dalam kamar mandi pria.

Sambil berdiri melihat pantulan bayangan dirinya, dia pun mengutuk.

"Sial. Kurang ajar! Kenapa dia harus tahu. Kenapa? Padahal tak ada satupun yang tahu dan peduli dengan apa yang aku minum. Bahkan ... Mungkin kalau sampai aku meminum racun dan mati, tak akan ada yang peduli juga. Keparat!"

Brak!

Fengying pun memukul kaca di dalam kamar mandi yang dia masuki itu sampai pecahan kaca yang sedang dia pukul itu ada yang masui ke dalam punggung tangannya.

"Darah ini, apakah akan ada orang yang peduli padaku? Kenapa? Kenapa selalu saja wanita yang mirip dengan Annchi itu yang sadar semuanya. Dia benar-benar membuatku ..." Fengying pun menunduk sambil meremas kepalanya dengan rasa frustasi yang meluap di dalam hatinya. "Kenapa hanya dia? Kenapa hanya dia yang terlihat berbeda?" lanjutnya bertanya pada dirinya sendiri.

Tak lama kemudian, ponselnya pun berbunyi.

"Siapa yang-" dia terlihat agak kesal saat melihat nama yang tertera di panggilan telepon itu. "Halo," sapanya.

"Maaf, Tuan. Saya harus mengatakan ini, karena Presdir ada di sini," kata Annchi dibalik telepon.

Saat Fengying mendengar kata Presdir dia benar-benar gemetaran. "Apa yang Ayah inginkan sampai datang sendiri ke sana?" tanya Fengying dengan nada suaranya yang agak bergetar.

"Saya juga tidak tahu, Tuan. Sebaiknya segera datang ke sini, Tuan!"

Bib!

Fengying pun segera bangkit dari lantai yang kala itu sudah penuh dengan tetesan darah dari tangannya yang memukul kaca itu.

"Apa yang dia inginkan sekarang? Apakah dia akan mengatakan omong kosong, lagi? Apakah Mama yang sudah meninggal saja tidak cukup?" Fengying menggertakkan giginya kesal. Ingin rasanya dia tak pergi dan melihat sosok Ayah, yang sudah tak lagi dia hormati karena beberapa alasan itu.

Akan tetapi, pada saat yang sama, kalau dia tak pergi pasti Ayahnya akan menyalahkan Mamanya walaupun wanita yang pernah dia cintai itu sudah meninggal, tapi hati dingin dan kejam yang dia punyai itu tak akan pernah berbaik hati.

Fengying pun langsung pergi menemui Ayahnya yang kala itu sedang menunggu di dalam ruangannya.

***

"Ke mana dia? Kenapa dia lama sekali?" tanya Ayahnya Yang kala itu sudah mulai kesal dengan apa yang terjadi.

Annchi pun berusaha dengan sekuat tenaga agar dia bisa membuat Ayah Fengying tak berpikiran macam-macam dan tetap menunggu di sana dengan tenang. "Maafkan Tuan muda, Presdir. Saya rasa sekarang Tuan muda sedang berada di-"

Brak!

Semua mata tertuju pada Fengying yang kala itu baru saja memasuki pintu ruangannya dengan tiba-tiba.

"Apa yang sedang Presdir lakukan di si-" belum sempat dia menyelesaikan apa yang hendak dia katakan kala itu, tangan Ayahnya sudah sampai terlebih dahulu di pipi Fengying sampai sudut bibirnya itu pecah.

"HHhH!?" Annchi menutup mulutnya rapat-rapat dengan mata yang membulat sempurna saat dia melihat kejadian yang sedang terjadi di depannya itu.

"Ada apa, Presdir?" tanya Fengying lagi, dengan raut wajah yang sama sekali tak berubah.

"Kau anak kurang ajar. Apa yang coba kau lakukan? Hah?! Kau mau membuatku mati seketika? Dasar kau biadab!"

Makian demi makian Fengying terima kala itu, dia sama sekali tak merasakan apa-apa. Hanya hati yang sudah mati yang dia rasakan saat dia berbicara dengan Ayahnya- pria yang sudah selingkuh dengan sahabat Mamanya sendiri saat Mamanya sedang dalam kondisi koma karena sakit.

Annchi benar-benar sudah tak tahan lagi, ingin rasanya dia maju ke depan sana dan membela Fengying. Tapi, atas dasar apa dia membela pria yang menyedihkan di depannya itu?

Tak ada lagi hubungan yang bisa dibawa dan diumbar pada orang lain.

Sekarang, Annchi hanyalah sekedar Sekretaris yang harus mematuhi apapun yang diinginkan Fengying.

"Tsk, suasana membuatku ingin muntah," batinnya sambil menggenggam kedua tangannya dengan erat.

Kembali lagi pada Fengying yang mulai membuka mulutnya pada Ayahnya itu.

"Maafkan aku, Presdir. Tapi, apa yang sedang Presdir katakan? Aku sama sekali tak paham apa yang sedang Presdir katakan," lanjutnya sambil menyermik.

"Kurang ajar kau!" Ayahnya pun mencoba mengangkat tangannya lagi untuk memukul Fengying kala itu, tapi dia tahan saat dia melihat mata Fengying yang sama sekali tak takut padanya itu.

"Kau memang gila, sama seperti Ibumu yang sudah meninggal itu. Kita akan melanjutkan ini saat di rumah," ujarnya yang kemudian pergi sambil merapikan jas yang sedang dia pakai itu.

Fengying pun menundukkan kepalanya. "Selamat jalan, Presdir!"

Brak!

Saat pintu ruangan itu sudah tertutup dengan sempurna, Fengying pun langsung melonggarkan dasinya dengan kasar dan membuka satu kancing kemeja bagian atasnya.

Annchi yang masih berdiri terpaku di sana, sama sekali tak bisa mengatakan apapun. Dia bagai pajangan yang telah disimpan sampai berdebu disana.