Sambil memainkan kakinya kala itu, pria yang terlihat sangat kesal itu perlahan mendekati Annchi dan menariknya ke ruangannya kemudian membanting Annchi di depan pintu ruangannya itu.
Brak!
"Aww, apa yang-"
Fengying menahan tangan Annchi dalam genggaman tangannya. "Apa yang sedang kau coba lakukan?"
"Hah?" Annchi yang sama sekali tak tahu apa yang pria di hadapannya maksudkan itu, hanya bisa melongo sambil membuka mulutnya keheranan. "Apa yang sedang aku lakukan? Apakah aku sudah melakukan sesuatu yang salah?"
Fengying mengerutkan dahinya. "Kau tak akan pernah tahu, saat seorang pria datang dan mengajakmu makan siang, dia itu pasti ada maunya. Apakah kau bahkan kenal dengan Manager Jianying? Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan dia lakukan padamu!"
Fengying kala itu terlihat sangat kesal. Dia yang sangat tahu bagaimana sifat asli dari Manager Jianying itu.
"Dia itu adalah pria hidung belang yang selalu saja membuat para wanita tidur dengannya saat pertama bertemu. Kau tahu, Kenapa dia sekarang mendekatimu? Pasti dia ingin tubuhmu itu. Kau saja yang tak tahu kalau dia-"
"Cukup!!" Sela Annchi sambil menatapnya tajam. "Tuan Ji, apakah Tuan pikir semua pria itu sama seperti Tuan yang suka main perempuan? Jangan menjelek-jelekan orang lain saat Tuan sama sekali tak tahu apa yang dia rasakan." Annchi benar-benar kesal kala itu.
Tiba-tiba saja dia teringat pada saat dia mendengar dati mulut Fengying sendiri yang menyebut semua kejelekan dirinya pada wanita penggosip yang ada di kelasnya.
"Tuan tak akan pernah tahu, kan? Seperti apa perasaan orang saat orang yang dia kenal itu menjelekkan dirinya. Hufft~" Annchi menghela nafasnya. "Kalau begitu, saya kembali bekerja dulu, Tuan. Permisi!" Annchi pun pergi dari sana begitu saja.
Sementara Fengying masih berdiri kesal di depan pintu yang sekarang sudah dibuka paksa oleh Annchi itu.
Brak!
"Bodohnya wanita itu. Padahal aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kau pasti akan menyesal saat Jianying sudah menyentuhmu dan merusakmu nanti." Fengying pun mengurut dahinya kemudian kembali ke kursinya. "Sudahlah, intinya aku sudah mengingatkan padanya. Aku tak peduli kalau sampai terjadi apa-apa padanya. Biarlah dia yang rasakan sendiri." Dia pun kembali pada pekerjaannya.
***
Tak lama kemudian, waktu jam pulang kantor pun tiba. Annchi yang sudah sangat capek denagn semua kerjaan yang menumpuk dari si iblis Fengying itu, benar-benar tak bisa merasakan bahu dan juga jari-jarinya yang dipakai mengetik hingga pulang itu.
"Kurang ajar kau, Fengying. Semua jariku hampir saja patah. Kau benar-benar iblis. Sudah paranoid, suka marah-marah, psikopat gila dan sekarang boss gila. Lengkap sudah semua julukan yang kau miliki, hahaha." Annchi pun tertawa sendirian saat dia membayangkam semua yang dia katakan itu terjadi pada Fengying.
Sementara itu, satu persatu dari teman-teman Sekretaris yang lain sudah pulang terlebih dahulu.
"Annchi, apa yang sedang kau tertawaan itu? Apakah ada bahan yang lucu?" tanya temannya itu.
"Ah? Apa? Hehe, aku tak apa-apa. Aku hanya mengingat dombaku yang terlepas di rumah. Aku lupa memberinya makan, kebetulan namanya Ji," ucapnya perlahan.
"Apa yang kau katakan?"
"Ah? Hahahaha, tak ada apa-apa. Kalau begitu aku pergi dulu. Dada!" Annchi mengayunkan tangannya pada teman Sekretarisnya itu sambil tersenyum.
"Haha, kau sangat lucu Annchi. Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu, sampai jumpa besok. Oh ya, ingat yah, jangan lupa lihat Tuan Ji, dia masih ada di dalam sana," ujarnya.
"Oke, dah!"
Annchi pun mengintip ke dalam ruangan Fengying, berusaha melihat apa yang sedang dia lakukan di dalam sana.
"Apa yang sedang dia lakukan disana? Astaga dia tidur? Pfft, apakah dia sangat capek? Baiklah aku akan berbuat baik saat ini saja. Kau sebaiknya berterima kasih padaku," ujarnya yang kemudian masuk ke dalam untuk memakaikan selimut pada Fengying, karena udara saat itu terasa sudah dekat dengan musim salju.
Kriiet!
Annchi pun masuk ke dalam sambil mengendap-endap. Dia perlahan mengambil selimut yang ada di dalam lemari ganti pribadi Fengying, kemudian menyelimuti Fengying dengan perlahan. "Lihat bulu matanya yang lentik, aku tak bisa membedakannya dengan wanita kalau dia tak membuka mulutnya yang penuh dengan amarah itu. Cih!"
Annchi memandangi wajah tidur Fengying yang sama sekali tak pernah berubah saat dia masih SMA.
"Padahal dulu, kau adalah pria yang sangat baik. Tapi kenapa sekarang kau sudah berubah? Apakah jangan-jangan dulu itu, semua yang kau lakukan hanyalah sebatas peran saja?" Annchi pun bangkit dari sisi Fengying. "Sudahlah, aku tak mau berurusan lagi dengan pria ini lebih dari hubungan kebencian dan juga balas dendam semata." Annchi pun segera pergi dari sana. Tapi, saat dia hendak melangkah meninggalkan Fengying, tangan Fengying tanpa sengaja menahan tangannya sambil menangis.
"Jangan pergi!" Gumamnya dengan suara lirih.
"Apa? Apa yang kau katakan?" Ancchi yang sama sekali tak bisa pergi itu karena genggaman tangan Fengying yang begitu erat, akhirnya kembali ke sisinya.
"Hei, apa yang sedang kau lakukan? Lepaskan tangan-" baru saja Annchi mau melepaskan tangannya dari Fengying, pria itu kembali meneteskan air mata.
Dia terlihat sangat sedih dan juga sangat kesepian. "Jangan tinggalkan aku! Aku mohon, aku ... Sangat merindukanmu, Annchi," gumamnya.
Saat Annchi mendengar apa yang kala itu digumamkan Fengying dalam mimpinya itu, sontak terkejut dan melepas tangannya dengan paksa kemudian berlari keluar dengan cepat.
Brak!
Jantung Annchi berdebar dengan sangat kencang kala itu. Itu adalah kali pertamanya bagi wanita manis dan imut itu, merasakan hal seperti itu.
Perasaannya benar-benar kacau kala itu. "Apa yang dia katakan tadi? Astaga aku tak bisa lagi menatapnya. Aku tahu, dia pasti sudah gila, aku tahu itu!" Annchi menutup wajahnya yang sedang memerah itu rapat-rapat. Dia sudah tak tahu lagi apa yang sedang dia rasakan sekarang.
Rasa berdebar yang bercampur dengan perasaan seperti tenggelam dalam lautan sampai kau tak bisa bernafas dengan bebas itu, benar-benar membuat Annchi menjadi gila.
"Aku pasti sudah gila. Aku pasti sudah gila sama seperti dia! Annchi sadarkan dirimu! Hei! Dia itu adalah musuhmu! Kau harus sadar itu." Annchi pun berusaha membuyarkan pikirannya sendiri, sampai akhirnya Manager Jianying datang dan berdiri di hadapannya tanpa dia raskaan sedikitpun kehadiran pria itu.
"Hei, selamat siang. Apa yang sedang kau lakukan, Annchi?" tanyanya sambil memegang pipi Annchi yang sedang dia pukul itu sambil tersenyum.
"Apa?" Annchi yang terlejut itu langsung terjatuh.
"Oh, astaga. Maafkan aku kalau kau terkejut. Aku sama sekali tak bermaksud," ujarnya.
"Ahahah, tak apa." Jianying pun membantu Annchi bangun.
"Terima kasih. Kalau begitu, saya pergi du-"
"Tunggu!" Sela Jianying. "Apakah kau mau pulang denganku?" Pria itu pun menahan tangan Annchi.