"A-apa?"
Fengying pun mendekat pada Annchi dan menatapnya sedikit kemudian dia pun bangun, "kau! Sebaiknya kau jangan pernah melihat ke arahku seperti itu! Kau sangat jelek!"
"A-apa, apa yang kau katakan? Apakah kau bercanda?" Annchi memerah kesal. Dia bertanya-tanya apakah semua yang sudah dia lakukan selama ini tak berbuah apa-apa?
"Sial, kenapa aku masih terlihat jelek dimatanya? Jangan-jangan, mata Fengying yang sudah katarak, yah? Ya, pasti seperti itu. Kalau tidak, dia tak akan berpikiran seperti itu, cih!"
Annchi menatap Fenying dengan tajam.
"Hei, kau jangan tatap aku bagaikan kau ingin membakar semua bulu yang ada di wajahku. Sebaiknya, sekarang juga kau pulang! Sekarang aku sudah tak ada hasrat lagi pada wanita cengeng!" Fenying tersenyum tipis, seakan dia tengah mengejek Annchi kala itu.
"Cih, dasar orang gila. Kau lihat saja, aku belum selesai dengan semua pembalasan ini. Aku akan-"
"Apa lagi yang sedang kau tunggu? Apakah kau mau menghadiahkan tubuhmu lagi padaku? Tapi, maaf saja. Aku tak tertarik sekarang!" Fengying menyermik.
Annchi yang kala itu masih merasa malu dengan apa yang baru saja Fengying coba lakukan padanya itu, seketika tersadar bahwa pria yang ada di depannya itu hanyalah pria mesum yang sama sekali tak harus dipedulikan.
"Baik, saya akan pulang! Permisi!" Annchi pun bangun dari kasur hotel yang berantakan itu dengan cepat, karena dia sangat muak kalau terus berda di saan melihat wajah Fengying.
"Hey, tunggu! Apakah kau sama sekali tak mau kerja? Bukankah kau hampir saja menjual tubuhmu demi menjadi Sekretarisku, kan? Kalau begitu, besok jam enam pagi. Langsung kantor. Ingat, aku tak akan pernah menerima alasan apapun jika kau terlambat atau absen."
"Baik," jawab Annchi dengan setengah hati.
Fenying tersenyum, kemudian datang ke arah Ancchi dengan cepat dan menghadiahkan kecupan selamat jalan padanya.
Cup!
"A-apa yang ... What The-" Annchi menutup bibirnya rapat-rapat karena malu. "Kau sudah hila apa? Kau pikir aku ini, apa?"
"Kau adalah Sekretarisku, maka kau harus terbiasa dengan kontak fisik. Ingat, kau harus melakukan apapun yang aku mau. Kalau kau membantah, bahkan sekali saja, maka kau pasti akan menerima semua konsekuensinya!" Tegasnya.
"Iya, iya, baik. Kalau begitu sudah, kan? Aku pulang! Selamat malam!"
"Ingat tutup pintunya! Jangan jadi tamu yang tak tahu malu!" Teriak Fengying saat Annchi sudah sampai di depan pintu dan hendak masuk ke lift.
"What the-, aggrrhh." Annchi pun harus kembali lagi kala itu dan menutup pintu kamar yang tadi dia masuki.
Brak! Annchi membanting pintu kamar itu dengan sekuat tenaganya, kemudian menggedor dia kali sebelum akhirnya dia pun lari secepat kilat dari sana.
Brak. Brak.
"Kau tinggallah di dalam sana sampai pagi! Dasar pria mesum! Kurang ajar, aku hanya jadi bahan mainan dia saja. Sekali lagi, cih. Aku akan buat kau menyesal. Lihat saja, adik kecilmu yang selalu kau gunakan itu, pasti suatu saat akan malfungsi, hahahaha, hahahah, sshh. Oh astaga lidahku tergigit, HAHAHA, tapi tak apa! Aduh perutku." Kutuknya.
Annchi sangat senang karena dia sudah mengutuk pria yang membuatnya terbakar amarah itu.
Annchi yang kala itu sudah sampai di depan hotel itu, kemudian melihat ke atas sambil tersenyum. "Aku sudah satu langkah lebih dekat dengan balas dendamku. Kau tunggu saja!"
***
Sementara itu, pada saat yang sama, Fenying harus mengambil obat anti halusinasi yang dia simpan di laci kamar hotel itu.
Brak!
Fengying menumpahkan pil-pil putih yang ada di dalam botol itu dengan sembarang ke telapak tangannya, kemudian meneguknya sekaligus.
"Glug, glug! Sial, kenapa dia harus membuat aku mengingat wanita itu. Padahal aku sudah berusaha, aku sudah berusaha agar lupa padanya. Kenapa bayangannya harus datang dan terus saja datang?"
Fengying benar-benar benci dengan dirinya yang selalu saja mengingat Ancchi. Apalagi sekarang ada wanita yang nama dan auranya sangat mirip dengan Ancchi, tentu saja itu sangat membuat Fengying terganggu.
Dari semua tahun yang dia lalui untuk menghilangkan semua trauma dan juga rasa sakit akibat ditinggalkan oleh orang-orang yang dia cintai itu, saat itu adalah tahun yang paling terberat baginya.
Pasalnya, dia yang sudah menemukan wanita yang mirip dengan Annchi, benar-benar sudah membuatnya makin tenggelam dalam rasa sakit yang dia rasakan itu.
Tapi, dia sama sekali tak mau berhenti mendekati Annchi yang baru saja datang ke kehidupannya ini. Bukan tak mau, tapi tak bisa.
"Sial! Aku memang menyedihkan. Hehe, hehehehehe, hahaha, HAHAHAHA. SHIT!" Fengying benar-benar seperti orang gila sat itu. Tapi, dia tak bisa berhenti, dia seolah-olah sudah kecanduan pada Annchi.
"Kau, kapan kau akan hilang dari dalam hidup dan mimpi burukku?" Fengying pun meringkuk di samping laci obat sambil memeluk dirinya sendiri. Tak lama kemudian, dia pun tertidur dalam posisi itu, sampai pagi menjelang.
***
Keesokan harinya pun tiba.
Annchi kala itu sedang menyiapkan dirinya sebagai Sekretaris sempurna yang akan membuah Fengying-si mesum psikopat itu bertekuk-lutut padanya.
Dengan menatap kaca yang ada di depannya kala itu, dia pun menyemprotkan parfum kesukaannya sejak dia SMA.
SPRAY!
"Hmm..." Annchi mengendus tangannya sendiri yang sudah disemprotkan parfum itu. "Baiklah, sekarang aku sudah terlihat sempurna. Sepatu, chek! Wajah, chek! Pesona?" Annchi pun melihat ke arah kaca dan membungkukkan badannya sendiri kemudian melemparkan flying kiss pada kaca itu, seakan di dalam kaca ada manusia yang sedang melihatnya. "Chu! Chek! Hahaha, perfect! Top." Annchi memberi jempol pada bayangan dirinya di dalam kaca itu.
Annchi yang sudah merasa bahwa semua yang kala itu dia siapkan sudah sempurna, langsung bersiap pergi dengan mobil barunya yang baru saja dia beli dengan uang jajan yang Mamanya berikan itu.
"Fyut~" dia bersiul. "Kau adalah babyku! Sekarang, ayo kita pergi untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh pria mesum nan gila itu." Annchi memyermik. Setelah itu, dia pun masuk ke dalam mobil dan berangkat ke kantor.
Pada saat yang sama, Sekretaris Bai yang tak lain adalah sahabat baiknya sejak kanak-kanak itu, baru saja sampai ke kamar hotel dimana Fengying sedang tertidur itu.
Tok. Tok. Tok.
"Aku sudah datang!"
"Hmm~ kepalaku." Fengying merasakan sakit yang sangat pada kepalanya karena meminum obat penenang dengan dosis yang berlebihan itu.
Tok. Tok. "Apakah kau sudah bangun?" tanya Jiming yang kala itu sedang memegang baju gantinya.
Dia pun melihat ke arah pintu. "Itu pasti Jiming. Masuk!" teriaknya.
Kriiet!
Jiming yang baru saja masuk, bisa melihat dan menfasirkam dengan jelas apa yang sudah terjadi di sana.
"Cepatlah bersiap! Setelah ini, akan ada pertemuan rutin dengan psikiater," ujarnya.
"Pfft, apakah psikiater masih berguna? Aku sudah tak percaya pada mereka lagi. Semua mimpi buruk ini membuatku gila." Fengying tertawa tipis.
Jiming pun hanya bisa menatap sahabatnya itu. "Aku akan mengkonfirmasi jam pertemuannya. Jangan banyak pikiran, aku akan menunggu di luar!" Jiming pun menaruh baju ganti yang dia bawa itu di atas kasur kemudian pergi.
"Hahaha, kau selalu saja sangat serius Jiming. Tapi, hanya kau satu-satunya yang bisa aku percaya."