Mereka berdua pun pergi ke taman sesuai yang dikatakan oleh Gong Fai.
Saat melihat taman yang selama ini sudah Annchi rindukan itu, membuatnya merasa sangat senang.
Padahal selama ini, dia selalu saja pergi ke taman, tapi, tak ada yang lebih baik dari taman di kampung halamannya sendiri.
Annchi pun menarik tangan Gong Fai dengan senangnya, sambil berlarian di sana.
"Huwaa, malam ini ramai sekali. Pasti semuanya sedang merayakan sesuatu, yah?" tanya Annchi pada pria yang kala itu sedang dia gandeng tanpa risih.
Gong Fai pun melihat tangan Annchi yang kala itu menggenggam erat tangannya sambil tersenyum. "Iya, sangat ramai. Aku rasa, malam ini semuanya sedang bersama kekasih mereka." Dia mencondongkan tubuhnya pada Annchi, namun Annchi sama sekali tak merasa apa-apa. Malah wanita itu mengusap pipinya sehingga dia pun memerah.
"Hahaha, iya, iya. Kalau begitu, apakah sebaiknya kita juga pergi saja berbaur dengan mereka?"
"Pfft, baiklah kalau begitu." Dia pun mengikuti kemauan Annchi-wanita yang sangat dia sukai itu begitu saja. "Aku benar-benar tak bisa menang dari wanita ini. Sungguh," pikirnya dalam hati, sambil terus berjalan mengikuti langkah wanita yang ada di depannya itu.
***
Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di suatu tempat yang hanya dipenuhi oleh pasangan saja di sana. Dan ada sebuah games yang sedang berlangsung.
"Wuahh, wooow!" Teriak Annchi dengan semangatnya. "Aku mau itu, Gong Fai! Mau, mau, mau!" Ya, wanita yang tak tahu lagi apakah dia itu sudah dewasa tapi kelakuannya seperti anak kecil, merengek meminta hadia yang disiapkan oleh acara yang kala itu sedang berlangsung.
Itu adalah acara yang hanya boleh diikuti oleh pasangan saja, kalau bukan pasangan, maka tidak akan pernah diizinkan ke sana.
"Apakah kau mau itu? Aku bisa membelikan itu untukmu," ujar pria itu pada Annchi.
Tentu saja, Annchi yang selama ini selalu mendapat bantuan yang tak bisa dia hitung lagi dari pria yang sedang berada di sampingnya, tak akan pernah bisa menerima Barang-barang darinya. Semua itu membuatnya merasa risih.
"Jangan, aku tak mau. Kita main saja disana. Aku ingin main di sana dan memenangkan hadiah itu. Tapi, aku kan tak punya pasangan, bagaimana ini?" Annchi memanyunkan bibirnya, seakan kala itu sudah tak ada hal lainnya yang bisa dia lakukan lagi.
Seketika, Gong Fai pun mendapat sebuah ide yang gila. "Apakah kau mau main bersama denganku? Disana kan hanya boleh diikuti oleh pasangan saja. Kalau bukan pasangan, maka tak akan pernah bisa ikut. Sebaiknya kita-"
"Kita? Tapi, kita kan bukan pasangan. Aku tak mau berbohong seperti itu. Aku malu dan juga takut. Cih, bagaimana yah? Aku sangat menginginkan barang itu. Apakah aku minta saja pada Mama, yah? Atau sebaiknya aku beli saja dengan kartu kredit Mama? Aduh, kepalaku pusing ...."
Deg!
Mendengar bantahan yang dikatakan oleh Annchi kala itu, entah kenapa membuat hati Gong Fai menjadi teriris-iris.
Padahal selama ini, dia sudah berjanji pada dirinya, bahwa dia tak akan pernah membuat wanita yang sangat dia sayangi itu berada dalam keadaan yang sulit. Namun, seiring berjalannya waktu, dia tak bisa menjamin semua itu lagi.
Perasaan yang dia rasakan saat ini, seperti semakin besar. Dan hal itu sudah bukan rahasia lagi, apalagi bagi saudaranya, dia sudah tahu bahwa Gong Fai menyukai Annchi dan suatu saat akan menikahinya.
"... Hei, hei, apa yang sedang kau pikirkan, pria muda?" Annchi pun mengaburkan pikiran Gong Fai kala itu.
"Ah, apa? Hehe, maafkan aku. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu saja. Tadi, kau mengatakan apa? Apakah kita harus main atau tidak?" tanyanya, berusaha membuat suasana tak canggung bagi dirinya sendiri.
Annchi pun memutar bola matanya, melihat ke segala penjuru tempat itu dengan seksama. Bibirnya yang kala itu dimanyunkan, membuatnya semakin imut. "Kita, pulang saja. Entah kenapa aku merasakan seperti akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Bulu kudukku merinding," katanya menjelaskan, sambil terus memeriksa sekelilingnya.
Pada saat yang sama, Gong Fai yang melihat mata Annchi melirik ke sana dan kemari, dia pun mengikutinya. "Kau sedang melihat apa? Kenapa sepertinya kau sangat serius? Apakah ada yang tidak beres?" tanyanya, yang kala itu berdiri tepat di belakang leher Annchi, sehingga dia bisa merasakan aroma manis yang keluar dari leher jenjang wanita manis dan cantik itu.
"Aduh, kau jangan bernapas di leherku, hahahaha, geli tau." Annchi mengusap lehernya yang geli terkena hembusan napas Gong Fai, pria yang sedang berjalan dengannya itu.
"Hahaha, maafkan aku!"
"Hahahha, kau ini. Kalau begitu, ayo kita pergi. Aku rasa aku sudah cukup bermain disini. Semua ini semakin rumit saat berada di bawah pimpinan bos psikopat gila yang me-" wanita itu pun menjeda apa yang hendak dia katakan.
"Apa? Dia kenapa? Apakah bos-mu yang sekarang adalah orang gila? Kalau begitu apakah kau mau bekerja di tempatku saja?" tawarnya.
"Hahaha, tidak, bukannya seperti itu. Sebenarnya bosku ini adalah orang baik, aku saja yang terlalu terbawa perasaan dan mengira dia itu adalah orang gila. Dia baik, baik sekali." Annchi mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Tapi, bohong, sih!" Gumamnya.
"Begitu kah? Hehe, ya sudah kalau begitu. Ingat, yah. Kalau ada apa-apa, beritahukan padaku terlebih dahulu. Aku pasti akan membantumu."
Mendengar hal itu, benar-benar membuat Annchi senang. "Terima kasih, banyak. Hahaha, kalau begitu, ayo kita pulang sekarang juga. Aku sudah sangat mengantuk."
Annchi dan Gong Fai akhirnya pulang kala itu. Di lain sisi, dia sama sekali tak mengetahui bahw ada salah satu dari Sekretaris yang sangat membencinya, sudah memotret semua yang mereka berdua lakukan itu.
"Hahaha, ternyata ini adalah kelakuan dia yang sebenarnya? Sungguh luar biasa. Bagaimana jadinya kalau sampai Tuan Ji mengetahui semua ini! Pasti akan heboh besok." Wanita itu tersenyum bagaikan iblis yang sedang mendapatkan berlian runtuh. Dia sudah merencanakan sesuatu yang buruk untuk Annchi.
***
KEESOKAN HARINYA.
Terlihat semua karyawan yang bekerja di bawah naungan Ji CORP, mulai berlalu-lalang. Begitupula dengan Annchi.
Wanita yang sering bangun terlambat itu, harus pergi ke kantor tiap pagi. Dan itu sangat mengganggunya.
"Huft~ rasanya aku mau mati kalau sampai aku sellau bangun sepagi ini setiap harinya. Belum lagi make up, mencari baju dan lainnya. Aku ingin menyerah saja sepertinya."
Annchi-wanita yang kala itu sedang berada dalam tingkat kemalasan yang tinggi, akhirnya sampai di mejanya. Akan tetapi, dia bisa melihat pria yang sangat dia benci di sana, sedang berdiri dengan gaya arogan di depan mejanya.
"Cih, pria gila psikopat itu, untuk apa dia ada di depan mejaku? Apakah dia ingin cari masalah denganku di pagi hari?" Annchi pun maju ke depan dengan percaya diri.
"Selamat pagi, Pak," sapa Annchi sambil membungkuk hormat. Tiba-tiba saja, tangannya yang sedang dia tautkan sambil menunduk itu, ditarik oleh Fengying dengaj wajah kesalnya, hingga wanita itu pun menatapnya dengan matanya yang terbelalak karena kaget.
"Hei, ada ap-"
"Kau, dengan siapa kau pergi kemarin?"
"Hah!?" Mereka pun saling menatap satu sama lain dengan tajamnya.