Setelah kepergian Alfa, Deon masih berada di tengah lapangan. Dengan rasa marah, ia berlari mengejar Andika dan menerjang cowok itu dengan kuat.
Andika terjerembab ke lantai lapangan kala tidak bisa menghindari serangan dari orang yang tidak ia kenali namanya. Yang ia tahu, cowok itu merupakan anggota tim Alfa. Anggota yang mendapat penghargaan pertandingan hari ini.
"Lo semua jangan ikut campur!" tunjuk Deon dengan mata berkilat marah pada anggota tim Andika yang terlihat terkejut dengan yang ia lakukan barusan.
"Lo siapa! Cari mati lo?" tanya Andika seraya bangkit berdiri. Ia meringis pelan merasakan lututnya perih karena tergores lantai itu.
Deon menatap Andika dengan wajah memerah. Kedua tangannya terkepal kuat. Dengan gerakan cepat, ia beri bogeman pada wajah Andika berkali-kali. Ini balasan buat orang seperti Andika.
"Apa yang lo lakuin sama sahabat gue?! Lo malu kalah? Makanya, main pake otak!" ujar Deon dengan terengah. Ia terus melayangkan pukulan hingga Andika terjatuh ke lantai.
"Ini balasan buat orang gak punya otak kayak lo!" Deon menunduk dan memberikan pukulan pada wajah Andika berkali-kali.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Deon terus melayangkan pukulan hingga ia merasakan tangannya terasa perih. Ia tidak peduli. Deon hanya ingin melampiaskan rasa emosinya pada cowok yang sudah berani melukai Alfa.
"Sampai terjadi sesuatu sama Alfa! Mampus lo di tangan gue!" Deon bangkit berdiri dan menendang pinggang Andika dengan kencang.
"Akhh..." Andika terpekik merasakan sakit di sekujur tubuh. Siapa cowok itu? Apakah dekingan Alfa? Atau orang bayaran yang di suruh untuk melindungi Alfa?
Deon tersenyum miring lalu meludah ke samping. Ia tatap Andika yang menahan sakit dengan seringaian. Ia merasa puas karena sudah membalas rasa sakit yang dirasakan oleh Alfa saat ini.
"Awas lo!" Deon segera berlari menjauh dari lapangan. Tidak ia pedulikan lagi Andika yang tengah menahan sakit. Dalam benaknya saat ini hanya ada Alfa. Bagaimana dengan keadaan cowok itu?
Setelah kepergian Deon, Andika langsung di bantu oleh anggota tim yang sedari tadi menonton. Ia tidak mau ikut campur karena merasa tidak punya masalah dengan murid SMA Cendrawasih. Mereka di sana adalah tamu, maka dari itu, anggota tim dari SMA Rajawali memilih diam dan tidak ikut campur. Mereka juga tidak tahu apa penyebab perkelahian ini terjadi.
"Kenapa lo malah ngeliatin gue? Lo gak liat gue babak belur gini?" bentak Andika dengan marah. Ia seka sudut bibir yang sudah pecah karena pukulan Deon yang tidak dapat ia hindari.
"Kedatangan kita ke sini bukan buat nyari musuh. Tapi bertanding. Kita gak mau ngambil resiko," jawab seorang cowok yang memiliki manik mata biru terang.
"Yang dibilang Sandi emang bener. Kita ke sini cuma diutus buat tanding. Bukan buat berantem. Kalo lo punya masalah sama murid di sekolah ini, selesaikan sendiri," timpal cowok yang ada di sebelah Sandi.
"Bacot lo semua!"
***
Deon sampai di UKS dan berlari masuk ke dalam. Sampai di sana, tidak ia temukan Alfa yang terbaring di brankar. Di mana cowok itu?
Deon dengan cepat lari keluar dari UKS. Ia sangat cemas dengan keadaan Alfa. Apakah Alfa baik-baik saja? Atau mengalami cidera yang cukup parah? Deon jadi sangat khawatir.
"Yon, Alfa tadi ke toilet."
Deon menoleh pada seorang cowok yang ia suruh untuk antar Alfa ke UKS tadi. Ia mengangguk cepat mendengar perkataan cowok itu. Alfa ada di toilet. Berarti cowok itu baik-baik saja. Deon menghela napas sedikit lega.
"Thanks. Gue susul Alfa ke toilet." Setelah mengatakan itu, Deon segera lari cepat menuju toilet yang lumayan jauh dari tempat ia berada sekarang. Deon hanya ingin memastikan keadaan Alfa.
"Semoga lo baik-baik aja."
***
Deon berlari di koridor sekolah dengan cepat. Letak toilet ada di ujung dekat perpustakaan. Sejak tadi, tidak ia lihat keberadaan Alfa. Masa iya ke toilet selama itu? Deon kembali merasa cemas.
Deon menghentikan langkah kaki kala ia sampai di depan toilet. Ia ketuk dengan perasaan yang terasa kian cemas. Tidak ada jawaban dari dalam. Maka, Deon mengetuk pintu lebih kencang lagi.
"Fa, lo di dalem? Buru keluar. Lo gak mau hadir di kantor? Kita bakal ambil penghargaan, loh," ujar Deon dengan tangan tak henti mengetuk pintu.
"Bentar, Yon. Gue lagi cuci muka."
Ketukan tangan Deon terhenti ketika terdengar jawaban dari dalam. Suara Alfa terdengar begitu lemas dan terdengar seperti menahan ringisan. Apakah terjadi sesuatu pada Alfa? Apakah Alfa tidak baik-baik saja saat ini?
Deon menunggu di depan pintu dengan sabar. Ia memutar badan membelakangi pintu. Terlihat dari jauh Arvin dan Alfi tengah berjalan menuju ke arah kantor. Mungkin mereka jadi perwakilan untuk mengambil hadiah atau penghargaan yang akan diberikan pihak sekolah pada pemenang.
"Fa? Kok lama banget? Lo enggak lahiran di dalem, kan?" tanya Deon dan kembali ia ketuk pintu.
Tidak ada jawaban. Deon kembali merasa cemas. Apa yang sebenarnya terjadi pada Alfa? Jika terjadi sesuatu, kenapa cowok itu malah berlama-lama di toilet bukan ke rumah sakit?
"Buru, Fa! Alfi sama Arvin udah nuju ke kantor," ujar Deon lagi. Ia mengetuk pintu dengan kencang. Tetap sama. Tidak ada jawaban.
"Shh... bentar, Yon. Gue pusing. Lo pergi aja dari sini. Gue nanti nyusul." Terdengar jawaban dari Alfa dari dalam.
"Kalo lo pusing, kita ke rumah sakit. Lo kenapa? Lo buka pintu kek, biar gue bisa mastiin keadaan lo," ujar Deon dengan mendekatkan wajah pada pintu. Ia ingin lihat keadaan Alfa yang sekarang.
"Enggak perlu ke rumah sakit. Gue baik-baik aja. Gue cuma pusing aja. Lo duluan ke kantor."
Deon berdecak pelan. Ia semakin jadi penasaran dengan keadaan Alfa. Deon merasa ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh cowok itu. Akhir-akhir ini Alfa juga terlihat menutupi sesuatu pada dirinya dan anggota The Boys.
Deon semakin yakin jika benar-benar ada yang disembunyikan oleh Alfa. Jika tidak ada, kenapa cowok itu terlihat aneh. Seperti menjerit kencang saat di kantor, Alfa seperti tengah menahan sakit. Dan kejadian waktu ia menemani Alfa cari sesuatu yang ketinggalan. Ia lihat Alfa mengacak tempat tidur dan setelahnya mengatakan apa yang tengah di cari cowok itu tidak ketemu. Aneh bukan?
"Gue tunggu lo di sini aja. Kalo terjadi sesuatu sama lo, cerita aja sama gue, Fa. Gue bakal jaga rahasia lo," ujar Deon, mencoba membujuk Alfa agar cowok itu mau berbagi dengannya dan menceritakan apa yang tengah disembunyikan cowok itu.
"Gue enggak ada rahasia, Yon. Pergi lo dari sini. Gue bakal lama."
Deon tidak percaya dengan jawaban Alfa barusan. Ia semakin yakin jika Alfa tengah menyembunyikan sesuatu. Ia kembali mendekatkan wajah ke pintu, mendengar Alfa dari dalam.
"Shh... jangan sekarang."
"Akhh, gue pasti bisa sembuh."
Tubuh Deon sedikit menegang mendengar perkataan Alfa yang tertahan. Sembuh? Apakah Alfa tengah sakit? Sakit apa? Deon tidak tahu jika selama ini Alfa tengah sakit.
Brukk!
"Fa? Lo baik-baik aja di dalam, kan?" tanya Deon dengan tenggorokan terasa tercekat. Ia mendengar sesuatu dari dalam sana. Apakah Alfa jatuh sehingga menimbulkan bunyi seperti itu?
"Gue buka pintu!" Deon dengan rasa cemas segera mendorong pintu dengan kencang. Namun pintu terkunci dari dalam.
Tidak ada yang bisa Deon lakukan kecuali mendobrak pintu dari luar. Ia terlalu cemas dengan keadaan Alfa yang ada di dalam. Ia takut terjadi sesuatu pada Alfa.
Brak!
Brak!
Blam!
Pintu terbuka dan terhempas ke dinding. Deon segera berlari masuk dan saat itu juga matanya jadi melebar. Matanya jadi memerah dengan rasa cemas kian bertambah.
"ALFA!!"
SEE YOU NEXT PART.