Alfi yang tengah berada di kantin bersama Deon dan Arvin terus celingukan ke arah pintu kantin. Sedari tadi Alfa belum balik ke sana. Kenapa Alfa sangat lama? Apa yang mau di cari Alfa pulang ke rumah? Karena kehadiran Alfa belum terlihat, Alfi jadi merasa cemas dan gelisah.
Alfi menoleh pada ponsel miliknya yang terletak di atas meja. Tidak ada notifikasi masuk. Apakah Alfa baik-baik saja diluar sana? Alfi cemas jika Alfa kecelakaan atau terjadi sesuatu pada cowok itu.
"Kok Alfa lama banget, ya? Perasaan gue gak enak." Alfi bergumam dengan pelan. Kedua bola matanya kembali menatap pintu kantin. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Alfa datang ke kantin.
Arvin dan Deon menatap wajah cemas Alfi. Keduanya juga menoleh ke arah pintu. Kenapa Alfa lama sekali? Deon melirik jam yang ada di pergelangan tangan. Hampir setengah jam Alfa pergi dari kantin, pamit untuk menjemput sesuatu di rumah. Apakah Alfa sakit lagi? Atau terjadi sesuatu pada cowok itu?
Alfi memilih meraih ponsel dan segera mencari nomor Alfa di sana. Tanpa buang waktu, Alfi langsung menghubungi Alfa dan mendekatkan ponsel ke telinga.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Alfi menurunkan ponsel dari telinga dengan perasaan semakin gusar. Apa yang terjadi pada cowok itu? Alfi semakin takut jika terjadi sesuatu karena kejadian minggu lalu, tepatnya berkelahi dengan Andika. Alfi takut jika kembarannya akan di celakai diluar sekolah.
"Mungkin bentar lagi Alfa nyampe sekolah. Lo kan, tau Fi kalo jalan sering macet jam segini. Gue rasa Alfa lagi di jalan," ujar Arvin mencoba menenangkan Alfi yang cemas karena memikirkan Alfa.
"Gue rasa Arvin ada benernya juga. Jangan cemas. Alfa bakal baik-baik aja. Lanjut makan aja, Fi." Deon mengangguk membenarkan dan menepuk pelan pundak Alfi.
Alfi mengangguk pelan. Semoga Alfa baik-baik saja diluar sana. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada kembarannya itu. Hanya Alfa yang penting dan berarti dalam hidupnya. Alfa lah yang selalu jadi tameng saat ia berada dalam masalah dan di landa rasa takut karena trauma itu.
"Semoga aja omongan lo berdua bener. Jujur, perasaan gue gak enak banget sekarang. Gue takut Alfa kenapa-kenapa." Alfi mengembuskan napas pelan dan memaksakan senyum kaku.
Deon yang paling mengerti dengan kecemasan Alfi saat ini. Ia kembali menoleh ke arah pintu. Belum ada juga tanda-tanda Alfa akan kembali. Ia melirik sekilas jam di pergelangan tangan. Tidak seharusnya Alfa selama ini. Deon juga merasakan hal yang dirasakan oleh Alfi.
"Lo lanjut aja makan. Biar gue yang cari Alfa." Deon menggeser mangkok bakso miliknya ke tengah meja. Deon jadi tidak nafsu untuk makan karena Alfa belum kembali. Ia harus cari cowok itu.
Alfi mengangguk cepat. "Lo cari Alfa sampe ketemu ya. Kalo udah ketemu, jangan lupa kabarin gue," jawab Alfi dan mendongak menatap Deon yang sudah berdiri.
"Oke." Deon segera beranjak dari sana. Ia berjalan keluar dari kantin.
Deon setengah berlari menuju kelas miliknya. Siapa tahu Alfa ada di kelas. Ia pastikan tempat yang biasa Alfa jumpai. Jika tidak ada di kelas, bisa jadi Alfa ada di rooftop atau di taman belakang sekolah. Deon sering mengekori cowok itu ke sana.
Deon sampai di depan kelas. Ia menyembulkan kepala dan melirik semua murid yang ada dalam kelas. Tidak ada Alfa di dalam. Deon mengembuskan napas panjang. Ke mana perginya Alfa? Kenapa pulang ke rumah sangat lama sekali? Jika macet pun, tidak akan selama itu.
"Gue cari ke rooftop." Deon berbalik badan dan lari menuju tempat yang ia maksud. Deon berharap bisa menemukan keberadaan Alfa di atas sana.
Napas Deon jadi tersengal-sengal karena ia lari sangat kencang. Ia menaiki anak tangga dengan cepat. Saat sampai di rooftop, Deon mengedarkan pandangan. Ada lima orang cowok di sana, namun tidak ada orang yang ia cari. Bahu Deon jadi terasa melemas.
"Lo pada liat Alfa, gak?" tanya Deon seraya berjalan mendekat pada anak cowok yang tengah duduk bersama sambil main gitar.
"Enggak, Bro. Kita dari tadi di sini tapi enggak liat Alfa. Tuh cowok gak pernah gabung sama kita," ujar cowok yang tengah memegang gitar.
"Iya. Bener tuh." Cowok yang bermanik mata abu-abu menyahut dengan anggukan kepala. Nyatanya memang begitu. Alfa tidak pernah gabung dan main sama mereka.
"Oke deh. Thanks." Deon berbalik badan dan segera menuruni anak tangga dengan cepat. Alfa tidak ada di rooftop. Jadi ia harus cari kemana lagi? Hanya satu tempat yang Deon ketahui.
Deon mengedarkan pandangan saat berjalan di koridor. Ia melihat ke arah lapangan basket. Ia perhatikan satu persatu anak murid cowok yang ada di sana. Tetap saja, tidak ada Alfa.
"Nih anak kemana coba!" Deon mendumel dan terus mempercepat langkah menuju taman belakang sekolah. Ia harus segera menemukan Alfa dan membawa cowok itu ke kantin.
"Alfa?" panggil Deon saat ia sudah berada di taman belakang. Satu orang cowok yang duduk di bangku panjang buat Deon jadi tersenyum lebar. Ia menemukan Alfa di sana.
Langkah kaki Deon jadi melambat. Ia mengendap-endap mendekat pada cowok yang ada di kursi panjang. Saat sudah dekat. Ia hitung mundur dalan hati.
"ALFA!" ujarnya kencang dan menepuk kedua pundak cowok itu dengan kekehan.
Wajah Deon berubah jadi memelas karena orang yang ia kejutkan bukan Alfa, melainkan orang lain. Deon jadi merasa malu karena cowok itu memutar badan dan menatapnya dengan sebelah alis mata terangkat ke atas.
"Gue bukan Alfa. Nama gue Justin." Cowok bermata sipit itu menatap Deon yang ada di belakangnya dengan wajah datar.
Deon menggaruk tengkuk yang tak gatal. Ia benar-benar merasa malu. Ia pikir cowok itu adalah Alfa. Bentuk tubuh dari belakang sampai rambut cowok itu seperti Alfa. Deon jadi salah tebak orang.
"Sorry, Bro. Gue pikir lo Alfa temen gue. Gue gak sengaja. Lo ngapain sendirian di sini?" tanya Deon dengan wajah yang berubah jadi serius.
Justin memalingkan wajah dan menatap ke depan. Helaan napas berat keluar dari mulutnya. Ia memang suka menyendiri. Ia tidak suka keramaian. Ia selalu di larang untuk ikut ini dan itu. Anak seusianya harus berdiam diri tanpa boleh melakukan aktivitas apapun.
"Gue udah biasa sendiri." Justin menjawab dan kembali membaca buku yang ada di tangannya. Hanya itu aktivitas yang paling cocok untuk dirinya saat ini.
Deon berjalan ke depan dan mendekat. Ia duduk di sebelah Justin dan melirik wajah cowok itu dari samping. Kulit Justin terlihat sangat pucat dengan kantung mata yang sedikit menghitam. Apa cowok itu sakit? Atau mengantuk karena seharian begadang dan tidak tidur?
"Kenapa lo ngeliatin gue?" tanya Justin dengan suara datar. Ia tidak suka di perhatikan semua orang. Ia tidak ingin dekat dengan orang. Ia hanya butuh sendiri.
"Lo sakit? Wajah lo pucet banget." Deon mengalihkan pandangan ke depan. Nampaknya, Justin tidak suka di perhatikan.
"Keliatan banget, ya?" tanya Justin dengan suara berubah jadi lirih. Sebisa mungkin ia sembunyikan raut wajahnya. Tapi orang selalu bisa menebak apa yang ia rasa.
"Banget. Lo sakit apa?" tanya Deon lagi. Ia jadi tertarik bertanya dan mengetahui apa yang terjadi pada Justin. Deon malah lupa dengan tujuannya yang awalnya ingin mencari Alfa.
"Gue gak bisa kasih tau. Gue duluan." Justin segera bangkit berdiri. Ia gulung buku yang ia baca dan ia masukkan ke dalam saku celana.
Deon menatap punggung Justin yang mulai menjauh. Deon jadi penasaran apa sakit yang di derita oleh cowok itu. Sejenak, Deon jadi teringat dengan Alfa. Kenapa ia malah sampai lupa tujuannya datang ke taman.
"Gue harus cari Alfa."
Deon bergegas pergi dari taman belakang. Ia lari kecil menuju ke depan. Ia celingukan kanan kiri mencari keberadaan Alfa. Ia melewati koridor sekolah dan terus mencari keberadaan Alfa di setiap kerumunan murid-murid yang berkumpul.
"Lo kemana sih, Fa?!"
See you next part.