Alfa dan anggota tim mendekat pada Andika dan timnya yang tengah menatap kesal ke arah mereka. Tepatnya, Andika tidak terima dan merasa tidak senang dengan kemenangan yang telah mereka peroleh. Tapi apa boleh buat, kemenangan diraih oleh Alfa dan timnya. Terima tidak terima, Alfa lah yang menjadi sorotan semua orang saat ini.
Semua penonton yang ada di lapangan sudah membubarkan diri. Ada yang ke kelas, ke taman, ke kantin atau ke tempat lain. Pertandingan sudah selesai dan tidak ada lagi yang harus mereka saksikan di sana. Kemenangan sudah di peroleh oleh Alfa dan tim.
"See?" ujar Alfa dengan senyum senang. Ia lipat kedua tangan di depan dada saat Andika sudah ada di depannya.
Andika menggeram tertahan. Ia semakin benci pada cowok yang ada di depannya ini. Kenapa harus Alfa yang menang? Kenapa tidak dirinya? Ia benar-benar marah dengan sebelah tangan terkepal.
"Sayangnya, ucapan lo tadi enggak kecapai. Dan lo liat, gue jadi pemenang dan gue dapat gelar Kapten Basket tahun ini. Gelar itu jatuh pada gue dan anggota tim gue," ujar Alfa dengan suara tenang.
"Orang kek lo gak bakal menang. Bisanya cuma main curang. Gue tau lo sengaja jatuhin gue dengan naroh kaki lo di depan gue. Tapi, lo liat? Cara curang gak bakal buat lo menang," ujar Alfi dan menatap Andika dengan tatapan meremehkan.
Wajah Andika merah padam. Rahangnya jadi mengeras. Ia meludah ke samping dan dengan gerakan cepat, ia tarik kerah seragam basket Alfi dengan kasar.
"Jaga mulut lo!" desis Andika dengan kasar. Ia dorong tubuh Alfi ke belakang. Ia semakin geram pada dua orang itu, termasuk anggota dari tim Alfa.
Alfa merasa tidak terima dengan perlakuan kasar Andika pada kembarannya. Namun ia tahan kala melihat Alfi terlihat biasa saja. Tidak takut ataupun merasa cemas. Alfi terlihat baik-baik saja dengan senyum miring tercetak di wajah cowok itu.
"Kenapa? Lo nggak terima? Lo gak bakal pernah menang lawan tim kita. Mungkin lo bakal menang dan dapat juara satu dalam lomba nyakitin cewek!" ujar Alfi penuh penekanan. Setelahnya ia terkekeh sarkas. Ia puas melihat wajah Andika yang terlihat menahan malu.
"Jaga omongan lo!" Andika yang tersulut emosi langsung mendorong tubuh Alfi ke belakang.
Alfi hampir jatuh jika Deon dan Arvin tidak menahan tubuhnya. Alfa yang melihat itu jadi marah. Ia tarik lengan saudara kembarnya itu ke belakang badan. Ia tidak ingin Alfi mengalami hal yang tidak ia inginkan.
"Lo jangan main kasar!" Alfa dengan emosi mendorong tubuh Andika ke belakang. Ia tidak terima jika semua kekesalan dan kemarahan cowok itu harus dilampiaskan pada kembarannya itu.
"Jangan sok jadi pahlawan lo! Sini kembaran lo! Gue habisin sampai mati!" bentak Andika dengan telunjuk menatap wajah Alfi yang ada di belakang Alfa.
Wajah Alfa memerah mendengar perkataan yang keluar dari mulut Andika. Mati? Saudara kembarnya akan dibuat mati? Kedua tangan Alfa terkepal kuat. Ia benci kata itu. Dengan emosi yang membuncah, Alfa melayangkan pukulan pada wajah Andika.
Bugh!
"Jaga mulut lo itu!" desis Alfa setelah melayangkan pukulan pada wajah Andika. Napas Alfa memburu dengan dada naik turun. Ia tatap cowok itu dengan nyalang.
"Lo pikir gue takut sama lo?!" Andika menarik kerah seragam basket Alfa dan mendorong tubuh cowok itu ke lantai. Dengan gerakan cepat, ia tendang perut Alfa.
"ALFA!" panggil Alfi dengan rasa cemas. Tangannya jadi terkepal. Ingin ia menolong namun tangan Alfa menyuruhnya tetap berdiri di sana.
Alfa meringis pelan merasakan sakit di perutnya. Ia bangkit berdiri. Dengan gerakan mata. Ia suruh Arvin dan anggota timnya untuk bawa Alfi menjauh dari sana. Ia tidak ingin Alfi melihat perkelahian ini. Bagaimana pun, Andika harus ia beri pelajaran.
Arvin dan yang lain menarik lengan Alfi dengan kencang. Mereka terus membawa Alfi meski cowok itu memberontak minta di lepaskan.
"Boleh juga pukulan lo!" Alfa dengan cepat membogem wajah Andika berkali-kali. Ia lampiaskan semua emosi pada cowok itu.
Andika tidak mau kalah. Ia balas memukul tubuh Alfa dan membuat cowok itu terhuyung ke belakang. Merasa ada kesempatan. Ia tendang kaki Alfa dan selanjutnya perut cowok itu.
Alfa terjatuh dengan badan menghantam lantai. Tiba-tiba badannya terasa lemas dengan dada yang sedikit nyeri. Ia tahan rasa sakit saat mendapati Deon masih ada di lapangan. Kenapa Deon masih ada di sana?
Alfa bangkit berdiri. Ia merasa terhuyung ke belakang. Ia tatap Andika dengan rasa marah. Cowok itu benar-benar terlihat ingin menghabisi nyawanya kali ini. Apakah karena kejadian hari lalu? Alfa jadi terkekeh sarkas.
"Gue paling benci cowok modelan kayak lo!" Alfa berlari dan memberi pukulan di wajah Andika berkali-kali. Cowok itu jadi tumbang seketika.
Deon dan anggota yang lain mematung menyaksikan dua orang itu yang terus berkelahi. Deon ingin membantu tapi takut Alfa marah padanya. Cowok itu sudah memberi isyarat untuk beranjak dari lapangan. Namun ia tidak berani beranjak. Ia ingin melihat Alfa dan memastikan cowok itu akan baik-baik saja setelah ini.
"Sekali lagi gue peringatin sama lo! Lo sentuh kembaran gue? Gue habisin lo!" ujar Alfa dengan napas memburu. Ia tunjuk wajah Andika dengan rahang mengeras.
Setelah mengatakan itu, Alfa berbalik badan dari sana. Ia tidak ingin berlama-lama di sana, takutnya ada yang melihat dan membuat sekolah jadi heboh. Lagi pula, ini bukan masalah besar, melainkan masalah kecil.
"Main pergi aja lo!" Andika menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Ia bangkit berdiri dan mengambil batu yang ada di tepi lapangan.
Bola mata Deon melebar melihat itu. Saat ia akan berteriak memanggil nama Alfa. Batu itu melayang dan mengenai punggung Alfa.
"Akkhh..."
"ALFA!" pekik Deon dengan kencang. Ia berlari mengejar Alfa yang tersungkur di tengah lapangan.
Alfa memekik dengan wajah memerah. Apa yang barusan mengenai punggungnya? Rasanya sangat sakit. Tulang Alfa terasa retak dan patah. Napas Alfa mulai memburu dengan detak jantung yang tidak beraturan.
Alfa mengejang dengan dada yang semakin sesak. Ia mendesis pelan dengan air mata membasahi sudut matanya. "Jangan sekarang," lirih Alfa pelan.
"ALFA, LO BAIK-BAIK AJA?" tanya Deon dengan rasa cemas. Ia berjongkok dan membantu Alfa bangkit berdiri. Namun tubuh Alfa terasa begitu lemas.
Deon mengedarkan pandangan. Dua orang cowok melintas ke sana seperti tengah membersihkan tepi lapangan dari kertas yang berserakan ulah penonton. Deon memanggil dua orang itu dengan suara kencang.
Dua orang itu mendekat dan menatap Alfa dengan bola mata yang melebar. Kenapa bisa begini? Tadi waktu pertandingan, Alfa baik-baik saja.
"Lo berdua bawa Alfa ke UKS. Gue bakal nyusul setelah ini," ujar Deon dengan mata menatap punggung Andika yang mulai menjauh dari lapangan bersama anggota tim cowok itu.
Alfa yang merasa lemas membiarkan tubuhnya di angkat oleh dua orang cowok itu. Dadanya terasa begitu sesak dan sakit. Perlahan, kedua matanya jadi terpejam.
"AKAN GUE BALAS LO!"
See you next part.