Hari ini Nindia sudah tiba di restauran pukul 7 pagi. Dia langsung bersih-bersih di area restauran. Ketika dia sedang mengelap kaca dari dalam restauran, di balik kaca muncul wajah Fadil. Padahal restauran baru akan buka setengah jam lagi. Mereka pun saling menatap.
Tok tok tookk . . . Fadil mengetok kaca jendela dari luar. Nindia pun bergegas membuka pintu.
"Siapkan sarapanku !" perintah Fadil yang tanpa permisi langsung masuk dan duduk di tempat biasa, "Jangan lupa dua porsi," tambahnya lagi.
"Tapi sekarang belum buka tuan." sahut Nindia.
"Saya sudah lapar, ayo cepat!"
"Baik tuan," Nindia bergegas ke kitchen dengan wajah kesal.
"Pesanan tuan Fadil dua porsi, Nan," pinta Nindia pada Nani di kitchen.
"Loh, sudah datang? Biasa paling cepat jam sembilan!" Nani menatap ke arah Nindia. Nindia hanya mengedikkan bahu.
"Aku tunggu, Nan!" Nindia kembali ke area restauran karena pekerjaannya belum selesai.
"Mana sarapan saya?" tanya Fadil ketika Nindia melewatinya.
"Sedang di siapkan, tuan," tanpa menoleh, Nindia berjalan ke arah jendela kaca yang belum selesai di lap.
"Duduk, temani saya sarapan!" perintah Fadil.
"Hmm, saya selesaikan dulu pekerjaan saya tuan. Nindia pun tanpa peduli tetap menyelesaikan pekerjaannya.
"Ini tuan silahkan. Saya temani makan, ya?" Kety datang membawakan pesanan Fadil dan mencoba merayunya.
"Pelayan itu yang akan temani saya!" Fadil menunjuk ke arah Nindia. Kety pun berlalu sambil menahan marah, "Heeii, kamu cepat ke sini!" teriak Fadil.
"Saya cuci tangan dulu," Nindia lalu pergi ke toilet karyawan kemudian menemui Fadil. Nindia lalu duduk di hadapan Fadil dan langsung memakan sarapannya tanpa basa basi lagi pada Fadil.
"Heeyy! Kamu tidak sopan, ya!" bentak Fadil.
"Looh, bukankah tuan minta saya temani sarapan dan ini sarapan saya!" sahut Nindia.
"Iya, tapi tidak seperti itu main makan saja!" protes Fadil.
"Saya sudah lapar tuan. Kemarin kan tuan bilang saya jangan sarapan di rumah. Nanti saya keburu pingsan karena kelaparan. Apa tuan mau tanggung jawab?" Nindia masih dengan lahap menyantap sarapannya tanpa peduli Fadil yang terus menatapnya.
Kok kamu lucu. Batin Fadil sambil terus memperhatikan Nindia yang asik makan. Fadil pun tersenyum melihat tingkah Nindia. Tidak sampai 10 menit piring Nindia bersih tanpa tersisa makanan sedikit pun.
"Eeh, tuan tidak makan?" Nindia menoleh ke arah Fadil setelah menyadari laki-laki di hadapannya tidak menyentuh sarapannya malah asik memperhatikan dia makan.
"Oohh, hmm ini saya makan kok!" Fadil jadi salah tingkah karena terpergok sedang memperhatikan Nindia. Dia pun cepat menghabiskan makanannya.
"Nah,tuan sudah selesai makan kan jadi sekarang saya mau lanjut kerja," Nindia bangkit dari duduknya. Tapi di tahan oleh Fadil.
"Saya belum selesai di sini! Saya mau segelas kopi hangat. Eeh dua, yang satu buat kamu!" Fadil berkata dengan cuek tanpa menatap Nindia.
"Saya tidak ngopi, tuan!" tolak Nindia halus.
"Temani saya ngopi!" Fadil tetap berkeras. Nindia pun berlalu ke kitchen membuat dua gelas kopi.
Di kitchen Nindia bertemu dengan Pak Andi.
"Maaf Pak, itu tuan Fadil maksa saya bagaimana?" Nindia merasa tidak enak hati takut di kira kerja main-main.
"Tak apa. Temani saja tuan Fadil makan!" Pak Andi pun berlalu meninggalkan Nindia yang masih terbengong di tempatnya berdiri.
Siapa sih sebenarnya tuan Fadil kenapa semua orang hormat padanya. Pikir Nindia. Nindia pun kembali ke meja Fadil dengan membawa dua gelas kopi.
"Ini kopinya, tuan, " Nindia meletakkan dua gelas kopi ke meja Fadil.
"Ayo di minum!" perintah Fadil sambil menyodorkan satu gelas kopi ke hadapan Nindia.
"Saya tidak minum kopi, tuan," tolak Nindia halus.
"Jadi, kamu minum apa? Pesan saja, temani saya minum!" perintah Fadil lagi.
"Saya minum air putih saja, tuan. Lagipula perut saya masih kenyang!" tolak Nindia lagi sambil menoleh ke arah lain. Dia jadi kesal dengan sikap Fadil yang selalu memaksa.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan dan para pengunjung mulai berdatangan tapi Fadil masih menahan Nindia agar tetap menemaninya. Nindia pun makin kesal di buatnya.
"Saya permisi tuan, saya mau kerja!" Nindia bangkit dari duduknya berniat meninggalkan Fadil sendirian tapi tangannya di tarik Fadil dengan cepat.
"Menemani saya juga termasuk kerja. Ayo, duduk!"
"Tapi, tuan?"
"Jangan membantah!" Fadil menatap tajam ke arah Nindia. Nindia pun hanya menunduk.
Sementara di tempat lain tak jauh dari meja Fadil, Kety memperhatikan mereka dengan tatapan marah. Dia sudah lama mengejar-ngejar Fadil namun sekali pun tidak pernah mendapat respon dari Fadil sementara Nindia baru pertama bertemu sudah mulai dekat dengan Fadil walau hanya sekadar menemani sarapan. Pakai pelet apa sih si Diah sampai Fadil mau dekat-dekat dia! Batin Kety.
Nindia yang mulai bosan hanya bisa menopang dagunya di meja sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Fadil pun di buat makin gemas melihat tingkahnya. Kalau di perhatikan ternyata gadis ini cantik juga. Batin Fadil yang belum tahu kalau Nindia sudah punya satu anak.
"Tuan, sampai kapan saya menemani anda di sini? Saya juga harus kerja?" tanya Nindia
"Hmm, ok saya pergi sekarang tapi ingat besok temani saya makan seperti tadi, oke!"
Nindia hanya mengangguk. Lalu Fadil pun mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan untuk di berikan pada Nindia.
"Tidak perlu, tuan. Yang kemarin masih ada. Lagipula ini hanya sekadar menemani makan!" Nindia buru-buru mencegah. Dia tidak enak kalau harus selalu menerima uang dari Fadil.
"Jadi, kamu mau yang lebih dari sekadar menemani makan, hmm?" Fadil menggoda sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Nindia.
"Ngomong apa sih, tuan?" Nindia langsung bersemu merah. Dia pun memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Hahaha!!" Fadil tertawa terbahak melihat wajah Nindia yang bersemu merah.
"Sudah, saya mau kerja, tuan!" Nindia langsung berlalu dari hadapan Fadil. Fadil menatapnya sambil tersenyum. Akhirnya ada mahkluk manis juga di sini. Batin Fadil yang terus menatap Nindia sampai hilang di balik pintu.
Di belakang pintu dekat meja kasir sudah menunggu Kety. Dia makin iri sama Nindia melihat kedekatan Nindia dengan Fadil.
"Eehh, pake pelet apa kamu, haahh??" Kety menarik tangan Nindia dan mencengkeramnya.
"Apaan sih, kamu? Lepas!!" bentak Nindia sambil menghempaskan pegangan tangan Kety.
"Beraninya kamu, ya!" Kety menatap tajam Nindia.
"Siapa juga yang takut sama kamu!" Nindia pun membalas.
"Heey, apa-apaan kalian? Ayo kerja kok malah ribut!" tiba-tiba Pak Andi datang. Mereka pun langsung pergi ke arah berbeda.
"Kamu ribut sama Kety, Diah?" tanya Nani saat Nindia masuk ke kitchen.
"Iya tuh orang ada-ada saja!" jawab Nindia kesal.
"Sudah biarin saja, tidak usah di ladeni nanti kamu dapat masalah!"
"Ya sudah aku ke depan lagi, Nan," Nindia pun keluar dari kitchen.
Nindia kembali ke depan,di lihat nya pelanggan restauran mulai berdatangan. Nindia pun mengambil buku menu dan menghampiri salah satu meja.
"Siang, pak, bu, ini buku menunya. Silahkan di pilih," ucap Nindia ramah.
Nindia pun mencatat apa-apa pesanan yang di minta. Dengan segera Nindia menyerahkan daftar pesanan ke kitchen.
"Nan, nih pesanan baru. Di tunggu, ya?" ucap Nindia.
"Ok!"
Satu persatu pelanggan restoran sudah di layani oleh Nindia. Mereka pun senang karena Nindia sangatlah ramah dan cekatan selama si Kety tidaklah menganggunya.
Tak terasa hari sudah sore dan waktunya berganti shift. Sebenarnya Nindia ingin mencoba shift malam agar siang hari bisa menemani Cinta sekolah dan bermain . Dan juga agar tidak satu shift dengan Kety
Kini waktunya Nindia pulang. Nindia sudah bersiap ketika ada suara ribut di depan restauran. Ternyata yang ribut itu adalah Kety dan Fadil. Ketika Fadil datang, Kety memaksa untuk ikut duduk bersamanya karena shift Kety sudah berakhir. Namun Fadil terus menolak.
"Saya pulang saja tidak jadi makan di sini!" Fadil beranjak dari kursinya. Dia beralasan karena tidak suka jika Kety dekat-dekat dengannya.
"Kalau begitu kita pulang bareng saja ya mas Fadil!" Kety masih terus merayu.
"Maaf Kety, saya bilang tidak ya tidak. Jangan paksa saya!" Fadil masih berusaha menolak.
Nindia pun keluar restauran karena memang sudah waktu nya pulang. Melihat Nindia, Fadil langsung mendekatinya.
"Ayo, saya antar kamu pulang!" Fadil langsung menarik tangan Nindia menuju mobilnya.
"Tapi tuan. . ."
"Ayo, masuk!" di dorongnya tubuh Nindia agar masuk ke dalam mobil.