Adelia sedang menyiram bunga dihalaman depan rumahnya. Sambil menunggu hasil interviewnya, Adelia menyibukkan diri dengan merawat tanaman bunga dihalaman depan rumahnya. Sekelompok tetangganya habis pulang dari arisan mengajak Adelia berbicara.
"Adelia rajin banget, memang belum dapat kerja? sering kelihatan di rumah terus," ucap ibu Nining.
"Oya Bu, sedang menunggu panggilan hasil interview kemarin," ucap Adelia.
"Adelia masih sendiri aja, memang gak mau nikah lagi dah berumur lho," ucap ibu Ike.
"Iya, anak saya saja sudah punya anak tiga," tambah ibu Ani.
"Belum ada ada jodohnya Bu," kata Adelia.
"Oya kalau gak salah kamu dah nikah tiga kali ya?" tanya ibu Ike.
"Iya Bu," jawab Adelia.
"Wah udah sangat berpengalaman dong nyari calon suami," ucap ibu Sari.
Adelia terdiam. Ucapan para tetangganya cukup melukai hatinya. Tapi dia malas membela diri atau berdebat. Diam adalah cara yang paling tepat. Tidak menambah dosa atau justru membuat masalah lebih panjang lagi.
"Justru ibu-ibu karena Adelia sudah gagal tiga kali menikah jadi lebih berhati-hati, betul tidak Adelia?" ucap ibu Nining.
Adelia hanya membalas dengan senyuman tipis di bibirnya.
"Kan gak enak ya ibu-ibu kalau nanti gagal lagi, lebih baik nyari yang bener-bener sampai mati," ucap ibu Ayu.
"Kasihan Adelia masa jadi janda empat kali, lebih baik nyari calon suami yang baik, betul tidak Adelia?" tanya ibu Ike.
"Iya, terimakasih atas perhatiannya," jawab Adelia.
"Yah udah yuk ibu-ibu dah siang, kita pulang," ajak ibu Ayu.
Tetangga itu akhirnya pergi dari hadapan Adelia. Tidak hanya sekali dua kali Adelia jadi bahan pembicaraan tetangganya tapi sering. Bahkan terkadang membuat telinga Adelia panas. Ibu Adelia sering menangis karena omongan tetangga yang menyakiti hatinya. Mereka mengira Adelia lah yang bermasalah.
"Ya Allah beri hamba kesabaran,"ucap Adelia setelah tetangganya pada pergi.
Adelia masuk ke rumahnya setelah selesai menyiram bunga di halaman rumahnya. Ibu Adelia sedang menyiapkan bahan makanan untuk dimasak. Adelia masuk ke dapur membantu ibunya.
"Bu jangan capek-capek biar Adelia yang masak."
"Gak apa-apa, cuma masak aja mah ringan, tapi beberapa bahan, sayur dan daging ayamnya habis."
"Ya sudah biar Adelia pergi ke pusat perbelanjaan."
"Iya."
Adelia pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli bahan makanan yang dibutuhkan. Adelia berjalan di tepi jalan raya untuk mencari angkutan umum. Adelia berdiri di halte bus, suara anak berusia 8 tahun memanggil namanya.
"Mama Adelia ... Mama Adelia," panggil Qisya.
Adelia memperhatikan anak yang datang ke arahnya. Dia coba mengingat wajah anak itu. Adelia merasa familiar dengan wajah anak itu tapi sedikit berbeda. Anak itu bernama Qisya, anak kandung dari Irfan, mantan suami ketiga Adelia.
"Mama Adelia."
"Qisya ya?"
"Iya Mama Adelia ini Qisya"
"Ya ampun sayang, kamu sudah besar." Adelia memeluk Qisya. Sudah lama tak bertemu, Adelia rindu padanya. Dulu saat bersama Irfan, Adelialah yang mengasuh dan merawat Qisya. Kasih sayangnya sudah seperti ibu kandungnya.
"Aku kangen banget sama mama Adelia, sudah lama tidak bertemu."
"Iya, sudah 3 tahun kita tidak bertemu. Mama juga kangen Qisya."
Sudah 3 tahun Adelia bercerai dari Irfan. Saat itu usia Qisya baru 5 tahun. Sejak bercerai Irfan pindah rumah ke rumah ibu istrinya yang sudah meninggal. Sejak saat itu Adelia tidak pernah bertemu dengan Irfan dan Qisya.
"Qisya, kamu mau kemana?"
"Aku baru pulang sekolah, tapi Papa belum jemput-jemput. Jadi aku mau naik angkutan umum."
"Ayo Mama Adelia antar sampai rumah, bahaya naik angkutan umum sendiri untuk Qisya."
"Asyik ..., aku seneng diantar Mama Adelia."
Adelia mengantarkan Qisya pulang ke rumahnya naik angkutan umum. Adelia tidak tega Qisya pulang sendiri naik angkutan umum. Biarbagaimanapun Adelia menyayangi Qisya meskipun Adelia sudah berpisah dengan ayahnya. Adelia mengantarkan Qisya sampai di rumah neneknya.
"Qisya, itu rumah nenekmu?"
"Iya mama Adelia."
Adelia dan Qisya menuju rumah yang ditunjukkan Qisya pada Adelia. Sampai di depan rumah itu, ternyata Irfan sedang membetulkan mobilnya. Qisya berjalan menghampiri Irfan. Sedangkan Adelia hanya berdiri di depan pagar.
"Papa."
"Papa."
"Qisya ..., kamu sudah pulang."
"Iya, habis papa lama."
Adelia masih di luar pagar rumah itu. Sedikit jauh dari jarak Irfan dan Qisya. Irfan belum menyadari ada Adelia di depan pagar rumahnya.
"Iya mobil papa mogok, mungkin ada bagian yang harus diperbaiki jadi papa telat jemputnya.Oya kamu naik apa tadi?"
"Aku naik bus diantar Mama Adelia."
"Apa? Mama Adelia?" Irfan terkejut nama Adelia disebut Qisya.
"Iya, itu Mama Adelia." Qisya menunjuk ke arah Adelia yang berada di luar pagar.
Adelia melihat Irfan yang berdiri di depan Qisya melihat ke arahnya. Mereka saling menatap. Seketika terlintas masa lalu yang seolah diputar ulang. Irfan dan Adelia sama-sama diam membisu. Hening sesaat. Ada perasaan canggung harus bertemu kembali setelah sekian lama.
"Ya Allah, Engkau mempertemukan aku lagi dengan mantan suamiku yang ketiga," batin Adelia.
"Adelia ..., lama tidak bertemu" Irfan menyapa Adelia meskipun dia sendiri agak canggung. Sudah lama tak bertemu Adelia.
Adelia yang tadi masih terdiam, mulai tersadar dari lamunannya. Dia tidak harus mengingat masa lalu, sekarang semua sudah berlalu walau rasa sakit itu terkadang masih menghantuinya.
"Iya sudah lama tidak bertemu."
"Gimana kabarmu?"
"Alhamdulillah baik."
"Papa, kenapa mama Adelia tidak diajak masuk dulu? malah berdiri terus di sini." Qisya berbicara sambil menepuk lengan Papanya. Merengek meminta Irfan mengajak Adelia masuk ke dalam rumah.
"Oya lupa, ayo masuk dulu Adelia biar aku buatkan minum."
"Tidak usah, aku buru-buru. Tadi ibuku memintaku untuk berbelanja di pusat perbelanjaan."
Adelia berusaha menghindari Irfan, dia tak ingin lebih jauh lagi dari itu. Bukan tak ingin kembali menjalin silaturrahmi, tapi Adelia tak ingin terjebak nostalgia yang akan menyakiti hatinya. Saat Irfan mengajaknya masuk ke rumahnya, Adelia langsung cari alasan supaya bisa menolaknya dengan baik.
"Biar aku mengantarmu sampai pusat perbelanjaan, kebetulan mobilnya sudah beres diperbaiki." Irfan mengajak Adelia. Dia ingin membalas kebaikan Adelia yang sudah mengantarkan anaknya.
"Tidak apa-apa, nanti naik bus saja." Adelia berusaha menolak ajakan Irfan dengan halus. Dia tak ingin merepotkan Irfan.
"Aku pamit dulu, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsallam."
Adelia meninggalkan Irfan dan Qisya, dia berjalan keluar dari halaman rumah itu tapi Irfan dan Qisya berjalan menyusulnya.
"Aku harus segera pergi," batin Adelia.
"Adelia ... Adelia ...," panggil Irfan pada Adelia yang berjalan di depannya.
"Kenapa Mas Irfan mengejarku?" batin Adelia.
"Adelia ..., tunggu!" Irfan menarik lengan Adelia.
"Maaf Mas Irfan, aku buru-buru."
"Bisakah kita bicara sebentar?"
Adelia menghentikan langkahnya menoleh ke arah Irfan. Mantan suami ketiganya berdiri tepat di sampingnya.
"Adelia aku tahu kau masih terluka dengan masa lalu yang terjadi di antara kita, tapi bisakah kita tetap bersilaturrahmi sebagai teman."
"Maaf Mas Irfan aku harus segera pergi."
"Adelia ku mohon izinkanku mengantarmu, sebagai ucapan terimakasihku padamu."
Adelia terdiam. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi menolak ajakan Irfan. Tiba-tiba Qisya mendekatinya.
"Mama Adelia biar papa yang mengantar ya, tadikan Mama Adelia sudah mengantarkanku jadi biar kita mengantarkan Mama Adelia."
Adelia berpikir matang-matang untuk ajakan Irfan. Rasanya tidak enak jika menolak lagi. Apalagi ini permintaan Qisya juga.
"Baiklah."
Irfan dan Qisya mengantarkan Adelia ke pusat perbelanjaan dengan naik mobil Irfan. Saat di dalam mobil, Adelia memilih diam tapi Qisya terus bercerita pada Adelia. Qisya memang sangat menyukai dan menyayangi Adelia. Walaupun Adelia hanya 2 tahun bersama Qisya tapi hubungan mereka begitu dekat layaknya ibu dan anak.
***
Adelia duduk di ranjang kamarnya, dia memikirkan kejadian tadi siang bersama Irfan dan Qisya. Adelia tidak menyangka akan dipertemukan dengan mereka lagi. Raisa masuk ke kamar kakaknya untuk mengajaknya mengobrol. Kegiatan yang rutin dilakukan Raisa kalau kakaknya ada di rumah.
"Kak aku mau kasih tahu kakak sesuatu."
"Apa?"
"Kak Irfan Dosen Akuntansi di kelasku lho."
Adelia terdiam sesaat, bayangan kejadian siang tadi bertemu Irfan terlintas dibenaknya. Dia tak menyangka takdir mempertemukannya dengan mantan suami ketiganya dan sekarang dia menjadi Dosen Akuntansi di kelas Raisa.
"Ya Allah kenapa kebetulan seperti ini?" batin Adelia.
"Kenapa kak? kaget ya denger nama Kak Irfan lagi." Raisa menggoda Adelia.
"Gak kok, tadi kakak juga bertemu Mas Irfan dan Qisya."
"Apa? pantesan kakak biasa aja pas aku bicara tentang kak Irfan." Raisa terkejut. Ternyata bukan hanya dia yang bertemu Irfan tapi kakaknya juga.
Adelia hanya diam. Sebenarnya dia tidak nyaman jika harus bertemu mantan suaminya lagi. Luka yang dulu sudah dilupakannya kini diungkit kembali.
"Jangan-jangan nanti kakak juga akan bertemu sama Kak Eric juga."
"Benarkah aku juga akan bertemu Kak Eric lagi," batin Adelia.
Adelia langsung teringat masa lalunya bersama Eric.
"Kamu ngomong apa sih?"
"Hidup itu memang gak bisa ditebak. Kakak bertemu kembali dengan ketiga mantan suami kakak. Kaya judul film Aku Dan Tiga Mantan Suamiku."
"Mulai lagi deh."
Seperti biasa Raisa selalu menggoda kakaknya supaya bisa tertawa. Meskipun Raisa tahu kakaknya sedih ketika harus bertemu kembali dengan para mantan suaminya. Raisa memang gadis yang periang, dia selalu berusaha membuat kakaknya tertawa dan melupakan masalahnya.