Malam itu Adelia sholat tahajud, dia curhat pada Allah SWT semua keluh kesahnya. Apalagi besok dia akan pergi interview. Sudah beberapa bulan menganggur Adelia berharap segera mendapatkan pekerjaan. Dia membutuhkan biaya untuk biaya berobat ibunya dan biaya kuliah Raisa.
"Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha Besar, Maha Pemberi Rejeki dan Maha Kaya mudahkanlah rejekiku, sehatkanlahaku biar aku bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Ya Allah besok aku mau interview di sebuah perusahaan, mudahkanlah Ya Allah, lancarkanlah prosesnya dan semoga hamba bisa diterima bekerja di tempat itu. Tapi apabila itu bukan yang terbaik untukku, berikan aku penggantinya yang lebih baik. Karena ku yakin Engkau Maha Mengetahui segalanya, amin." Doa yang selalu dipanjatkan Adelia.
Tak terasa air matanya bercucuran. Dia mengeluarkan semua luka yang dia rasakan sambil bersujud padaNya. Allah yang mengetahui isi hatinya selalu menjadi tempatnya curhat setiap sepertiga malam.
***
Adelia akan berangkat ke Perusahaan Andaran Group untuk interview. Hari ini hari yang sangat membahagiakannya setelah berkali-kali mengirim surat lamaran kerja ke berbagai perusahaan akhirnya ada satu yang menghubunginya. Alhamdulillah setelah menunggu cukup lama Adelia bisa interview hari ini. Adelia mengenakan pakaian yang rapi dan sopan. Tak lupa membaca doa pada Allah SWT. Dia yakin setiap langkahnya akan selalu dalam ridhoNya. Tak lama ibunya masuk ke dalam kamarnya.
"Adelia kamu mau berangkat interview?" Ibu Ayu bertanya.
"Iya Bu, doain ya semoga Adelia diterima."
"Pasti, doa ibu selalu bersamamu."
Adelia menghampiri ibunya yang berdiri di dekat pintu kamar. Dia mencium tangan ibunya. Adelia memang anak yang berbakti dan sangat menghormati orangtua. Bagi Adelia ridho Allah ada pada ridho orangtuanya. Adelia ingin membahagiakan ibu dan Raisa. Karena mereka orang terdekat yang dimilikinya.
"Ibu jangan capek-capet dan jangan banyak pikiran ya."
"Iya nak."
"Nanti sepulang interview biar Adelia yang mengerjakan pekerjaan rumahnya."
"Iya Nak."
"Adelia berangkat dulu ya Bu, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsallam."
Adelia pun berangkat ke perusahaan itu. Sampai di perusahaan itu Adelia menunggu di ruang tunggu. Di sana banyak yang sedang interview juga, tapi Adelia tetap optimis. Rejeki tidak mungkin tertukar, Allah sudah mengatur setiap rejeki hambaNya. Biarbagaimapun Adelia harus segera bekerja demi pengobatan ibunya dan biaya kuliah adiknya. Saat dia sedang menunggu, seorang wanita berpenampilan rapi memanggilnya.
"Adelia Anastasya."
"Ya saya."
"Silahkan masuk."
"Baik."
Adelia memasuki ruangan itu untuk interview. Posisi yang sedang dilamar Adelia adalah staf akunting. Selama satu jam Adelia menjalani interview. Akhirnya interview itu selesai, Adelia bisa bernafas lega. Dia bisa pulang dengan tenang setelah interview.
Adelia berjalan menuju lift. Lift terbuka Adelia masuk ke dalam lift tersebut. Di dalam lift itu ada seorang laki-laki yang menundukkan kepala ke arah handphonenya. Laki-laki itu sibuk dengan handphonenya sampai tidak melihat ke arah Adelia yang memasuki lift. Lift itu bergerak turun, laki-laki itu mulai mematikan handphonenya dan menaruhnya di sakunya. Adelia hanya melihat ke depan tanpa melihat ke sampingnya. Laki-laki itu hendak menekan tombol lift, ternyata secara bersamaan Adelia juga hendak menekan tombol lift tersebut. Tubuh mereka akhirnya bertabrakan satu sama lain. Saat mereka mulai menoleh satu sama lain ternyata mereka saling mengenal. Laki-laki itu adalah Tristan Andaran, mantan suami kedua Adelia.
Air mata Adelia menetes tanpa sadar, semua ingatan tentang Tristan di masa lalu seakan kembali diingatnya. Hatinya kembali menelan rasa sakit akan kegagalan rumah tangganya bersama Tristan.
Suara ketukan palu perceraian masih terngiang di telinganya. Surat perceraian yang diajukan Tristan seolah terpangpang jelas di matanya.
"Ya Allah kenapa aku bertemu kembali dengan Tristan, ikhlaskan hatiku Ya Allah. Mudahkan langkahku dan hilangkan luka hatiku," batin Adelia.
Tristan dan Adelia kaget saat mereka menatap bersamaan. Ini kali pertama mereka bertemu setelah sekian lama mereka berpisah. Tristan sadar betul melihat air mata yang menetes dipipi Adelia. Saat tangan hendak naik untuk mengusap air mata itu, Adelia langsung memalingkan muka dan mengusap air matanya. Setelah air mata itu menghilang dari wajahnya, Adelia memberanikan dirinya untuk berbicara pada Tristan.
"Tristan sudah lama tak bertemu."
"Iya." Tristan menjawab singkat. Dia terlihat tertutup dan dingin. Untung Adelia sudah biasa dengan sikap Tristan yang seperti itu.
"Bagaimana kabarmu?" Adelia basa basi karena canggung bertemu mantan suami keduanya.
"Baik."
"Bagaimana kabar Papa?"
"Papa sehat."
Setelah berbicara sepatah dua kata Adelia diam, bingung harus bertanya apalagi, dia hanya diam terpaku menunggu lift naik dan terbuka.
"Adelia, sedang apa kau disini?"
"Interview."
Pintu lift terbuka mereka menyudahi percakapannya. Tristan lebih dulu keluar dari lift itu. Adelia pun keluar dari lift itu setelah Tristan. Adelia tidak menyangka bertemu Tristan. Dia berpikir sudah melupakan Tristan sejak lama tapi kini harus mengingatnya lagi.
***
Tristan Andaran adalah CEO dari Perusahaan Andaran Group. Dia anak dari Tio Andaran dan Tian Safira. Tristan sangat dingin, tertutup dan acuh pada wanita. Menikah dengan Adelia hanya selama satu tahun. Dia yang menceraikan Adelia tanpa memberi tahu alasan perceraiannya dengan pasti. Semua itu ada hubungannya dengan ibunya yang entah ada di mana keberadaannya sekarang. Wajahnya tampan, kulit putih, hidung mancung, dan tubuhnya atletis. Siapa saja yang melihatnya akan jatuh hati, tapi sayangnya Tristan sangat menjaga jarak dengan makhluk yang bernama wanita.
Tristan berada di ruang kerjanya, dia memanggil sekretarisnya. Sekretaris Tristan seorang wanita berpenampilan seksi. Dia sangat menyukai Tristan sejak lama. Dia selalu berusaha mendekati Tristan, tapi Tristan tidak meladeninya. Sekretaris Tristan bernama Sasa Feriska.
"Sasa tolong panggilkan bagian HRD."
"Baik Tristan."
"Panggil aku Presdir, ini kantor."
"Kenapa sih kamu Tristan? padahal kita ini dulu teman kuliah diluar negeri."
Tristan diam, dia malas membalas ucapakan Sasa.
Wanita itu selalu berusaha mendekati dan menggodanya. Seakan Sasa tahu segalanya tentang Tristan. Dia juga sering menganggap Tristan kekasihnya di depan staf dikantor. Untung saja semua staf tidak ada yang percaya. Mereka tahu bosnya alergi wanita. Dia tidak suka berdekatan atau ramah pada wanita manapun. Jadi mustahil kalau Sasa kekasihnya Tristan.
Sasa keluar memanggil Manager HRD. Tak lama Manager HRD itu masuk keruangan Tristan. Dia berdiri di depan meja bosnya. Manajer HRD itu bernama Dudi Iskandar.
"Pagi Presdir."
"Pagi, tadi ada seorang wanita bernama Adelia Anastasya interview ya?" Tristan langsung bicara keintinya. Dia penasaran dengan hasil interview Adelia.
"Iya Presdir."
"Dia melamar bagian apa?"
"Staff Akunting Presdir."
"Menurutmu bagaimana dia?"
"Dia pintar, berpengalaman, cakap, lulusan universitas ternama, dan juga ramah orangnya."
Dudi mengungkapkan semua penilaiannya tentang Adelia.
"Apa dia berhak menjadi kandidat utama?"
"Iya Presdir, tapi ada yang lebih muda dan lulusan luarnegeri Presdir."
"Bukannya yang pintar dan berpengalaman lebih dibutuhkan bukan."
"Iya Presdir."
"Berikan dia kabar baik secepatnya!"
"Baik Presdir."
Dudi keluar dari ruangan Tristan setelah bicara dengannya. Tristan merasa ada yang aneh pada Adelia.
"Kenapa dia masih mencari kerja? bukannya kompensasi perceraian yang aku berikan sangat banyak. Harusnya sangat cukup untuk hidupnya sampai tua."
Dulu saat bercerai Tristan memberikan 5 Milyar untuk kompensasi perceraian. Tristan tidak ingin Adelia merasa dirugikan karena menjalani pernikahan yang hanya status bersamanya. Tristan tidak tahu dikemanakan uang 5 Milyar itu oleh Adelia.
Adelia sampai di rumahnya, ibunya dan Raisa sudah menunggunya. Dia menceritakan proses interviewnya pada ibu dan Raisa. Setelah itu dia kembali ke kamarnya. Adelia mandi dan berganti pakaian. Dia mengambil foto pernikahannya bersama Tristan. Matanya berkaca-kaca memandangi foto pernikahan itu, tiba-tiba Raisa memasuki kamar kakaknya itu.
"Kak kenapa? tumben kok melihat foto pernikahanmu dengan kak Tristan?" Raisa melihat Adelia terlihat sedih memandang foto pernikahannya bersama Tristan.
"Tadi kakak bertemu Tristan di perusahaan tempat kakak interview itu."
"Jangan-jangan itu perusahaannya kak Tristan?"
"Masa sih? dulu perusahaan Tristan masih kecil dan bukan perusahaan itu kok." Adelia menyangkal. Dia ingat betul, saat masih bersama Tristan, perusahannya tak sebesar perusahaan yang sekarang. Dan letak perusahaannya juga tidak berada di kota itu.
"Itukan dulu kak, sekarang sudah berapa tahun sejak kakak bercerai dengannya."
Adelia berpikir ucapan Raisa masuk akal. Sudah 6 tahun setelah bercerai dengan Tristan, wajar kalau bisnis milik Tristan semakin berkembang dan maju.
"Bagaimana kalau nanti kakak diterima diperusahaan itu? apa kakak akan menerimanya?"
"Kakak akan menerimanya, ibu sekarang sedang sakit kita butuh uang untuk biaya check up sakit jantungnya."
Adelia tidak peduli dengan konsekuensi keputusan yang diambilnya. Dia membutuhkan pekerjaan itu. Apalagi biaya berobat ibunya yang tidak sedikit. Dia harus memiliki uang untuk memenuhi semua kebutuhannya. Walaupun nanti Adelia terpaksa harus bertemu Tristan setiap hari.
"Kebayang deh kak harus bertemu mantan suami tiap hari, nanti cinlok lagi."
"Ah, kamu apaan sih."
Mereka terus mengobrol dan bercanda sampai Raisa tertidur di kamar Adelia. Adelia tidak menyangka akan bekerja di perusahaan milik Tristan. Seolah takdir kembali mempertemukannya. Entah apa yang harus dilakukan oleh Adelia jika bertemu Tristan tiap hari. Mungkin dia harus membalut setiap luka dihatinya dengan doa yang selalu dipanjatkannya.