Chapter 5 - om om

Aku berlari bergegas meninggalkan keramaian menuju kamar mandi. "Apa yang ku lakukan mengapa aku tak sadar tadi" fikirku dalam hati. Alif menghampiriku

"apa kau lihat tadi" ucapku padanya

"iya tak apa mereka memang terkadang harus di ingatkan, sudah cepat tidur"

"iya, hari ini tisur disini!, tanyaku pada alif"

"iya nemenin kamu"

"makasih ya, maaf sudah merepotkan"

kamipun pergi menuju kamar. Aku sangat membutuh kan seorang teman untuk menenangkan diriku " apa ini yang namanya kesurupan" fikirku dalam hati " tapi kenapa aneh, kenapa tidak seperti orang lain yang tak sadar dan kemudian mengamuk atau bahkan menggerang gerang ta jelas " pertanyaan demi pertanyaan terus perlontar dari benakku hinggak tak sadar aku pun tertidur lelap.

Pagi ini tubuhku terasa sakit seperti semua uratku menjadi kaku. Persendian kaki tangan dan punggung adalah yang paling merasakan sakit, aku keluar dari kamar meninggalkan alif yang tidur.

"kkkkrrrreeeekkk" suara pintu kamar yang kubuka. Sambil mengendap-undap aku keluar tak mau mengganggu alif yang terlihat lelap dalam tidurnya.

"sepertinya sudah pagi" fikirku hari itu

aku menuju dapur untuk mengambil minum.

Hari ini sudah jam 06.30 pagi matahari sudah muncul, hari yang cerak untuk sekedar menjemur badan di emperan atau teras tempat kos. Aku berjalan menuju tepi duduk bersilan dan tentu saja membelakangi matahari. "apa yang terjadi kemarin, apa ini nyata mengama seperti kimpi" angan angan ku terbuai aku tak bisa berfikir apa ini nyata ataukah halusinasi tapi satu hal yang pasti ini kenyataanya.

Selang beberapa saat davit dan eko datang menghampiriku yang tengah termenung dalam lamunan pagi itu.

"cin.... ngapain" suara davit memanggilku dari kejauhan.

"bejemur ta dingin" sahut ku padanya

Entah sejak kapan kami salingbmemberi panggilan pada satu samalain, munkin karena saling suka bercanda. Dia memanggilku cin dan aku memanggilnya ta ya (Cinta) tapi nyatanya cuman guyonan bagi kami saja.

Dia berdiri di depanku untuk sesaat dan kemudian menghampiriku duduk di sampingku. "Ayok cin, ke dapur sarapan" ucapnya padaku "Bentar ta males" sahutku enggan

" nanti kalo sakit sapa yang nyakitin aku"

"njir kampret" ucap eko sambil tersenyum

"mau tp suapin, balasku menggoda nya"

" tak suapin pakai enthong tenang"

"eh gak kurang besar"

" sekali langsung kelnya"

"gila emang, ogah duluan aja"

"ayo cin cepet "

"jangan cepet cepet capek ta"

dia tersenyum dan berkata tuman "selalu saja"

"ya dah aku duluan "

"iya "

tak selang beberapa lama mereka keluar dari dapur dan membawa kopi hitam dengan aroma khas dan tentu masih panas.

"ta mau!"

" bikin sendiri"

"jahat"

" noh ada yang mau kesini"

"siapa"

"itu " dia mwnunjuk kearah ocan d3ngan wajah sayu dan capek seperti sedang sakit menuju ke arah kami pagi itu.

"can" suara eko memanggil ocan

"sini duduk sini"

ocan berjalan menghampiri kami yang tengah duduk pagi itu.

"sruuupuut" suara kopi yang diteguk ocan

"heh itu kopiku"

"adoh panas" katanya

kamipun menertawainya

"main ambil-ambil sembarangan " ucap davit

"sudah sana ngomong berdua".

"ngomong apaan" sahut ku padanya

"ocan mau nhomong dengerin" imbuh eko

" jadi gini ni, aku mau minta maaf soal yang kemarin"

"oh gak apa apa santai aja" sambil melihat badanya yang sedikit lemas membuatku ta tega, "kamu kenapa sakit" ucapku padanya

" gak apa apa, makasihnya udah di maafin"

"iya aku juga minta maaf"

"kenapa,aku lagi yang salah"

"gak papa, udah makan dulu sana"

"iya"

dia pun pergi ke dapur untuk makan pagi itu.

"nah kalo ginikan asik" kata davit

"iyalah masa tetep berantem" imbuh eko

"iya iya" sahutku.

kami pun akhirnya baikan meski dadaku masih sesak dan panas karna menahan amarah pada ocan, rasanya ada sesuatu yang ta iklas aku di buat mainanya. Sesaat kemudian aku pun menuju dapur.

"bbbrrraaakk" suara berisik yang kudengar dari arak cucian piring. Sontak aku terkejut "yasalam" mulutku berteriak latah. Aku melihat ada sosok laki-laki baju hitam di pojok dapur dan baju putih melintas di depanku. ku kucek2 matakau "apa mataku salah" lalu kubuka lagi sosok itu menghilanga "ya mataku salah lihat" tib ba

"braaaakk" suara wajan jatuh

akhirnya aku memberanikan diri bicara "siapa kenapa mengganggu"

Diapun menghilang dengan sedirinya." aneh" ucapku pada diriku sendiri kenapa dia seperti tidak senang ada yang kesini aku terus saja berfikir. "ah sudah lah " menenangkanku dalam lamunanku sendiri.

Sekarang sudah malam pukul 20.00 aku kebelet pengen kekamar kecil

"taaakk" suaraku menyalakan lampu. Kamar mandi berada di belakang bergandeng dengan aula besar atau tempat berkumpulnua anggota keluarga saat mereka pulang. aku pun berjalan sendiri menuju kamar mandi. Sudah setengah jalan aku berjalan tiba-tiba kuliahat ada yang duduk di ruang tamu, seseorang yang seorang nenek tua akhirnya kuhentikan langkahku "sepertinya aku melihat ada orang duduk di sofa itu" sembari melirik. "astaga benar ada yang duduk, haduh gimana ini" pikirku mau maju takut mau mundur tapi pengen ke kamar mandi "ya tuhan" rasanya seperti mau menangis dalam hati antara kebutuhan dan rasa takut.

"ndok" ucap nenek itu padaku

"aku salah dengar mungkin. ya allah pengen pipis" menahan rasa itu tak enak ternyata pikirku.

"ndokk, aku pengen ngomong" nak aku ingin bicara ucap nenek tua itu

"salammikumsalam nek maaf apa salah saya"

ucapku pada nenek.

"omongono koncomu, nek mertamu mae uwong seng sopan ojo sak karepe dewe" katakan pada teman temanmu sopan santunlah dalam bertamu di rumah orang.

"iya nek" ucapku

nenk sebenarnya cantik wajahnya berwibawa, namun aku seperti sudah pernah melihat wajahnya "seperti peenah lihar dimana ya".

ahirnya aku teringat pada foto yang di pajang di dinding rumah "astaga itu nenek pemilik rumah ini" ucapku dalam hati "wajahnya sama".

Nenek selalu memakai kebaya dengan jarek yang di pakai sebagai rok dengan rambut terikat atau istilah jawa di gelung tanpa memakai perhiasan serta membawa tongkat duduk di meja dan kursi tuan rumah. Di sampingnya ada lelaki berjunah putih duduk matanya seperti tidak ada pupilnyaatau mungkin bisa dibilang karena pupulnya berwarna kebiruan atau keabu abuan seperti bule.

kowe seng eruh aku karo penunggu kiane omah iki "kamu yang tau kami, kamu melihat kami" ucap nenek itu padaku

"wes dadi kewajibanmu ngelengne konco-koncomu" sudah jadi tugasmu mengingatkan teman temanmu.

"iya mbah"

kemudian mereka menghilang dari hadapanku. "slamet slamet" selamat selamat dengan mengelus dada dan bernafas lega. akhirnya akupun menuju kamar mandi.

"kreeek"

"hah apa itu" aku melihat sepasang bola mata merah menyala menatapku dari balik jendela

"ya allah, apa lagi itu" rasanya pengen nagis di tempat. warnanya hitam seperti semua bulu menutupi tubuhnya dengan maga merak menyala yang besar kira kira sebesar gelas minum. Selain itu tak terlihat bibir dan hidungnya seperti tertutup rapat oleh bulu- bulu hitam halus yang ada di tubunnya

"APA INI YANG NAMANYA GENDERUWO" aku tercengan keheranan saat itu tak mampu bersuara dan berkat-kata.