Amosa berjalan keluar dari kamar Aurellia, menutup pintu kamar dengan perlahan, kemudian melangkahkan kakinya ke arah ruang keluarga.
"Bagaimana keadaannya Aurellia?" tanya Alsa yang sudah berada di sana.
Amosa duduk di sebelah Alsa. "Sepertinya tidak ada perubahan sama sekali. Ia tidak membuka matanya sama sekali, dan tubuhnya terus terasa panas," jawabnya.
"Aku binggung mau bagaimana lagi. Soalnya, sudah kita bawa ke mana-mana tetap saja tidak ada perubahan. Semua mengatakan kalau Aurellia dalam ke adaan baik-baik saja," ucap Alsa kepada Amosa.
Amosa tersenyum manis. "Kamu tidak usah kawatir. Aku yakin Aurellia akan baik-baik saja, kita tunggu aja," hiburnya.
"Bagaimana aku tidak kuwatir. Sudah hampir satu minggu Aurellia tidak bangun, dan hanya memejamkan mata sepanjang waktu," kata Alsa.
Senyuman Amosa kembali terlihat di bibirnya. "Melihat dirimu seperti ini, aku salut kepadamu. Kamu tahu bahwa Aurellia bukan anak kita. Akan tetapi, kamu merawatnya bagaikan anakmu sendiri," kata Amosa.
"Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa begitu. Ketika pertama kali aku melihat bayi itu, hati langsung terasa bahagia, layaknya seorang ibu yang baru saja melahirkan seorang anak. Oleh karena itu, aku tidak ingin kehilangan anakku untuk yang kedua kalinya, meski ia tidak punya hubungan darah dariku," jelas Alsa.
"Tidak hanya kamu saja, tapi aku juga begitu. Entah kenapa, hati tergerak untuk merawat bayi itu ketika pertama kali aku melihat," kata Amosa yang mendukung pernyataan dari Alsa.
*****
7 tahun yang lalu...
Amosa berjalan dengan emosi yang menggebu-gebu. Urat kepalanya terlihat dengan jelas, dan kedua tangannya terus mengepal. Hari ini Amosa begitu kesal, karena apa yang ia harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Pasalnya, Tatrix hanya mendapatkan hukuman wajib lapor selama 1 bulan.
Hal itulah yang membuat amrah Amosa terus berada di puncak tertinggi. Ia tidak bisa menerima kalau orang yang membunuh anaknya hanya mendapatkan hukuman seperti itu. Pihak berwajib mengatakan kalau Tatrix dinyatakan tidak bersalah karena tidak ada bukti yang jelas. Meski demikian, Amosa yakin bahwa Tatrix-lah yang membuat anaknya terbunuh.
"Aku tidak akan tinggal diam saja. Suatu hari nanti, salah satu dari kedua tanganku akan membunuhmu, Tatrix," ucap Amosa kepada dirinya sendiri dengan amarah yang tinggi.
Tiba-tiba Amosa mendengar suara tangisan bayi. Dengan segera dia berhenti melangkah, dan mencari dari mana suara tersebut berasal. Ternyata, suara tangisan itu berasal dari sebuah kotak yang tergeletak di samping tong sampah.
Amosa langsung berlari melihat apa yang berada di dalam kotak. Kedua matanya terbelalak, jangantungnya langsung berdetak hebat, dan kedua tangannya bergetar setelah melihat apa yang berada di dalam kotak. Ternyata ada seorang bayi berada di sana.
Tali pusar bayi tersebut belom terpotong, tubuhnya juga masih terdapat bercak merah, dan tidak ada sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Tanpa pikir panjang Amosa langsung menggendong bayi tersebut dan berlari menuju ke arah rumahnya.
Letak rumah Amosa dengan tempat penemuan bayi itu tidak terlalu jauh, sehingga cukup berlari beberapa langkah Amosa sudah sampai.
"Alsa! Alsa! Tolong bukakan pintunya," teriak Amosa yang sudah berada di depan pintu masuk rumahnya.
Tidak lama, pintu bergerak, dan memperlihatkan sesosok gadis berada di balik pintu. "Ya ampun, bayi siapa ini?" tanya Alsa setelah mengetahui apa yang Amosa bawa.
"Nanti aku ceritakan, sekarang kita bawa bayi ini ke rumah sakit dulu," suruh Amosa.
Alsa langsung menggendong bayi tersebut. Anehnya, bayi tersebut langsung berhenti menangis ketika berada di pelukannya Alsa. Padahal, sejak Amosa membawanya ke rumah, bayi tersebut tak henti meneteskan air mata.
"Kita rawat saja bayi ini," ucap Alsa secata spontan.
"Aku juga punya pikiran seperti itu," sahut Amosa yang sepihak dengan Alsa.
"Kamu menemukan bayi ini dimana?" tanya Alsa yang masih penasaran.
Amosa berjalan masuk rumah, untuk mengeluarkan motor. "Di tong sampah," jawabnya yang masih sibuk mengeluarkan motor.
"Kamu akan menamakannya siapa?" Alsa kembali bertanya.
"Aurellia," kata Amosa tanpa memperhatikan Alsa.
*****