Amosa membuka pintu rumahnya, kemudian berjalan memasuki rumah.
"Tumben hari ini kamu sudah pulang?" sambut Alsa yang berada di dalam rumah.
Amosa tersenyum kemudian duduk di kursi ruang tamu. "Ada sesuatu yang membuatku harus kembali ke rumah," jawab Amosa setelah merebahkan tubuhnya di salah satu kursi ruang tamu.
Alsa berjalan mendekati Amosa dan duduk di sampingnya. "Ada apa hari ini? Kamu ketahuan kepolisian?" tanyanya.
"Bukan mengenai hal itu," jawab Amosa.
"Terus masalah apa yang terjadi pada dirimu? Jarang sekali kamu pulang tanpa membawa hasil apa-apa," kata Alsa dengan mengerutkan kedua alisnya.
Amosa menghirup nafas dalam-dalam, kemudian menghela secara perlahan. "Entah kenapa hari ini Aboy memusuhiku. Bahkan, ia tidak segan-segan melontarkan kata-kata buruk kepadaku," jawab Amosa dengan tatapan kosong ke depan.
Alsa terkejut, karena jarang sekali suaminya bertengkar dengan Aboy, yang sudah akrab selama puluhan tahun. "Memangnya kamu melakukan apa? Sehingga membuat Aboy melakukan hal itu kepadamu?" tanya Alsa yang semakin penasaran dengan apa yang di alami oleh suaminya.
"Aku tidak tahu secara jelas permasalahan apa yang membuatnya seperti ini. Tapi, Aboy mengatakan bahwa akulah penyebab dari kematiannya Clarissa," jelas Amosa.
"Memang apa hubungannya kematian Clarissa dengan kamu? Bukankah kematian seseorang sudah di tentukan dan bisa terjadi kapan saja?" kata Alsa.
"Itu yang aku binggungkan! Tetapi, Aboy berdalih jika saja Clarissa tidak membantuku dalam membunuh Tatrix, maka ia tidak akan bernasib seperti ini," jawab Amosa.
"Kok, semakin gak jelas ke sini?" ucap Alsa yang mulai geram mendengarkan cerita suaminya.
"Aboy berkata bahwa Clarissa terkena kutukan akibat membantu seseorang melakukan pembunuhan. Kutukan inilah yang menganggu pikiran Clarissa dan memaksanya untuk pergi liburan. Dan andai Clarissa tidak liburan maka kejadian ini tidak akan menimpanya," terang Amosa.
Alsa tersenyum kecil. "Tidak usah terlalu menyalahkan dirimu. Belum tentu Clarissa terkena kutukan karena membantu kamu ketika membunuh Tatrix. Bisa jadi memang murni kecelakaan karena tidak ada tanda-tanda penganiayaan dari hasil otopsi," hiburnya.
"Tapi Aboy tetap menyalahkanku, karena akulah yang menuntut Clarissa pergi liburan. Dia juga mengatakan bahwa sebentar lagi Aboy akan memilikinya," kata Amosa yang mulai emosi.
Alsa memegang bahu Amosa. "Kamu yang sabar, memang aku lihat dari dulu Aboy memiliki rasa terhadap Clarissa. Mungkin, sebentar lagi Aboy punya rencana akan menikahi Clarissa, akan tetapi ajal telah mengagalkan rencana mereka. Karena itulah ia menyalahkan dirimu padahal jelas itu tidak ada sangkut pautnya denganmu," jelasnya.
"Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang?" kata Amosa.
Alsa menyeringai. "Sementara ini kamu di rumah saja dulu. Biar aku yang kerja, kamu jaga saja Aureliia," jawab Alsa.
"Tapi kalau benar kutukan bagaimana? Apakah Aboy juga akan terkena kutukan yang sama?" tanya Amosa.
****
"Aku tidak ingin lagi berurusan dengan Amosa. Aku sudah tidak membutuhkannya dalam melancarkan aksi. Aku tidak sudi bersekongkol dengan orang yang membuat seseorang paling kucintai meninggal," kata Aboy terhadap dirinya sendiri.
Aboy duduk di sebuah kursi dengan mengamati para penumpang yang sedang menunggu bus.
"Memang kematian tidak ada yang tahu, akan tetapi terkadang manusialah yang membuat kematian itu terjadi," kata Aboy.
Tiba-tiba kedua bola matanya melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk menunggu kedatangan bus. Aboy melihat bahwa wanita itu menaruh tas kecil di samping tubuhnya, dan malah memangku tas hitam yang berukuran besar di depannya.
"Ini adalah aksi terakhir, setelah ini aku akan kembali ke kampung halaman dan tidak akan pernah kembali ke neraka ini," gumam Aboy dengan berjalan mendekati korban yang sudah ia tentukan.
Aboy berdiri di belakang wanita tua itu sembari mengamati situasi. Ia memastikan bahwa orang sekitar tidak curiga mengenai keberadaannya dan rencana yang akan ia lakukan. Melihat situasi telah aman, Aboy langsung mengambil tas kecil yang berada di samping wanita itu.
"COPET!!!!!" teriak seseorang yang letaknya tidak terlalu jauh dari Aboy.
Dengan segera, Aboy melupakan tas tersebut dan berlari menyelamatkan diri. Beberapa orang dan pedagang asongan di sana mengejar Aboy. Situasi ini membuat Aboy ketakutan, selain nanti ia akan di serahkan ke pihak berwajib, Aboy juga bisa babak belur di hajar masa.
Aboy berencana mempercepat larinya dan menuju ke arah pintu keluar bagian belakang. Akan tetapi, baru saja Aboy akan sampai di sana, sebuah timah panas mendarat tepat di paha bagian kanan Aboy. Ternyata tembakan tersebut dari seorang polisi yang menyamar menjadi seorang preman.
Aboy hampir terjatuh, namun ia berhasil menyeimbangkan diri, dan terus berlari meski dengan keadaan pincang. Darah terus keluar berkecucuran, kaki kanannya mulai terasa mati rasa, dan tenaga Aboy sudah sampai batasnya. Aboy keluar dari terminal dan bersembunyi di sebuah semak-semak.
"Apakah aku akan mati di sini?" gumam Aboy kepada dirinya dengan lirih.
*****