"Ah, cukup melelahkan liburan kali ini," kata Clarissa sembari duduk di kursi kereta api.
Clarissa menoleh ke arah jendela, menatap jauh keluar dimana kegelapan sudah menyelimuti kota. Gerbong yang ditumpangi Clarissa begitu sepi dan sunyi, sehingga suara deritan dari roda kereta yang bergesekan dengan rel terdengar begitu jelas di telinga. Di dalam gerbong, hanya ada Clarissa dan sesosok anak kecil yang duduk jauh di ujung.
"Mungkin dengan liburan seperti ini bisa membuat pikiranku tertata kembali. Dan yang lebih penting lagi, halusinasiku bisa berkurang," kata Clarissa kepada dirinya sendiri dengan tatapan yang masih mengarah keluar jendela.
Beberapa belakang ini, Clarissa sering mengalami kejadian aneh. Ia sering melihat sesosok anak kecil yang mengenakan pakaian serba hitam, dengan rambut terurai berantakan dan kedua bola mata berwarna merah. Ketika Clarissa kembali ke rumah, ia selalu di sambut oleh gadis itu. Namun, beberapa menit kemudian ia menghilang termakan cahaya.
Tidak hanya di alam nyata saja, gadis itu juga memasuki mimpi Clarissa. Anehnya, setiap gadis itu muncul dalam mimpinya, alur yang di sajikan sama persis dengan mimpi sebelumnya. Mulai dari tempat, waktu dan adegan yang dialami sakan-akan tidak ada bedanya. Bahkan kalimat yang di ucapkan oleh gadis itu sama di setiap mimpinya, yaitu, "AKAN KU BUNUH."
Clarissa terus menatap ke arah luar jendela. Pemandangan malam ini tidak terlalu bagus, karena sinar rembulan tak terlihat, gumpalan awan hitam memenuhi langit, dan kilat guntur terlihat dengan jelas.
Tiba-tiba lampu gerbong mati, membuat seisi ruangan gelap gulita. Akan tetapi, mesin kereta api masih menyala, dan berjalan semestinya. Deritan roda yang bergesek dengan rel terdengar begitu jelas, dan kereta mengalami beberapa goncangan yang cukup kuat. Clarissa berusaha tidak panik, ia tidak beranjak dari tempat duduk sembari menunggu petugas kereta datang membenarkan lokasi kejadian.
Lampu kembali menyala, dan menerangi penjuru gerbong. Clarissa langsung terkejut, kedua bola matanya terperanga, bibirnya bergetar, dan jatungnya memompa dengan cepat. Ia melihat sesosok gadis sudah duduk di depannya.
Rambut gadis tersebut teruarai berantakan, wajahnya pucat pasi, beberapa bagian mukanya terdapat bercak darah. Bajunya serba hitam, kedua tatapnya mengarah tajam ke arah Clarissa.
"Kenapa kamu mengikuti terus?" tanya Clarissa dengan meninggikan nada bicara. Clarissa sudah tidak mempedulikan suaranya terdengar seluruh penumpang.
Gadis kecil itu tidak menjawab, ia justru bangkit dari duduknya, dan malah berdiri tepat di depannya Clarissa.
"Jangan mendekat!! Atau akan kubunuh kamu," ancam Clarissa yang masih menggunakan intonasi tinggi. Clarissa sudah muak dengan gadis tersebut, karena ia terus meneror dirinya, baik di dunia nyata maupun di dunia mimpi.
"Clarissa, apa aku boleh bertanya?" tanya gadis itu. Meski tubuhnya terlihat seperti gadis berusia 15 tahun, namun nyatanya suaranya cukup berat layaknya wanita dewasa.
Clarissa tidak bisa menjawab, karena rasa takutnya sudah menguasai dirinya. Jantungnya berdetak semakin kencang, sekujur tubuhnya terasa lemas, sehingga membuat Clarissa tidak mempunyai tenaga untuk bangkit dan berlari meninggalkan gadis ini.
"Kenapa kau membantu Amosa membunuh ibuku?" tanya gadis itu sembari mengelus pipi Clarissa.
Tangannya terasa dingin dan kasar. Kuku-kuku jarinya begitu panjang dan rawan melukai kulit Clarissa yang lembut.
"Ibumu siapa? Dan kenapa kau tahu kalau aku yang membantu Amosa?" tanya Clarissa dengan nada ketakutan.
Gadis tersebut justru tertawa. "Jangan pura-pura lupa! Apakah kau lupa juga bahwa kau pernah bekerja di rumahnya Tatrix? Ya, itu adalah ibuku," jawab Gadis itu dengan nada tinggi.
Clarissa langsung terbelalak. "Jangan-jangan kamu adalah-" katanya terhenti, karena gadis itu telah mencekik lehernya dengan sangat kencang.
"Betul sekali, aku adalah Ceki, arwah yang selama ini bersemanyam di boneka itu. Dan Tatrix adalah orang yang paling menjagaku," katanya dengan mendekatkan wajahnya ke wajah Clarissa.
Ceki melepaskan cekikannya, sehingga membuat Clarissa ngos-ngosan karena nafasnya tertahan beberapa detik.
"Apakah aku tidak boleh balas dendam atas kematian kakakku," kata Clarissa dengan meneteskan air mata. "Beberapa tahun yang lalu kakakku bekerja dirumah ibumu sebagai pembantu juga. Namun, ibumu, Tatrix, justru membunuh kakakku dan mengambil beberapa organ dalamnya," sambungnya.
"Darimana kau tahu kalau ibuku yang membunuh kakakmu?" tanya Ceki.
"Meski pihak kepolisian menyatakan Tatrix tidak bersalah, tapi aku yakin," katanya. "BAHWA TATRIX ADALAH PELAKUNYA!!," teriak Clarissa dengan sangat kencang.
Tangan kanan Ceki langsung mencekik leher Clarissa dengan sangat kencang. Kuku jarinya berhasil menembus kulit, dan menyebabkan cairan merah pekat mengalir deras. Semakin lama cekikan Ceki begitu kuat, sehingga membuat Clarissa kesulitan bernafas. Clarissa berusaha melepaskan cekikan dari Ceki, namun kedua tanganya kalah kuat dengan tangannya gadis itu meski lebih kecil darinya.
"Perlu kamu tahu, ya, Ceki. Ibuku juga mati karena depresi mendengar tentang kematian kakakku," kata Clarissa dengan kata yang terbata-bata.
Tiba-tiba sebuah benda berukuran besar menghantam gerbong kereta yang di tumpangi oleh Clarissa. Hal ini membuat Clarissa terpental dari tempat duduknya, dan apesnya beberapa serpihan kaca mengenai wajahnya. Separuh tubuhnya tertimpa reruntuhan gerbong, sehingga membuat Clarissa tidak bisa bergerak.
Ternyata sebuah truck kontainer menabrak gerbong, dan membuat kereta keluar dari jalur kemudian terguling. Pandangan Clarissa perlahan mulai buram, sekujur tubuhnya mati rasa, dan kepalanya menglami pendarahan hebat akibat benturan yang keras. Kelopak mata Clarissa menutup. Ia sudah tidak ingat apa-apa lagi.
*****