Malaikat, Malaikat Jatuh, Iblis dan para dewa dalam berbagai literatur Religi. Empat hal itu yang baru kuketahui dari tiga gadis yang kuselamatkan. Serta fakta lain kalau ternyata Tuhan dalam Injil keberadaannya masih abu-abu menurut diriku.
Mereka juga menjelaskan tentang benda supranatural yang bahkan mampu melukai makhluk setingkat Dewa dan Raja Iblis.
Benda-benda itu berada dalam sebuah kategori yang disebut Longinus. Mengacu pada seorang perwira muda yang dulu pernah menikam Lambung Kristus.
Adapun diluar kategori itu, biasanya para makhluk supranatural menyebutnya sebagai Sacred Gear. Kalawarner menjelaskan kalau Sacred Gear di ciptakan Tuhan dalam Injil sebagai alat untuk membantu manusia menyaingi kekuatan makhluk supranatural.
Namun setelah ribuan tahun berlalu, benda-benda seperti ini malah jatuh ke tangan makhluk supranatural. Entah kenapa aku merasa kalau Tuhan dalam Injil itu naif.
Namun yang aku kagumi, dia mampu menciptakan alat yang dapat membunuh entitas sekelas Maou dan Dewa.
Sayangnya, dia menciptakan itu untuk manusia. Namun setelah waktu berlalu benda-benda ciptaannya itu malah diambil alih oleh makhluk selain manusia.
"Apa keputusan yang kuambil sudah benar ya?" Gumamku
"Kyyaaa!!"
Aku tersentak saat mendengar teriakkan tersebut. Tidak biasanya malam hari sepulang kerja aku menemui situasi seperti ini,
kucari asal suara yang ternyata adalah seorang gadis kecil berambut orange diikat ekor kuda. Dia mengenakan pakaian seperti miko dalam realigi Shinto.
Gadis Miko itu berlari karena di belakangnya ada beberapa monster dengan bentuk aneh yang ingin menyerangnya.
Oi yang benar saja, karena sudah diberi tahu kalau ada entitas selain manusia oleh tiga gadis Malaikat Jatuh di rumah. Sekarang malah bertemu dengan makhluk supranatural.
Gadis pirang berambut ponytail yang tidak kuketahui namanya itu, kini kesulitan menghindari kejaran para monster. Aku tidak bisa membiarkan hal ini berlanjut.
Segera kuletakan tas dan bergegas untuk membantu gadis tersebut. Sebuah batu kuambil dan melesat ke arah monster yang mengerjarnya.
"Berhentilah mengganggunya, dasar monster!" Teriakku.
Batu yang kulempar tepat mengenai kepala salah satu monster. Membuatnya berhenti sambil meringis karena darah mengucur di dahinya.
Adapun sang gadis twintal itu kini berlari ke arah belakangku untuk bersembunyi. Dia berusaha mengatur napas yang memburu.
"To-tolong selamatkan aku dari mereka," ucapnya meminta.
"Apa yang kau lakukan sehingga mereka mengejamu?" Tanyaku.
"Mereka adalah Orc, monster itu mencoba untuk menghancurkan kampung halaman terakhir kami yang berada di dalam hutan kota ini." Jawabnya.
Seingatku, kota Kouh memang memiliki beberapa hutan kecil untuk menjaga keseimbangan udara.
"Aku mengerti, tapi kenapa kau tidak menggunakan senjata yang ada pada tanganmu itu." Ucapku sambil memegang tombak yang dia pegang erat.
"Benda ini adalah Artefak yang dipercayakan oleh Ratu, aku juga tidak mengetahui bagaimana menggunakannya." Jawabnya.
Kenapa kau malah membawa sesuatu yang tidak bisa kau gunakan. Tapi, kenapa telinga miliknya lebih lancip dari manusia.
"Sia-"
"Goorrrggh!"
Raungan itu bergema saat aku hendak menanyakan jati diri gadis loli tersebut. Buru-buru aku memegang tombak yang ada padanya.
"Aku pinjam benda ini sebentar!"
[Pov orang ke tiga]
Si gadis loli ingin menolaknya, namun dia merasakan sebuah getaran kecil saat Yudi meraih tombak yang dititipkan ratu itu.
"Kenapa Tombak Petir ini malah sinkron dengan seseorang yang bukan Ras kami." Batinnya.
Yudi memainkan tombak itu sedikit sebelum menghunuskannya ke depan. Para Orc yang tadi mengkhawatirkan rekannya, kini merasa kesal pada orang asing yang menghalangi mereka untuk membunuh buruannya.
"Aku tidak mengerti situasi yang sedang terjadi, tapi membiarkan seorang gadis manis mati akan membuat hatiku sakit. Majulah kalian para monster!" Ucap Yudi memprovokasi.
"Goorrrggh!" Raung para Orc.
Jumlah mereka ada lima, semuanya maju untuk mnyerang Yudi. Melihat situasi itu, gadis tadi khawatir demgan kondisi orang yang menolongnya.
"Hati-hati!" Ucapnya.
"Baik!* Jawab Yudi.
Satu Orc maju untuk menebas Yudi dengan pedang, namun pemuda itu mengayunkan tombaknya ke arah kepala sehingga Orc itu mati dengan kepala terpisah.
Orc kedua mati dengan luka gores dalam di dadanya, yang ketiga mati setelah menerima tiga sayatan di tubuhnya.
Orc ke empat berhasil menghadang serangan Yudi dan menyeringai. Tiba-tiba pemuda itu mundur, lawannya menurunkan kewaspadaan karena dikira musuhnya akan kabur.
Namun tanpa dia duga Yudi menghujam dada sang monster, lalu Orc terakhir kakinya gemetar sebab melihat rekannya mati.
Dia pun berbalik lalu lari dengan kecepatan tinggi. Yudi membiarkan satu Orc itu pergi, lalu menengok gadis yang baru dia selamatkan.
Sedangkan gadis itu terdiam, saat melihat Yudi sudah menghabisi para Orc seakan tanpa masalah. Ketika pemuda itu menengok arahnya, dia menggoyangkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran yang baru terlintas di kepalanya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Yudi.
"Ah, aku baik-baik saja! Bagaimana kamu begitu mahir menggunakan Tombak itu?" Jawab dan tanya si gadis.
"Oh, di sekolah aku mempelajari teknik ini. Yang lebih penting siapa namamu?" Tanya Yudi.
"Namaku Lefiya, seorang High Elf!" jawab si Gadis.