Jantung Erina berdetak dua kali lebih cepat, ini adalah pertemuan pertama kali dengan Adiknya sendiri setelah hampir dua bulan dia tidak pernah bertemu. Semenjak adiknya itu di bawah ke Singapura oleh Tuan Alex untuk berobat mereka berdua sudah tidak pernah menjalin komunikasi. Pelan tapi pasti Erina menuruni tangga menuju kamar bawah yaitu kamar adiknya, Rendi.
Sesuai petunjuk Tuan Alex, Erina mengetuk pintu itu, pintu kamar yang letaknya dekat dengan tangga bawah.
Tok, tok, tok,
Suara pintu yang diketuk dari luar oleh Erina. Erina menunggu di luar dengan harap-harap cemas menunggu adiknya itu membukakan pintu untuknya. Ingin segera menghambur memeluk adiknya itu.
Tidak lama dari itu pintu terbuka, memperlihatkan sosok pemuda yang masih menggunakan baju tidur, berdiri tegak di depan Erina. Erina yang melihat itu pun langsung memelototkan matanya, memeluk Rendi dengan air mata yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya.
"Rendi kamu sudah sehat, kakak rindu sekali dengan kamu!" kata Erina memeluk erat tubuh adiknya itu. Rendi yang melihat kakaknya ada di hadapan lebih tepatnya sudah memeluknya kini pun membalas pelukan Erina.
"Kak Erin ternyata di sini juga?" kata Rendi dengan suara yang terdengar sangat bingung.
"Iya Kakak ada di sini," jawab Erina.
"Kayaknya kamu nggak ada di sini tadi? Kamu kenapa tadi nggak keluar waktu Kakak turun? Kakak tadi kan udah ada di bawah tapi kenapa kamu nggak hampirin Kakak? Padahal Kakak rindu sekali sama kamu. Kakak kira kamu masih di Singapura, masih dalam masa pengobatan. Ternyata kamu udah sadar bahkan sudah pulang ke Indonesia," kata Erina kembali memeluk Rendi yang ada di hadapannya kini.
"Eh iya Kak, tadi itu Tuan Alex suruh Rendy untuk langsung masuk ke kamar ini. Ini kamar siapa pun Rendi nggak tahu. Yang jelas, Rendi harus menuruti Tuan Alex. Itu kata tuan Alex," jawab Rendi
Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa bingung sendiri dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan hidupnya dan juga dengan hidup kakaknya.
"Sudah-sudah, kamu jangan pikirkan itu. Yang penting semuanya saat ini sudah membaik. Kamu sudah sadar, bahkan sudah sehat seperti ini Kakak pun sudah sangat senang. Sekarang kita tinggal di sini kamu harus menuruti semua yang Kakak ucapkan di sini," kata Erina masuk ke dalam kamar, menarik tangan Rendi lalu duduk diatas tempat tidur yang ada di kamar itu.
"Kak, Tuan Alex itu Kak Alex sahabat Kakak yang dulu itu bukan?" tanya Rendi. Entah mungkin karena dia baru saja siuman dari masa komanya, jadi dia terlihat tampak baik seperti ini padahal aslinya itu dia sedikit nakal dan berandal.
"Iya, Dek. Tuan Alex gitu sahabat Kakak dulu. Dia yang membiayai semua biaya rumah sakit kamu, maka dari itu sekarang kita tinggal di sini. Kakak akan menikah dengan Tuan Alex, itu semua demi kamu. Mungkin dalam waktu dekat ini Kakak sudah akan mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan. Namun satu yang harus kamu tahu, Kakak menikah karena keterpaksaan surat perjanjian. Maka dari itu kamu jangan berbuat aneh-aneh di sini! Kita berdua tinggal di sini itu seperti hanya menumpang, menjadi calon istri hanyalah kedok. Sebenarnya kakak di sini hanyalah seorang pembantu dan juga budak. Jadi, Kakak harap kamu tahu posisi kakak," jelas Erina pada Rendi.
"Kakak menjual diri Kakak?" tanya Rendy menatap kakaknya itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dari semua kata-kata yang sudah dikeluarkan Erina Hanya itu yang bisa dia ditangkap.
"Kurang lebih seperti itu, Ren! Kakak menjual dari kakak demi keselamatan kamu dan juga kesehatan kamu. Maka dari itu Kakak harap kamu berubah! Berubah menjadi Rendi yang lebih baik. Jangan menjadi Rendi yang seperti dulu. Sudah banyak yang Kakak perjuangkan dan juga Kakak korbankan untuk keselamatan kamu, Kakak harap kamu bisa menghargai perjuangan kakak. Semuanya ini tidaklah mudah, banyak yang sudah Kakak korbankan. Banyak yang sudah Kakak tinggalkan demi kesehatan kamu. Maka dari itu, jangan kamu pernah bantah nasehat Kakak lagi!" kata Erina.
"Iya. Rendi akan mencoba untuk menjadi orang yang lebih baik lagi," jawab Rendi. Sedikit memutar bola matanya dengan malas melihat kakaknya sudah berceramah seperti ini.
"Sudah acara kangen-kangenannya?" ucap seseorang yang berdiri di ambang pintu. Menatap Erina dan Rendi dengan tatapan mata dingin dan tajam seperti silet.
"Sudah Tuan," jawab Erina. Bangun dari posisi duduknya yang tadi duduk di pinggiran tempat tidur. Lalu dengan cepat menarik tangan Rendi untuk segera bangun, menunduk hormat kepada Tuan Alex.
"Rendy, kau istirahat aja dulu kamar ini. Ini menjadi kabarmu saat ini. Sedangkan kau," menunjuk Erina "Kau ikut aku!" kata Tuan Alex.
Setelah mengatakan itu Tuan Alex pergi dari ambang pintu, meninggalkan Erina dan juga Rendi yang berdiri berdua di sana. Merasa dirinya tadi diperintahkan untuk mengikuti Tuan Alex, Erina pun melangkahkan kakinya mengikuti dari belakang. Hingga langkah mereka berdua kini sudah berhenti di ruang makan.
"Buatkan aku makanan. Makanan sederhana, simple, namun enak. Dan juga harus cepat! Aku rasa kau bisa masak yang seperti itu." Alex memerintah Erina untuk memasak.
Aku ingin tahu bagaimana rasa masakannya. Tidak berguna bukan bila memiliki calon istri yang tidak bisa memasang? Batin Tuan Alex yang kini duduk di kursi makan. Melirik Erina dengan ekor matanya.
Erina yang merasa mendapat kode dari ekor mata itu pun langsung melangkahkan kakinya mendekati dapur. Mulai berteman dengan kompor kuali, beserta kawan-kawannya itu. Otaknya berpikir keras akan apa yang harus dimasaknya. Rasanya enak namun masakan rumahan yang sederhana, pilihan Erina pun jatuh pada masakkan nasi goreng. Ya, nasi goreng. Masakan rumahan yang simple, enak dan sederhana itu sepertinya yang dimaksud oleh Tuan Alex. Karena saat mendengar ucapan Tuan Alex tadi, Erina merasa ada yang terselubung di sana.
Erina mulai memasak. Dia memotong-motong sosis, bawang-bawangan dan juga wortel sebagai campuran nasi gorengnya. Secara cekatan, Erina mengambil barang-barang yang sekiranya diperlukan.
Sedangkan Tuan Alex yang melihat itu, dia hanya menyunggingkan bibirnya, menampakkan senyuman manis yang tersungging sangat jarang itu.
Sepertinya memang aku tidak salah memilih calon istri, selain cantik dia juga cekatan dalam memasak. Untuk masalah rasa, kita lihat nanti. Apakah dia bisa memasak nasi goreng seenak diriku? Kata Tuan Alex. Ya, ternyata benar ada maksud terselubung dari ucapan Alex tadi.
Nasi goreng, merupakan makanan kesukaan Tuan Alex. Dia sangat pandai memasak itu dengan rasa yang sangat enak. Maka dari itu dia menantang Erina untuk memasak makanan itu.
Oh iya aku baru ingat, nasi goreng itu bukannya makanan kesukaan Alex? Waktu kuliah dulu. Ya, berarti aku bener masak nasi goreng saat ini. Erina merasa senang karena menurutnya tebakannya sudah benar, Tuan Alex minta untuk dimasakan nasi goreng.
Senang sekejap kini raut wajah Erina tampak khawatir. Dirinya baru ingat kalau Tuan Alex itu sangat pintar memasak nasi goreng. Masalah rasa, rasanya bisa sangat enak, tidak perlu diragukan. Dia bisa tahu itu karena dulu dia pernah diberi nasi goreng, dulu semasa kuliah.
Mati aku! Kalau nanti rasanya gak enak gimana? Dia kan pandai sekali memasak nasi goreng, atau memang jangan-jangan dia sengaja menantang aku untuk masak nasi goreng? Pikir Erina. Menatap kosong tembok di depannya.
"Gawat, bau apa ini? Gosong!" kata Erina. Melihat kualinya yang sudah mengebul di depannya. Karena terlalu asyik melamun, dia sampai lupa mengaduk nasi goreng yang ada di kualinya itu.
Ini mah bakalan mati beneran akunya! Batin Erina yang merasa frustasi sendiri menanggapi situasi ini.
Bersambung