"Memangnya kamu sudah berapa lama mengalami lumpuh seperti ini?" tanya Rendy.
Kini Rendy sedang duduk berdua bersama Jesline di taman. Memandang indah bunga-bunga yang baru saja bermekaran. Berwarna-warni seperti warna pelangi yang sangat indah. Sebenarnya ini tugas Erina. Erina lah biasanya yang menemani Jesline untuk menatap bunga-bunga yang baru mekar itu. Namun karena tadi saat pagi-pagi buta Erina sudah diajak pergi oleh Tuan Alex, jadilah Rendy yang kini menemani Jesline menatap bunga-bunga yang indah itu.
"Tidak usah bahas itu. Aku tidak mau bila kita membahas itu. Itu hanya membuatku tidak berniat untuk berbuat apa-apa. Malas rasanya untuk mengenang kejadian itu, jadi lebih baik kita tinggalkan saja masalah itu. Kita obrolkan yang lain. Seperti mengobrol tentang kisah perjuangan hidupmu, misalnya." Jesline memberikan topik untuk mengobrol bersama Rendy.
Meladeni dan menceritakan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya hingga bisa lumpuh seperti ini adalah topik yang sangat dibenci oleh Jesline. Dia tidak suka bila ada yang membahas masalah kecelakaan itu.
"Jalan hidupku?" tanya Rendy menunjuk dirinya sendiri. Mengingat kehidupan masa lalu yang memang sangat pahit untuk dikenang. Apalagi setelah kepergian kedua orang tuanya, dia hanya punya kakaknya seorang. Erina, kakak tunggalnya.
"Iya Jalan hidupmu. Sepertinya jalan hidupmu lebih menarik untuk diceritakan. Tidak seperti jalan hidupku yang hanya seperti ini, penuh dengan kemewahan, banyak uang, banyak harta, apapun yang aku mau aku pasti akan terwujud. Tapi, ya. Aku tidak mendapatkan kasih sayang yang seutuhnya. Semuanya sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Aku paling kecil di sini, paling bungsu, aku paling butuh yang namanya kasih sayang dan juga perhatian. Namun semuanya itu tidak aku dapatkan. Hingga Aku mencari kesenangan di luar dan berakhir seperti saat ini. Bila hidupmu, aku perkiraan sepertinya lebih bahagia bila diceritakan dibanding dengan hidupku yang tidak karuan ini. Kalian berdua memang bukan dari keluarga yang mampu, tapi kalian penuh dengan kasih sayang. Aku rindu kehidupan yang seperti itu, aku sangat rindu! Aku sempat merasakannya dulu. Dulu sekali. Mungkin aku pun sudah lupa bagaimana rasanya saking dulunya. Masa kecilku sangat menyedihkan. Hingga dalam kondisi apapun aku melangkahkan kakiku sendiri. Menyedihkan bukan?" kata Erina. Menatap Rendy.
Menarik napas, lalu melanjutkan ucapannya lagi.
"Itulah jalan hidupku yang pahit ini. Tidak ada hal yang menarik yang bisa diceritakan. Semuanya terlalu menyakitkan. Tidak tergambarkan oleh kata-kata dan juga kalimat yang pas untuk menceritakan itu semua. Bisa pun aku bercerita, itu sama saja aku menyakiti batinku dan juga jiwa ragaku sendiri. Aku tidak sekuat itu untuk menceritakan itu semua." Mata Jesline memerah, air mata hampir menetes dari pelupuk matanya. Sangat tampak kesedihan dari mata Jesline saat mengungkapkan semua isi hatinya itu. Ralat, belum semuanya. Hanya satu sudut yang terbuka. Ya, baru satu sudut. Masih terlalu banyak luka yang disembunyikan daripada yang terbongkar saat ini. Yang saat ini diceritakannya masih belum ada apa-apanya.
"Cerita hidupmu memang terdengar sangat menyakitkan. Namun memaksakan diri untuk menjadi orang lain pun tidak ada pembenaran. Semuanya tidak semudah yang terlihat dari luar." Rendy berbicara dengan tatapan mata yang tidak lepas dari manik mata Jesline.
Jesline hanya diam. Dia tidak memberikan pendapat apapun tentang apa yang dikatakan oleh Rendy.
"Kamu memandang bahwa menjadi diriku itu enak dan bahagia, itu salah besar. Kita baru saling mengenal beberapa hari. kamu belum tahu kehidupanku yang sebenarnya. Bagaimana hidupku dan kakakku selama ini, kamu belum tahu itu semuanya. Kak Erin terlalu banyak merasakan sakit karena perbuatanku. Apalagi ditambah aku yang berandalan ini. Iya, aku adalah pemuda yang berandalan. Karena tinggal di sini lah aku berubah," jelas Rendy.
"Aku sudah terlalu lama membebani Kak Erin. Maka dari itu aku berniat untuk berubah, Jes! Kak Erin begitu menyayangiku, dirinya rela menggadaikan fisiknya dan jiwanya juga di sini demi bisa menyelamatkanku. Itu yang membuatku merasa tertampar sebagai seorang adik laki-laki. Kak Erin sudah berkorban terlalu banyak untukku. Dia tidak mau mengorbankan semua itu sebenarnya, namun karena rasa kasih sayangnya yang sangat besar untukmu, dia rela mengorbankan itu semua. Dan aku, aku tidak bisa membalas apa-apa kecuali aku harus menurut dengan perkataannya. Iya, semudah itu aku membalas semua kebaikannya terhadap diriku. Aku tidak punya apa-apa untuk membalasnya, aku hanya bisa membayarnya dengan perubahan ke arah yang lebih positif tidak lagi bergaul di dunia yang negatif." Rendy berbicara panjang lebar, sedangkan Jesline hanya menjadi pendengar saja.
"Kau seorang berandalan?" tanya Jesline yang menangkap satu benang merah dari panjangnya kalimat yang diucapkan oleh Randy tadi. Ya, hanya itu yang tertangkap di benak Jesline, bahwa Rendy adalah seorang berandalan.
"Iya. Aku seorang berandalan, anak motor yang hanya mencari kata keren di belakang namanya. Aku nggak tahu sih kenapa aku dulu terjerumus ke dalam dunia seperti itu. Aku hanya mencari kesenangan tanpa memikirkan kesusahan yang kakakku rasakan." Tampak gurat penyesalan di wajah Rendy.
"Aku menyesali semuanya saat ini. Dan, ya, aku merasa menjadi manusia paling bodoh di dunia pada titik ini. Di saat aku memikirkan dan mengingat itu semua, aku ingin kembali ke dunia itu dan menarik diriku untuk keluar dari sana. Namun itu tidak mungkin, itu sudah terjadi dan aku sudah ada di sini. Semuanya sudah terlewatkan. Aku harap aku bisa menjadi diri yang lebih baik setelah semua yang aku lalui."
Jesline mendengarkannya dengan sangat baik, dia menatap Rendy yang duduk disampingnya dengan tatapan mata yang kagum. Sepanjang kalimat yang diucapkan oleh Randy tadi Jesline menatap wajah Rendy. Seperti ada magnet yang menariknya untuk menatap wajah itu. Dirinya merasa mendapat pelindung baru saat ini, itulah yang ia rasakan.
"Kau tidak ingin kembali ke duniamu itu lagi?" tanya Jesline kepada Rendy, masih menatapnya dengan sangat serius.
"Tidak. Aku tidak ingin mengecewakan Kak Erin lagi, aku tidak ingin kenangan lama terbuka lagi, aku tidak ingin kejadian lama terulang kembali dan aku juga tidak ingin semuanya itu terjadi lagi. Karena itu adalah kenangan hidupku yang sangat pahit. Yang mana Kak Erin berjuang mati-matian untuk menyelamatkanku. Dan aku, aku tidak mau berada di posisi itu lagi. Aku cukup akan menjadi Ready yang saat ini, yang ada di depanmu, yang bertekad untuk berubah menjadi Rendy lebih baik. Berubah kearah positif, membawa dampak dan perubahan baik kepada orang-orang sekitar. Itu lah Rendy yang saat ini dan Rendy di impianku untuk ke depannya. Aku harap semua orang-orang yang ada di sekitarku mendukungnya, aku membutuhkan dukungan untuk saat ini guna membulatkan tekad. Juga, supaya aku lebih yakin lagi dengan keputusan yang sudah aku buat ini. Mengapa begitu? Karena membuat keputusan bukanlah suatu hal yang mudah, membuat keputusan itu suatu hal yang sangat sulit. Sulit untuk dilakukan, sulit untuk dipraktekkan dan mudah untuk diucapkan. Dulu aku hanya mendengarnya saja, namun kini kata-kata itu aku rasakan sendiri kenyataannya. Berada di posisi itu memang sangat-sangat sulit." Rendy berbicara dengan nada yang sangat bijaksana.
"Boleh aku memintamu menjadi seorang kakakku?" tanya Jesline. Tatapan matanya terlihat sangat berharap, seolah dia baru saja mendapatkan teman baru seperjuangan dan sepermainan yang sangat cocok untuk dirinya.
"Kita sebentar lagi akan menjadi saudara. Ralat, bukan saudara melainkan sama-sama adik ipar. Jadi aku rasa boleh-boleh saja. Kita seumuran, kita bisa saling bertukar pikiran, belajar mana yang baik dan mana yang benar bersama. Aku akan menjadi Abang ketigamu." Kata Rendy lalu menengok tersenyum kearah Jesline yang juga tersenyum ke arahnya.
"Abang Rendy!" panggil Jesline. Yang mana itu malah memancing gelak tawa keduanya.
Bersambung