"Mana hasil dari tugas yang Kakak berikan ke kamu semalam?" tanya Tuan Alex kepada Nathan adiknya. Menatap adiknya itu dengan sangat serius, mengisyaratkan bila dirinya saat ini sedang berbicara sangat sangat serius dari juga penting.
"Sebentar Kak," jawab Nathan. Berjalan ke arah meja belajar guna mengambil sebuah berkas penting yang mapnya berwarna biru tua. Membawanya lalu menyerahkannya kepada Tuan alex, kakaknya sendiri.
"Ini sudah semuanya?" tanya Tuan alex menatap berkas yang baru saja diserahkan oleh adiknya itu.
"Setahu dan sepengertian Nathan itu sudah semuanya, Kak. Kayaknya cuma itu harta yang dimiliki oleh keluarga Kak Erina. Tidak ada yang lainnya, hanya beberapa saja yang masih berstatus gadai dan sewa, lainnya sudah dijual," jawab Nathan sebisanya.
"Kau sudah mencoba untuk membelinya dari orang-orang itu?" tanya Tuan Alex kepada adiknya itu.
"Sudah. Aku sudah mencoba untuk menawarnya untuk mencoba membelinya. Namun dia meminta harga tinggi. Sepertinya dia ragu kalau itu sangat penting bagi Kak Erina," jawab Nathan.
"Beli berapapun mereka menawarkan harga. Tidak usah seperti orang miskin! "Kita orang punya, kita tidak semiskin itu. Yang terpenting adalah, aset-aset itu kembali menjadi atas nama Erina. Paham?" tanya Tuan Alex. Menatap adiknya itu dengan tatapan mata tajam.
"Paham, Kak. Nathan paham!" jawab Nathan. Lalu setelah mendengar jawaban lainnya itu, Tuan alex pergi dari sana, keluar dari kamar adiknya itu.
Mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan aset yang tidak seberapa. Bila bukan karena cinta, aku rasa Kak Alex tidak akan sudi untuk melakukannya. Tapi kalau kau mencintainya kenapa kau masih saja seperti itu, Kak? Batin Nathan. Memperhatikan kakaknya yang baru saja keluar dari kamarnya itu.
"Memang, cinta membuat manusia buta. Buta akan segalanya!" kata Nathan. Menertawakan kakaknya itu dalam kesunyian kamarnya sendiri.
***
Tuan Alex berjalan menuju kamarnya sendiri hendak istirahat, namun ditengah-tengah perjalanan dia melihat sesuatu yang mencuri perhatiannya. Tuan Alex melihat Erina yang tengah duduk di ruang tengah sendirian. Sendirian memainkan handphone dengan posisi duduk menaikkan kaki keatas sofa, terlihat sangat cantik sekali. Menikmati hidupnya seolah tidak memiliki beban. Tuan Alex yang melihat itu pun mendekati Erina, niat jahilnya tiba-tiba saja muncul entah dari mana.
"Mengapa kau di sini sendirian?" kata Tuan Alex, mengagetkan Erina. Memukul bahu Erina dengan sangat kuat, membuat si empu kaget dan juga refleks menaruh handphonenya dengan asal.
"Tuan mengagetkan saya!" kata Erina memegang dadanya sendiri. Merasakan detak jantung yang berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya. Dia sedikit kesal karena waktu santainya diganggu oleh Tuan Alex.
Tuan Alex memutari kursi sofa tempat duduk Erina, lalu duduk tepat di samping tubuh Erina. Seolah tidak ada rasa canggung sedikitpun.
"Sedang apa kau di sini?" kata Tuan Alex mengulang pertanyaannya. Menoleh ke samping, menatap Erina yang malah menundukan kepalanya. Sepertinya Erina merasa malu saat ini.
"Tidak! Saya tidak sedang berbuat apa-apa. Saya hanya ingin duduk saja di sini," jawab Erina. Tuan Alex yang mendengar jawabannya Erina pun hanya menganggukkan kepala tanda bahwa dirinya paham.
"Ini handphonemu?" tanya Tuan Alex. Mengambil handphonenya milik Erina, lalu memandangnya dengan sebelah mata. Seolah sedang meremehkan handphone milk calon istrinya itu.
"Iya! Itu handphone pribadi saya," jawab Erina. Memang saat ini dia menggunakan handphone pribadinya, bukan handphone yang diberikan oleh Tuan Alex disaat dia baru sampai di rumah Tuan Alex waktu itu. Handphone yang diberikan dengan penuh drama, drama foto selfie bila sudah sampai di rumah utama.
"Mengapa kau tidak memakai handphone yang kuberikan itu? Ini handphone merk kuno! Sudah tidak layak dipakai. Sudah ketinggalan zaman dan juga kurasa sudah tidak berguna dengan baik," ejek Tuan Alex. memutar-mutar handphone mulik Erina lalu memilih untuk menyalakan layarnya.
"Handphone yang Tuan berikan masih ada di saya. Tersimpan rapi di kamar saya. Saya memakai handphone ini karena semua data-data saya masih di sini. Saya masih belum sempat mentransfernya data ke handphone baru itu. Maka dari itu saya masih menggunakan handphone yang ini. Lagi pula handphone ini masih bisa digunakan," jawab Erina. Memainkan ujung bajunya. Menundukan kepalanya, tidak mau bila harus bersitatap mata dengan si Tuan Muda Alex itu.
"Apa passwordnya?" tanya Tuan Alex, di saat dia membuka handphone itu. Handphone milik Erina ternyata memiliki password, ada metode sidik jari dan juga bisa menggunakan kata sandi.
"Sembilan empat kali!" jawab Erina.
"Hanya itu? Tidak ada artinya sama sekali! Kenapa tidak berguna seperti itu? Lebih baik tidak usah diberi password bila hanya seperti itu. Orang akan sangat mudah menebaknya bila hanya angka sama yang diulang sebanyak empat kali seperti itu." Tuan Alex kembali mengejek Erina dengan kata-katanya.
"Itu saya lakukan supaya saya mudah mengingatnya, Tuan." Erina membela diri.
"Akan kuganti password handphonemu sesuai dengan angka yang kusuka!" Kata Tuan Alex. Memainkan handphone yang ada di genggamannya itu. Yang saat ini handphone milik Erina itu sepertinya sudah beralih hak milik menjadi miliknya sendiri.
Handphone punya siapa yang ganti password siapa. Terserah lah, nanti tinggal kuganti ulang. Kata Erina di dalam hati. Tentunya si dalam hati, dia tidak mungkin berani berbicara secara terang-terangan di depan Tuan Alex. Dia memiliki banyak hutang, dia tidak seberani itu untuk melawan tuannya itu.
"Sudah aku ganti sesuai dengan tanggal hari pernikahan kita nanti. jangan berani-beraninya kau ganti! Bila kau sampai berani menggantinya akan ku buat dirimu tidak akan melupakan apa yang akan aku berikan." Tuan Alex memberikan ancaman, setelah itu dia berdiri meninggalkan Erina di sana sendirian. Erina yang ditinggal sendiri pun hanya diam. Dia melirik handphonenya yang sebelum Tuan Alex pergi diletakkannya di atas sofa. Dia mengambil handphone itu, dan saat dicoba menggunakan tanggal rencana pernikahan, ternyata benar Tuan Alex mengganti password handphonenya.
Biarin lah. Toh tanggal yang digunakan tanggal pernikahanku dengannya. Kukira dia bakal menggantinya menggunakan angka-angka aneh yang sangat sulit untuk aku ingat. Batin Erina, menatap layar handphonenya. Lalu dia pun bangun berjalan menuju kamarnya sendiri, hari sudah larut malam. Dia butuh waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya guna bisa bangun pagi dan menjalani hari-hari yang terasa akan lebih berat lagi kedepannya.
***
Perkiraan Erina tadi, dirinya akan bisa tidur bila sudah masuk ke kamar dan juga merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk dibawah penutup selimut. Namun kenyataannya dirinya kini terjaga. Saat ini pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan masa depan yang sudah jelas tidak tahu kemana arahnya. Ke lubang gelap yang akan dimasukinya pun dirinya tidak tahu seberapa dalamnya. Dia sudah lelah, dan dia sudah tahu bila lubang itu tidak ada dasarnya. Selamanya. Ya, memang selamanya. Dia sudah menandatangani kontrak hidup dan mati bersama Tuan Muda Alex. Itu artinya sampai kapanpun dia tidak akan bisa hidup bebas lagi.
Semoga ini memang jalanku, jalan takdirku mengorbankan diriku demi adikku. Kini adikku sudah sehat. Aku harap aku bisa menjalankan janjiku sebagai seorang manusia yang bertanggung jawab. Dan juga seorang manusia yang memiliki rasa kasihan dengan adikku. Yang kini sudah terbukti bila adikku selamat berkat dari pengorbananku ini. Lelah berpikir, Erina pun memejamkan matanya.
Bersambung