Kenikmatan tersungging dari senyuman mengembang. Kecemburuan tersulut hingga kegelisahan dalam tidur.
Bagas korban kecemburuan dari ulahnya sendiri.
Tok .. tok ... tok!
Suara ketukan pintu terus saja terdengar, membuat seorang wanita penyabar itu bangkit keluar kamar.
Dug... dug!
Dada Audrey berdesir karena pagi-pagi ia udah kedatangan tamu spesial di masa lalu. Tergambar raut lelaki dengan penampilan kusut tak terurus. Iya, lelaki yang mulutnya tajam bahkan setajam silet.
"Mas Bagas ... mari silahkan duduk!" sapa Audrey sembari menarik kursi dan memposisikan tata letak agak berjarak darinya.
"Terima kasih! Gimana kabarmu, Drey? Kamu keliatan senang banget di sini? Aku jadi cemburuan, loh!" Bagas bergerak menarik kursi supaya berdekatan dengan mantan istrinya.
"Maaf, mas Bagas! Aku ini istri orang, kita bukan muhrim lagi," ujar Audrey mengingatkan kembali.
"Lagian, pagi-pagi datang kemari, mas. Audrey sungkan sama sang suami," imbuhnya lagi.
"Halaah!"
Tak digubrisnya lagi, berbagai macam omongan toxic, langsung dicekal.
"Kau banyak kali bacot sekarang, Drey! Kapan waktunya di cerein si Taruk? Aku sudah nggak sabar lagi, nunggu ampe satu tahunan!" keluh Bagas dengan wajah bersemu menahan rasa malu, ia gegas bangkit menuju ke arah pintu keluar.
"Kau harus kembali padaku!" bisik Bagas sambil menyibak syal yang dipake Audrey. Lalu ia meraba rambut Audrey hanya memastikan tidak ada insiden yang buat Bagas cemburu.
"Hhmm, kau semalam Making Love?"
"Audrey harus mau dicerein, Taruk!" camkan itu.
Tanpa disadari, Audrey ikut menggelengkan kepala hanya ingin membela diri dari mantan suaminya.
"Mas Bagas, perlukah Audrey berbicara menjelaskannya? Bukankah sudah terjawab dengan mimik wajah semringah, Audrey?" balasnya dengan memamerkan senyum totalitas, hal itu sangat menimbulkan luapan kecemburuan, Bagas.
Bagas linglung, lalu segera pamit dengan membawa kekecewaan dan rasa cemburu yang membuncah hebat.
Sementara hari ini adalah momen yang paling indah bagi Attaruk untuk mengajak bayi Shezan dan istri sirinya makan enak di restoran bintang lima. Wanita itu berharap, acara hari ini begitu indah, menikmati keromantisan berdua nyata. Namun, teriakan Attaruk terdengar begitu tegas di balik pintu. Seketika Audrey terkesiap hingga sontak terkejut, mendengar suara asli dari lelaki turki tersebut.
"Siapa yang datang barusan, Drey? kok, aku gak dipanggilin, ya?" tanya Taruk sedikit agak jutek, menahan rasa cemburu yang menggumpal di dada. Ia menyaksikan sendiri bagaimana Bagas mengharapkan Audrey ke dalam pangkuannya.
Taruk, juga melihat adegan itu via cctv bagaimana aura tatapan Bagas hingga menusuk jantung. Binar mata penuh pengharapan, ia ingin bersatu kembali dengan mantan istri yang terhalang oleh Taruk.
"Sakit benar hati Taruk. Bagas mengganggu nota kesepakatan." Ia mengelus dadanya menahan rasa nyeri yang menusuk. Padahal sedang berkemas-kemas untuk mengikuti acara undangan.
"Baru kali ini Audrey, diajak Taruk dalam undangan jamuan yang bertempat di hotel bintang lima. Shezan tak perlu dibawa, tau sendirikan? Bayi sensitif sekali di tempat keramaian." jelasnya pada Audrey, yang sedang memeras Asi dalam wadah steril.
"Iyah!"
Suara derap langkah Attaruk semakin menjauh, dari pintu kamar Audrey. Ia bersiap-siap dandan yang cantik dan sexi. Audrey bahkan, memoles diri di luar kebiasaannya. Kemampuan ber-make up saat dulu masih remaja, keahlian yang sangat digeluti oleh anak orang berduit.
Setidaknya, untuk sementara Audrey bisa bernafas lega, ia rajin merawat diri karena difasilitasi oleh Attaruk sebagai suami yang peduli dan nyenangin istri.
Audrey sangat cantik dengan dandanannya yang glamour dan sensual, Attaruk tak henti menatapi sembari berdecak kagum dalam hati.
Perlahan jakun Attaruk naik turun menelan saliva yang telah lama ia tahankan. Tak kuasa meronta dan belaian sayang sudah mendekati waktunya. Rasa berkecamuk di dada saling tumpang tindih. Kelakian Attaruk tak tertahankan lagi hingga ia pamit merebahkan diri sebentar untuk menuntaskan hasratnya.
Sejenak Audrey menunggu laki-laki itu, ia sedang bergumul dengan dahsyat. Tanpa sepengetahuannya, Audrey pun melewati kamar mewah Attaruk di ruang utama. Terdengar suara kegaduhan dan melengking. Erangan-erangan nikmat saling bersahutan dengan iringan desahan napas memburu.
Audrey, untuk kedua kalinya memergoki Attaruk bertingkah aneh, ia terpana memikirkan keganjilan dari orang yang paling diseganinya.
Suasana amat canggung di ruang tamu, Audrey bersikap seperti biasa. Ia berpura-pura tidak mendengar desahan Attaruk yang mengusik saraf-saraf persemediannya.
Lalu, mereka segera berkemas berpamitan pada bik Rum. Waktu menunjukkan jam delapan malam, dan di jalanan sangat ramai oleh teriakan anak muda.
Disebuah restoran pasangan yang masih canggung duduk berhadapan dengan wajah yang nampak serius
"Attaruk ... harus jujur pada Audrey. Ia berhak tahu tentang kondisi Taruk saat ini. Apakah Taruk benar menganggap Audrey sebagai istri lahir batin?" tanya Audrey dengan terbata-bata menahan rasa segan yang menggunung.
"Berjanji memberikan nafkah lahir batin?" imbuhnya lagi.
"Attaruk tidak ingin membuat Audrey sedih bahkan kecewa," lirihnya dengan menjelaskan permasalahan yang dialami sejak istrinya meninggal.
Sesuatu telah terjadi dalam hidup Attaruk sejak istri meninggal, hingga mempengaruhi fungsi vitalitas. Sejak kehadiran Audrey perlahan membaik. Namun, rasa percaya dirinya belum pulih seperti sedia kala. Saraf-saraf sensorik masih proses pemulihan dalam menerima berbagai rangsangan.
"Hhmm ... ehem, ehem. Tiba -tiba Audrey batuk karena keselek dengan ludahnya sendiri. Dengan Attaruk diam tidak menjelaskan kondisi yang sebenarnya, justru akan membuat Audrey terpukul.
"Tapi, bagaimana pun kondisi Taruk, Aku akan tetap ingin mendampingimu." ulas Audrey dengan mengembangkan senyum tipisnya.
Taruk melebarkan senyum hambar, menatap nanar Audrey.
Aku punya satu permintaan Taruk, apa kamu bisa mengabulkannya?" Tanya Audrey hati-hati
"Apapun itu akan aku kabulkan!!" Jawab Attaruk penuh keyakinan.
"Aku hanya bisa mencurahkan hatiku padamu. Jaga rahasia kita," sambungTaruk terjeda, pria ganteng itu menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali dengan kuat.
"Bolehkah aku menyandarkan bahu padamu? Melabuhkan hati dalam hidup dan mati, aku tak punya siapa-siapa lagi." Hiks... hiks isakan Audrey begitu menyayat hati.
"Duh, sayang ... jangan sungkeman padaku. Bangunlah." ucap Taruk seraya mengangkat bahu Audrey dan segera memeluk dengan erat, pertanda ia begitu takut kehilangan seorang Audrey sebagai ibu pengganti bagi anaknya.
Pelukan erat begitu nyaman dan keduanya menikmati dengan penuh bulir-bulir cinta. Sebuah kecupan mesra dari Attaruk menambatkan pagutan rahasia. Tangan kekar lelaki itu sangat mencengkeram menuntaskan hasrat yang begitu lama terpendam. Kini saatnya melumerkan bias-bias usang berganti euphoria cinta sejoli.
"Aku janji membahagiakanmu, Drey. Jangan tinggalkan aku selangkah pun. Akan kuberikan apa yang kupunyai untukmu sebagai cinta penuh romansa." suwer Taruk menautkan kelingking dengan jari manis audrey sambil menghadiahkan kecupan di keningnya.
Lumatan nikmat tak pernah dirasakan lagi oleh keduanya sejak berpisah dengan pasangan masing-masing. Usapan demi usapan membangkitkan kekuatan jiwa yang hampir tenggelam mati. Mereka merasakan kembali kehidupan yang sesungguhnya kaya cita rasa dan cinta.
Cinta berurat madu dan secawan anggur memabukkan. Cinta yang tak lekang oleh waktu, menghamburkan keperkasaan Attaruk untuk pertama kalinya bersama istri sirinya.
Yah, malam itu terjadi pergumulan indah, disaksikan oleh bulan nan malu-malu, ditemani si tengger burung hantu, ikut bercumbu dengan bahagia.