Chereads / The Loser Of Love / Chapter 28 - Nightmare 2

Chapter 28 - Nightmare 2

Audrey masih di perkebunan teh menikmati bulan madu, saat detik-detik melepaskan ikatan keduanya. Akankah Audrey memilih Attaruk yang penyayang atau kembali pada suaminya yang telah menyadari akan kekhilafannya.

Bayi Shezan hampir genap berumur setahun, berarti usai pula tugas Audrey menemani masa-masa indah di keluarga Attaruk. Ia harus kembali ke negerinya karena pekerjaan di sana sangat membutuhkan kehadiran Attaruk, sementara di sini didelegasikan tugas kepada orang kepercayaannya.

Audrey sangat dirundung kegelisahan dalam menentukan sebuah keputusan, ia harus ikut terbang ke Turki yang jauh dari tanah kelahirannya.

Di satu sisi ia ingin pergi bersama orang yang dikasihinya, di satu sisi lagi ia nggak akan betah di negeri orang.

Namun, tak ada pilihan lain, karena di sini tak ada satu keluarga pun yang menginginkannya bertahan.

"Audrey tak mempunyai sanak keluarga, bahkan siapa pun tak menginginkan kehadirannya, kecuali baby Shezan. Aku akan bersamanya terus sampai di akhir hayatku," batinku menggumam hingga mengambil keputusan bertahan dengan Attaruk.

"Sayang, nanti kamu udah kembali pada Bagas. Masih ingatkah tentang kemesraan ini? Aku yang selalu menyenangi hatimu, membuat jiwamu kembali terusik dengan usapan romantis, desahan panjang dan belaian sayang seorang suami siri. Kamu akan merindukan momen itu lagi," ucap Attaruk dengan menaruh harapan tetap bersama Audrey till jannah.

Audrey sesenggukan, mengingat datangnya hari perpisahan. Ia akan menunaikan salat istikharah dulu untuk menentukan siapa yang harus ia pilih. Ia ingin mengabdikan hidupnya bersama Attaruk dalam sebuah perkawinan sah melalui hukum dan agama secara kuat. Itu pernah dilontarkannya pada Attaruk dan ia tak keberatan asalkan mereka tetap bersama mengasuh putri kecilnya Shezan.

"Kamu pilih aku sayang, maka segenap jiwaku untukmu. Kasian baby Shezan jika kehilangan ibunya untuk kedua kali," ucap Attaruk memberikan gambaran dalam menguatkan keputusan yang diambil Audrey.

Sementara di tempat lain, kegalauan Bagas belum terjawab. Ia pun mencari kabar kesana kemari, di setiap bunyi deritan ponsel seketika hatinya berbicara. Namun, jauh berbeda yang ia dapatkan justru kekecewaan dan penyesalan tak berujung.

Karena begitu sulitnya mendapatkan informasi keberadaan keluarga Attaruk hingga Bagas depresi. Ia jatuh sakit. Ibu adalah orang yang paling khawatir tentang kondisi putranya. Berbagai pengobatan telah dilakukan demi putra tercinta. Tetapi tak ada sedikitpun perubahan pada anaknya. Terkadang dalam tidurnya pun Bagas menjerit ketakutan disertai berpeluh. Apa sebenarnya yang ditakuti oleh lelaki ini?

"Nak! yang udah pergi jangan dipikirin lagi. Mungkin jodohmu hanya sampai di sini saja," ujar ibu menguatkan hati sang anak.

"Ibu senang, ya? Audrey udah pergi selamanya meninggalkanku, bu?" tuding Bagas pada ibunya yang mulai terlihat jelas berkeriput tua.

"Apa-apaan kamu, nak? kok, menuduh ibu seperti itu? Bukankah itu ide dari dirimu sendiri, lalu ibu yang mengiyakan? Sekarang waktunya Audrey pergi, kita nggak bisa berkomentar lagi."

Wanita paruh baya itu berusaha membujuk Bagas, agar menyikapi dengan pikiran yang tenang jangan penuh emosional. Ibu membuka lemari dan mengambil beberap foto milik Bagas untuk mereflexi kembali ingatan Bagas yang terlibat konflik batin.

"Lekas sembuh, nak. Doa terbaik dari ibu." ia memeluk Bagas memberikan semangat kembali. Ia menganggukkan kepalanya membesarkan hati putranya.

"Kalau berjodoh lagi, takkan kemana," imbunya berkali-kali.

Bagas kehilangan petunjuk, ia kerap menjerit-jerit kalau sudah menjelang malam hari. Ia menunjuk ke sudut ruangan dimana terletak foto Audrey yang masih disimpannya, kala pra wedding dulu.

"Jangan ada yang memindahkan, barang milik Audrey. Langkahi dulu mayatku," tantang Bagas berusaha menyembunyilan kepiluan hatinya. Bagas nampak lusuh berhari-hari tak nyenyak tidur, selalu di hantui oleh mimpi buruknya.

Bagas tak mampu lagi menahan rasa yang terus menyiksa diri. Beberapa kali penolakan Audrey yang menohok rasa nyeri di dadanya. Menyadari kemungkinan besar Audrey menjauh darinya, Bagas bertambah depresi dan hampir kalap dalam keputusasaannya.

Malam itu seperti biasa, Bagas memasuki kamar tidurnya setelah meneguk segelas susu hangat, dan ke toilet untuk menyelesaikan aktivitas di kamar mandi. Olah raga ringan dengan menggerakkan anggota ekstremitas tubuh hingga lebih mengademkan di peristirahatan.

Namun, tak di ayal lagi baru sejenak bagas terlelap, lantas ia seperti ada yang mencekik leher dan gelap. Napasnya sampai terengah-engah, menyadari dirinya ada keganjilan, segera Bagas mengambil wudu dan.membaca surat pendek serta beberapa doa yang ia hafalkan.

Bagas beringsut berjalan ke dapur hanya untuk membuka lemari pendingin mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya. Sekeliling terlihat gelap menambah ciut nyali Bagas. Entah mengapa Bagas memiliki gangguan akhir-akhir ini yang bermula timbul dari mimpi buruk dalam tidurnya.

Kemudian Bagas menghempaskan tubuh kurus di ranjang empuknya. Di sana, ia meringkuk memosisikan diri di bawah selimut bedcover-nya. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi selimut kenangan.. Ibu menangis nelangsa di hadapan anak lelaki yang sangat dikasihi.

"Nak, maafkan, ibu .... Maafkan ibu ..." ucapnya sesenggukan. Ibu memeluk Bagas yang kian melemah, beberapa hari tak sesuap makanan pun ia sentuh, sejak kehilangan jejak Audrey.

Dilema memenuhi jiwa yang hampir mati. Namun, jika Bagas bertahan ia tak akan sanggup melihat kebahagiaan Audrey dengan suami sirinya. Meski setidaknya ada kesempatan kedua untuk memulai hidup baru dan menebus kesalahan yang telah.lalu.

"Bagas, bantu ibu, Nak! Jangan sakit lagi, ibu berjanji akan memberikan kebahagiaanmu bersama Audrey. Ibu tidak akan mengganggu kehidupan rumah tangga kalian, percayalah.

"Ayo, Gas, semangat lagi kayak dulu, Nak!?" Ibu mengelus kedua tangan yang makin terkulai lemah.

"Bukalah matamu, Nak?! Berdoalah agar Audrey kembali lagi dalam pangkuanmu, sayang.

Allah akan menolong hamba-Nya yang sedang memohon dengan segenap hati, yakinilah, Gas!?" nasehat ibu tidak sanggup lagi ditanggapi oleh Bagas.

Akhirnya sebuah ambulance memasuki rumah Bagas dengan tujuan merujuk pasien ke rumah sakit. Sebagai standar, sebelumnya semua pasien harus melakukan pemeriksaan test swab, apalagi Ia mengeluh sakit kepala, meriang dan demam tinggi. Bagas dirawat di sebuah rumah sakit yang ada rawatan isolasi covid 19. Dari gangguan tidur hingga melemah daya tahan tubuh sampai mengidap covid-19, semua saling keterkaitan.

ibu menangis sejadi-jadinya, tak kuasa air mata terus membanjiri kedua belah pipinya. Ia sembari menadahkan kedua tangan memohon petunjuk-Nya. Bagas telah dibawa oleh tim satgas ke rumah sakit untuk isolasi.

Protokuler kesehatan harus dipatuhi dengan benar, kalau ingin tetap diizinkan isolasi mandiri.

"Ya Allah, sembuhkanlah sakit anakku. Kuatkanlah imannya, jauhi dari segala marabahaya." doa ibu tak henti-hentinya.

Selama empat belas hari ia dirawat di ruang isolasi. Kesehatan Bagas mulai membaik ke arah kemajuan, ia sudah mau makan dan pemulihan kesehatan secara drastis. Beruntung di rumah sakit ia mendapatkan kamar isolasi yang sendirian, hingga ia dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk menenangkan diri.

Ia masih mengingat kembali Audrey dan suami sirinya. Padahal belajar bersyukur, ikhlas dan sabar semoga apa yang menjadi rezekinya tak akan ketukar, demikian juga jodoh yang diinginkan Bagas.

"Ketika ada kau sia-siakan, setelah tiada baru kau rasa."~Nandakira