Beberapa hari di kebun teh dengan hawa dingin sangat mengesankan. Kebiasaan ini menumbuhkan penguatan cinta bagaikan benih yang disemai di musim hujan.
Audrey merasakan kehangatan bulir-bulir cinta yang tercurah dalam jiwa raganya. Hangat dan menggairahkan seperti gerimis hujan yang dinantikan sejak lama.
"Drey ... di penghujung waktu, bolehkah seorang suami memiliki anak dari istri sirinya? Seandainya kita tak lagi berjodoh, anak itu tetap aku jadikan yang terbaik. Maukah Audrey menerima tawaran indah ini, sayang?" ucapan Attaruk sangat menusuk ke hati yang paling dalam, bersemayam indah. Segera Audrey menyambut dengan rasa terharu, suatu keinginan gayung bersambut. Suami siri juga pantas memiliki anak dari istri sahnya, meskipun kekuatan hukum sedikit melemah, seorang Audrey tidak akan pernah takut berjuang dan keluar dari keterpurukan.
"Siapa takut, sih! demi Attaruk.aku rela. Lagian Baby Shezan udah agak besar. Tapi nyusunya begitu kuat, lengket nggak mau lepas," kekeh Audrey disambut tawa keduanya menjadi renyah.
Bisa kurasakan debaran Audrey girang bukan main, seketika mendengar ucapan Attaruk. Perlahan Audrey melepaskan tangannya dari pegangan Attaruk seraya menggaruk di bagian leher yang tak gatal. Ia salah tingkah menyikapi perhatian Attaruk yang masih canggung di antara pasangan ini. Audrey pun mantap menemui.pilihan hati.
Kebersamaan yang tak akan terulang lagi, mereka tidak tau Bagas akan menggunakan cara paksa merebut cinta yang telah hilang. Sepandau-pandainya Bagas telah mempertaruhkan harga diri istri dan martabatnya sebagai suami.
"Buka matamu, sayang. Kamu tidak boleh takut seperti itu. Ini hari bahagia kita di puncak kebun teh. Attaruk sengaja membawamu sebagai kenangan terindah yang patut Audrey kenang selama hidup.
Suami sirimu tak akan pernah menyakitimu sampai kapan pun dan dimana pun. Percayalah, Attaruk bukan pembual," ucapnya meyakinkan bahwa Attaruk bukanlah lelaki yang merendahkan martabat wanita.
Menikmati angin sepoi di daerah perbukitan dengan memanjakan mata penuh kehijauan. Sepasang suami istri begitu romantis, saling bergandengan tangan menyusuri area perkebunan. Seorang Mandor menyamperin Tuan Attaruk sambil mengobrol tentang pencapaian produksi yang meningkat tajam bulan ini. Tuan Attaruk mengedarkan pandangan ke sekeliling area perkebunan yang tumbuh subur.
Perkebunan yang menampung tenaga kerja lumayan besar, memenuhi hajat hidup karyawan yang rata-rata penduduk desa setempat. Mereka semua disediakan fasilitas yang memadai sampai chek up kesehatan berkala dengan tujuan kesejahteraan karyawan, menjaga kualitas produksi yang telah disepakati.
Perkebunan teh kebanggaan di desa penuh lembah perbukitan, di sanalah kenangan bulan madu yang Audrey rasakan sejak menikah siri dengan tuan Attaruk.
Seorang mandor diam-diam menggodaku dengan kerlingan mata nakal. Aku berusaha mengabaikan pelecehan mandor terhadap Audrey.
Pak Mandor, kenapa matanya? Kelilipan, ya!" tantangku blak-blakan untuk menjaga martabat seorang istri di depan suami.
"Eeihh ... Owhh!"
"Iya, bu!" jawab mandor dengan gelagapan menjadi salah tingkah. Ia berusaha menghindar dan.menyembunyikan wajah terkesan ada rasa malu dan takut pada bosnya.
Beberapa karyawan lain berbisik-bisik sambil memonyongkan bibir ke arah pak mandor. Suara berisik sangat mengganggu aktivitas karyawan lainnya.
Tak sengaja aku memergoki karyawan wanita menceritakan tentang kehidupan bosnya.
"Pasti wanita itu menikah dengan tuan Attaruk hanya untuk menguasai hartanya saja," ucap wanita bertudung dengan baju pink tuanya.
"Aku taksir istri bos lagi hamil muda," timpal wanita yang berbaju merah. Mereka sambil senyum dikulum mengganggu kehidupan asmara bosnya.
"Sayang. Sini dulu!" panggil Attaruk semesra mungkin hanya untuk memamerkan istri yang ia cintai tak tergantikan. Kita mampir dulu di pondok, yuk! Attaruk menggandeng tangan istri sirinya dengan penuh rasa cinta.
"Sstt....sstt...?!" telunjuk Attaruk ditempel ke bibirnya sengaja membuat yang lain pada cemburu.
"Idiih, nakal suamiku," balas Audrey dengan secepat kilat langsung menyubit perut Attaruk yang sixpack itu. Agak kesulitan meng-eksekusi area tersebut hingga berpindah ke zona tidak aman yaitu paha.
Mereka bercanda kelewatan, bahkan sedikit lebay lazimnya pasangan muda. Aura kebahagiaan terpancar jelas ke area sekitarnya, bahkan beberapa orang tersenyum bahagia.
"Apapun yang terjadi pada kita, semua itu tidak ada yang saling menyalahkan. Konsisten itu perlu, banget! Sekarang Audrey istriku, jadi biar aku yang bertanggung jawab membahagiakannya, " ucap Attaruk lebih pada menguatkan langkah dalam mengambil keputusan.
"Jangan goyah, Drey! Ada suamimu ini yang akan mem-back up dari belakang. Jika tidak untukmu, lalu pada siapa Attaruk dapat menaruh harapan cinta. Sulit buatku berpaling setelah mengenalmu, Drey! Honey, bertahanlah denganku demi baby Shezan dan hubungan cinta kita.
Paling tidak, beri aku waktu mencintaimu sejenak lagi. Memelukmu dan mendekap erat adalah sebuah anugerah buatku. Karena cinta begitu sakral, Attaruk belum pernah bersenang-senang dengan wanita yang profesinya nggak bener.
Apa yang dikatakan orang kalau tahu keluarga kalian suka mempermainkan pernikahan dan tidak bertanggung jawab terhadap keluarga?
Audrey terdiam lagi. Attaruk begitu menyayangi ibu sambung Shezan. Ia pasti tidak akan sanggup jika berpisah dengan Audrey dan membantunya melupakan kepahitan tentang masa lalu.
Tiba-tiba telepon dari Bagas menghentak lamunanku. Ia begitu marahnya karena tau sepasang suami istri ini telah berbulan madu tanpa memberitahukan pada Bagas.
"Drey ... Bagas marah-marah tak bisa terima kita ke puncak. Salah kita apa, ya? kok sewot gitu. Hhmm ... aku taksir ia cemburu," kekeh Attaruk merasa kesal tak pada tempatnya.
"Attaruk diam aja tak bergeming menerima setiap kata kata Bagas ia telan dengan perasaan dongkolnya. Attaruk boleh mengalah, tapi ingat Bagas siap-siap aja dengan kejutan baru;" ancam Attaruk siap membalas rasa jengkelnya. Sok ngatur banget!
Aku menyingkir dari Audrey supaya kamu puas. Akhirnya Audrey merasa dijadikan bola yang menggelinding kesana kemari.
Audrey merasa nggak nyaman, dan berusaha pamit pada Attaruk, lalu memasuki kamar villanya menemui Bik Rum. Bayi Shezan sepertinya merasakan kehadiran Ibu sambungnya hingga menggeliat dan merengek minta disuguhi.
"Kenapa Audrey merengut, tak baik buat seorang istri dengan mimik muka ditekuk. Ayolah, senyum. Tengok baby Shezan aja takkala tidur pun tersenyum manja." ganggu Bik Rumi pada majikannya yang mulai lumer.
"Duh, Bik Rum. Audrey udah macam bola di sepak sana-sini. Nelongso aku, bik?" sesal hati Audrey memaklumi dengan hati yang dingin.
Audrey pun melakukan ritual mandi dengan memetik kembang setaman di depan villa tanpa setahu Attaruk. Keharuman yang memanjakan tubuh menambah paras elok Audrey. Kulit yang terawat menawan hati bagi siapa saja yang menatapnya.
"Bik Rum ... bik Rum? balurkan lulur disekujur tubuhku, bi? Aku.ingin merasakan indahnya pengalaman bersama." Bik Rum sangat antusias membalurkan lulur wangi sesuai permintaan sang majikan. Aroma menusuk menghamburkan sensasi bergairah. Wangi itu sempat tercium oleh Attaruk yang sedang berjalan ke arah dapur mengambil secangkir teh pucuk limau.
"Honey .... honey?" teriaknya sambil menatap Audrey bak artis film dewasa.
"Apa yang terjadi denganmu, Honey? Kenapa berpenampilan asing, adakah yang menyulitkan keadaanmu malam, ini?" Attaruk bertanya singkat dan datar.
Audrey tersentak kaget, melihat Attaruk udah berdiri di kamarnya, dengan menggendong bayi Shezan yang imut dan lucu. Attaruk berpura-pura tidak melirik Audrey yang dipenuhi keharuman sensual. Ia pun berusaha mengendalikan emosi jiwa yang makin tak menentu.
"Jangan takut, Audrey! Bukankah selama ini Audrey merasa nyaman di sisiku?" ucapnya lagi.
"Katakanlah, Drey!?" Apa maumu! up to you?