Langkah kami tiba di perkebunan teh yang sangat luas. Perkebunan terbesar di daerah ini dengan Pemiliknya Tuan Attaruk sang suami siri ku. Ia memiliki seorang putri cantik jelita berumur enam bulanan dengan pipi gemes dan chuby, saat ini sedang kugendong dengan penuh sukacita.
Tuan Attaruk begitulah panggilan dari karyawannya. Wangi parfumnya menyeruak indra penciuman siapa saja, menandakan kelas tertinggi dan sangat khas. Wangi yang sangat aku sukai penuh aromatik dan sensasi sensual. Dia berjalan pelan, mengawasi perkebunan teh yang sedah dipetik oleh banyak karyawan. Jaket pun yang seharusnya dikenakan malah diikat di pinggang.
Udara dingin menusuk sum-sum tulang belakangku, membelai pelipis yang berponi acak-acakan. Beberapa karyawan menatap Attaruk penuh decak kekaguman. Lelaki berkulit putih bersih dan berbulu halus di dagunya, sangat memesona setiap mata memandang tak berkedip.
"Kenapa kita ke sini, pak? Aku sedang tidak ingin jalan-jalan," ucap Audrey berdalih dengan nada lembut. Biasanya ia begitu segan dengan Attaruk, tapi kali ini dengan nada, spontan ia membeberkan tentang perasaan kurang nyamannya.
Sejak kecil Audrey tidak suka dengan ketinggian, apalagi mendaki bukit kian meninggi. Kepalanya terasa oleng dan kabur. Sayup-sayup terdengar bisikan halus di pendengarannya.
Nyonya muda pingsan tadi di kebun teh. Untung saja cepat tertolong. Beberapa karyawan membopong Audrey membawa ke dalam kamarnya. Baby Shezan masih dalam pangkuan Bik Rum sejak pagi tadi. Ia terus merengek minta disusui, tanpa aba-aba sang bayi merengkuh ke dalam pangkuan ibu sambungnya.
Suara menyeruput dan tarikan paksa di kedua belahan sumber asupan gizi baby Shezan. Suara kenyotan tanpa bisa dielakkan lagi oleh ibu sambungnya. Shezan meronta dan memosisikan diri dalam kenyamanan di pangkuan empuk itu.
"Nak Audrey, gimana apa udah mendingan? masih sanggup nyusui baby Shezan kah?" celoteh bik Rum dengan bergidik mengangkat bahu melihat gelagat bayi Shezan yang lengket kaya prangko. Kenyotan-kenyotan membuncah susu segar dari kedua kalengnya. Tak terasa kedua anak beranak itu tertidur pulas sampai ada seseorang yang datang memasuki kamar tidurnya di villa super megah.
Attaruk kelihatan tergesa-gesa menuruti keinginan tersebut. Hasrat sudah lama.ia tahankan muncul kembali melintas dalam benaknya. Istri yang dicintainya tepat menyuguhkan kemolekan natural.
Terlintas niat untuk memadu kasih pada saat menyaksikan tampilan menggoda. Kemudian desahan Audrey saat diemut bola kembarnya sangat mendebarkan jiwa kelakianku. Audrey seolah sengaja memancing hawa yang lain, atau ia pun udah merindukan dekapan belaian orang terkasihnya.
Tak sanggup menahan rasa yang terus menggigit ubun-ubun, Attaruk segera keluar kamar itu dan berpindah kekamarnya yang adem dan sangat menyalurkan kebutuhan biologis yang hampir tak terkendali. Sementara waktu ia bersikukuh dengan pendirian yang ia anut. Tanpa menyentuh Audrey yang masih terjebak dengan kisah masa lalunya.
Ia berjanji tidak akan mengganggu kehidupan ranjangnya kecuali ada izin dan atas suka sama suka. Sejak saat itu, Attaruk menjadi dekat dan selalu bersama hingga menumbuhkan benih-benih cinta tanpa tau darimana berasalnya, putik itu kian menguncup dan mengembang indah pada waktunya.
Pertanyaan batin ini belum terjawab, Attaruk terus melangkah, lalu masuk kembali ke kamar Audrey hanya ingin menikmati kecupan-kecupan ringan dari baby Shezan. Ia berpura-pura rindu dan gemes pada sang buah hatinya. Ada selentingan rindu yang mengaduk ngaduk dalam rongga dada ini. Jaket pun tidak mampu lagi menghangatkan tubuhnya, kecuali bara hangat yang terus menyulut emosi jiwa. Jaket itu pun diletakkannya di atas meja kecil di kamar Audrey yang tertidur pasrah dalam posisi menyusui bayi.
Attaruk menelan saliva yang kian meleleh. hawa pegunungan memojokkan mereka berdua di salah satu kamar yang lain.
"Sayang, aku cemburu!" ujarnya saat Audrey masih tergolek di samping bayinya.
"Kamu terus menyusui Baby Shezan, lalu aku kapan?" cerocos Attaruk sedikit ngawur.
"Aku tidak sedang melucu, Drey? seorang Attaruk juga butuh asupan energi. Kamu paham, kan?" sambungnya lagi dengan ekspresi wajah yang horni.
Audrey menatapnya lekat-lekat dengan jarak hanya hitungan detik saja. Istri mana yang tidak membutuhkan kehangatan dari suami yang penuh perhatian. Bukan hanya fisiknya yang tampan, tapi setiap perbuatannya dan cara memperlakukan istrinya begitu mendebarkan. Perasaan dihargai bahkan begitu menyanjung seorang wanita sepertiku yang tidak ada apa-apanya. Tidak ada seorang pun yang menolak ajakan Attaruk seorang suami penyayang istri.
Malam yang romantis, kami nikmati berdua disaksikan oleh bintang waluku dengan tersenyum malu-malu. Kami melabuhkan rasa seperti layaknya anak muda yang sedang kasmaran. Tak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan ini, mungkin sebuah perpisahan yang akan menghadang nantinya.
Audrey belum paham dan sedang menunggu waktu menjelang satu tahunan.
Hhmm...
"Aku sangat bahagia, ya Rabb. Puji syukur tak terhingga. Berilah kebahagiaan untuk hamba yang terbaik dari-Mu," doa hati yang melangit dari seorang wanita yang pernah teraniaya begitu cepat diijabah oleh Sang Maha Kuasa.
Kuhela napas dalam-dalam lalu menghembusnya kembali dengan perlahan. Jujur saja, aku memang jatuh cinta pada suami siriku yang terus memperlakukanku bagai ratu semalam. Rasa yang tersimpan di hati sudah sejak lama pada pandangan pertama, aku menemukan keteduhan di manik bola matanya. Inikah cinta yang terindah mengakar jiwa, jawaban dari doa-doa selama ini.
Namun, bersatu dengan Attaruk butuh kesabaran dan menyatukan dua perbedaan.
Malam itu alunan.musik begitu menghanyutkan, meniup hembusan cinta dari seruling yang entah dari mana asalnya. Penduduk desa sudah melabuhkan raga ke tempat peristirahatan. Hanya beberapa warga di kebun masih duduk di pos jaga sekedar main gaple sesamanya sambil menyulut rokok kretek merupakan kebiasaan warga setempat.
"Attaruk membutuhkanmu, Drey," ujarnya seakan malam yang panjang ini tak mau dilewatkan begitu saja.
Akhirnya peraduan malam adalah akhir dari percumbuan sepasang kekasih, hawa dingin pun tak terasakan lagi. Mereka telah menyatukan raga dan jiwa tanpa terbebani oleh berbagai konflik.
Keduanya sangat menikmati liburan indah, menjelang satu tahunan kesepakatan mereka. Setelah itu, apakah mereka akan bersatu kembali atau harus berpisah dengan berat hati. Bagi Audrey melepaskan Attaruk dari sisinya seakan mencabut nyawa secara paksa.
"Attaruk tak mau pisah darimu. Sayang, kita akan cari cara untuk menyatukan keluarga ini. Tak boleh ada yang merenggut istriku dan ibu sambung baby Shezan," janji Attaruk sembari mengepal tinjunya di telapak tangan yang lain.
Audrey akan terus mempertahankan Attaruk sampai titik darah terakhir. Kenyamanan bersamanya tak akan tergantikan dengan yang lain.
Sementara di tempat lain, sosok Bagas mulai kehilangan informasi tentang sepasang suami istri sirinya. Mondar-mandir ia melewati rumah Attaruk, kesannya sangat lengang tanpa ada penampakan apa-apa.
Keisengan Bagas muncul, hingga ia pun mampir untuk memastikan penghuni rumah tersebut.
Beberapa kali ia menekan bel tanpa ada sahutan dari dalam. Tidak ada pergerakan hingga Bagas pun pergi dengan menyimpan sejuta tanda tanya.
"Kemana Audrey dan Attaruk pergi tak mengabariku? Ini sudah melanggar ketentuan yang pernah disepakati. Bukankah perjanjian ini akan berakhir beberapa bulan lagi?!" batin Bagas bergumam dengan menautkan kedua lengkungan bibirnya pertanda kecewa.