Chereads / The Loser Of Love / Chapter 12 - Kabar Duka

Chapter 12 - Kabar Duka

Pak Supri bergegas melajukan mobilnya membelah jalanan yang sepi, berharap cepat sampai ke rumah sang majikan. Sungguh perasaannya kini merasa sedih dan iba pada keluarga majikannya. Hari ini tepat jam tujuh pagi, ia sampai di rumah dan membereskan semua keperluan menyambut kedatangan jenazah kedua majikannya.

Pak Supri mengebut tanpa mempedulikan sekitaran, bayangan majikannya yang sedang ditimpa musibah masih terlintas dengan rasa berduka. Kedua majikan lelaki dan perempuan telah meninggalkan dunia fana ini. Tiada yang perlu disesali semua sudah.menjadi takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia hanya menjalan

Beberapa orang sudah berkumpul di rumah duka dengan mempersiapkan pemakaman keduanya. Suara isak tangisan keluarga begitu histeris, dari om-tante, dan saudara dekat lainnya.

Mereka menunggu jenazah dibawa pulang ke tempat peristirahatan terakhir dengan ambulance rumah sakit.

Tak kuasa tamu berdatangan pun menitikkan air mata, menangisi kepergian sang konglomerat yang sedikit sangar di masa hidupnya.

Tanpa pikir panjang lagi, Audrey berjalan cepat menuju ruangan di mana sang Papa dan mama diistirahatkan, begitu pintu terbuka menyebar aroma kepiluan dalam sekujur tubuh Audrey. Tak kuasa netraku berkabut hingga bersimpuh memeluk jasad kedua orang tuaku. Suasana berduka menatapi sosok yang membujur kaku, berbalut kain putih menutupi seluruh tubuh, kini berada di pembaringan terakhir.

Audrey merasa dirinya hancur, badannya terasa lemas, air mata sudah mengalir deras di kedua pelupuk mata, dengan sisa tenaganya Audrey menghampiri jasad yang telah diam membisu, dengan tangan yang bergemetar Audrey membuka kain putih dan memberikan ciuman terakhir di kening mama dan papa dengan tampilan raut wajah tenang.

Audrey menahan sesak dalam dada, membuncah hebat, seketika menangkup dada dengan kedua tangannya, lalu histeris tubuhnya pun limbung hingga terjatuh diatas lantai.

Suasana setelah pemakaman terharu pilu, keluarga Audrey dari pihak papa mamanya segera berkemas untuk pulang ke tempat asalnya masing-masing.

"Ndok, sing sabar, yo!" bulek nanti sore berangkat pulang. Adik-adikmu tidak ada yang jaga di sana, lagian acara turun sawah. Nanti di acara tujuh hari, bulek balik lagi, ndok!

"Iya, bulek....,"

"Matur nuhun...,"

Berbeda dulu saat keluarga Audrey menjadi keluarga kaya, semua berdatangan mengaku saudara dan sahabat. Kini hanya sebatang kara menanti siang dan malam tanpa ada yang tulus menemaninya.

Di sisi lain bumer terlihat diam, dengan tatapan penuh menyelidik ke arah Audrey. Tumben sikapnya langsung berubah sinis memandang ke arah Audrey hingga kurang nyaman. Kemana kelembutan yang dulu ia pertontonkan pada menantunya.

"Aahh...mungkin hanya perasaan Audrey aja yang sensitif. Maklumlah musibah ini sangat membuat jiwaku tergoncang bahkan ambruk," hibur diri Audrey menepis prasangka yang tidak menyenangkan itu.

Dengan nelangsa, wanita berparas cantik kini sangat berduka, ia membuka pintu kamarnya secara perlahan. Langkahnya gontai melambat, kalau bisa dirinya tertidur panjang detik ini juga. Tapi bukankah, itu semua tindakan menolak takdir? sambil menghela nafas panjang, hal yang tidak pernah ia duga terjadi di luar kehendak berencana. Dulu Audrey sangat takut ditinggal pergi oleh papa mamanya. Ia merasa masih bergelayut manja dengan kedua orang tuanya. Pernah temannya meledekin Audrey dengan kata-kata "Anak Mami"

"Hhmm....aku kerap manja dengan orang tuaku, hiks," lirihku dengan tatapan sendu.

Apakah Bagas bisa beradaptasi dengan tingkah laku dan perangai Audrey? bumer geram mendadak galak dan sok ngatur tanpa berbasa-basi.

"Audrey...!

beruntung kau sudah menikah dengan lelaki kaya raya seperti anakku. Kalau tidak, kau akan menjadi gembel di jalanan?!" seru Bumer menampakkan keegoisannya, saat mereka bertiga duduk di halaman belakang.

"Seluruh aset ayahmu, biarkan Bagas yang kelola. Kau bisa apa, Drey? anak manja taunya, beres," imbuhnya tambah menohok.

Audrey tak mau berdebat dengan bumer, di saat hatinya sedang berduka, Audrey menahan segala emosi dengan tenaga yang bersisa. Mengingat ucapan bumer itu, malah membuat Audrey mau mual dan muntah. Bagas hanya diam tanpa membantah kata-kata ibunya yang mulai memperlihatkan sikap tak suka kepada menantu yang tak dirindukan.

"Kenapa diriku mendapat perlakuan ini, ya-Rabb? Salahku apa pada keluarga suami?" rintihan Audrey terdengar menyayat hati di keheningan malam.

Kini semua orang memperhatikan dirinya, meremehkan wanita sebatangkara, apalagi seseorang ibu udah aku anggap panutan, ia berharap menjadi ibu pengganti seutuhnya, ternyata justru menganggapku saingan bahkan musuh sekalipun.

"Menantu ibu yang cantik. Tiba saatnya hidup bersusah payah, Eittss....ini baru awal permulaan, loh? Audrey akan ibu ajak berselancar ke dalam drama kehidupan yang sebenarnya. Siapkan dirimu! okey?" sindir bumer dengan menaikkan sudut mulutnya menampakkan wajah tersenyum sinis.

Audrey sontak kaget mendengar kata-kata bumer yang tidak rela bermenantukannya, sungguh tabahkanlah hatiku, ya-Rabb. Hanya kepada Engkau aku bermunajat, bukakanlah pintu hatinya untukku yang sedang terpuruk ini. Menjadi anak tunggal dari keluarga konglomerat bukan jaminan kebahagiaan, semua terjadi di luar rencana, Tuhan Maha Berkehendak.

Usia Audrey sudah cukup matang, tapi justru belum sesuai dengan pengalaman pahit getir kehidupan yang dilaluinya. Berbeda dulu anak mami banget, sedangkan kini semua mesti dikerjakan sendiri, kebutuhan harus dicari sendiri, itulah kemandirian yang terpaksa dibentuk oleh keadaan. Perbedaan tipikal menjadi masalah bagi Audrey, perubahan seratus derajat seperti pada kisah di movie "Cinderella."

Tak ada pilihan lain, selain menjalani hari-hari yang kian terpuruk, melanjutkan kerja kantoran mustahil kini. Semua pintu sudah diblokir hanya gara-gara ulah suamiku, semua impian menjadi hancur bersama laki-laki yang mendadak berubah hanya karena materi dan status, hingga Audrey pun merasa asing berada di dekat Bagas dan ibunya. Audrey kehilangan kendali dan jati diri, suguhan sebelumnya terasa nikmat, kini sukses berubah dalam sekejap.

Betul kata pepatah, "like father like son." Bagas mendengar semua perintah ibunya dan menzalimi Audrey. Sangat sedih sekali, nasib ini ya Rabb. Namun, tabahkanlah hatiku dalam menjalani semua cobaan-Mu. Kalau ini yang terbaik untukku, aku rida pada kehendak-Mu ya-Rabb.

Tak lain dan tak bukan aku dimiskinkan secara brutal, seluruh asetku di bawah kendali Bagas dan ibunya. Audrey seakan mati gerak, tak kuasa berbicara dan merasa lemah tak berdaya.

"Audrey, aku tak sanggup lagi. Semua yang aku tuju, menjauh bahkan menghindari pertemanan diriku jatuh pailit. Apakah, kau punya ide?"

"Sosok Bagas menanyakan pendapat, istrinya," walaupun jawaban mengecewakan, tetapi tetap pula meminta saran pada Audrey.

Ada sedikit kerutan di alis hitam Audrey

" Kalau aset papa kita jual dan modalnya dimasukkan ke perusahaan Bagas, gimana?" Audrey menawari dengan mengambil jalan pintas.

"Apakah kamu tidak takut, ludes?" sorak hati Bagas kegirangan.

"Aku rasa, seorang Bagas sangat hati-hati dalam memegang amanat seorang istri," pungkas Audrey sangat yakin.

Pagi itu udara sangat cerah, Audrey sedang menikmati suasana di halaman belakang rumah. Burung kolibri bercicitan, melompat dari dahan dan ranting memamerkan pesona keindahan bulunya. Sejenak merasakan memori di masa kecil penuh bahagia bersama kedua orang tercinta.