Orang yang paling berduka adalah Audrey sejak ditinggal sekaligus oleh kedua orang tuanya. Bagas pun tak kalah bersedih karena begitu beban berat yang dipikul setelah kepergian mertuanya.
Audrey anak tunggal yang kurang peduli terhadap tanggung jawab di perusahaan kepunyaan orang tuanya, terlebih bagas telah mengambil alih pekerjaan di kantor papa Audrey. Ketika dulu audrey si anak manja kesayangan keluarga, tak pernah dibebankan oleh seabrek permasalahan.
Kini tiada lagi yang bisa berbagi, hanya Bagas dan keluarganya menjadi tumpuan Audrey. Tetesan air mata Audrey belum kering jua, saat membayangkan keduanya telah tiada.
"Hanya doa-doa terbaik untukmu, Pa, Ma!?" bisiknya lembut di batu nisan keduanya.
"Kasian, sekali nasibku. Merindui kasih sayang yang sebenar-benarnya." Audrey belum dapat melupakan hal yang menyedihkan ini.
"Sudahlah, sayang. Kan ada Bagas suamimu." ucapan Bagas menghibur Audrey yang semakin tersedu-sedan.
Ketika Bagas dan keluarganya mendengar desas-desus itu, mereka juga amat gelisah. Pasalnya orang tua Audrey terlilit hutang dan hanya beberapa aset ditinggalkan oleh orang tuanya.
Namun, pamannya telah memberitahukan keluarga Audrey tentang peristiwa yang sesungguhnya. Mereka harus membayar biaya medis orang tuanya yang mencapai ratusan juta.
Audrey rela mengambil resiko untuk ayah dan ibunya, serta membayar semua hutang-hutang pada debt colektor dan beberapa pinjaman lainnya harus segera lunas.
Ketika Bagas melihat bahwa keluarga Audrey lainnya juga meminta bagian hak dari wali. Bagas tidak memberikan tanggapan, ia berpikir bahwa ianya belum mengurusin soal warisan keluarga Audrey, mereka pasti bisa melakukan sendiri.
Karena itu, Bagas, lebih memilih diam sebagai pengamat terhadap wasiat ayah dan ibu Audrey, tanpa mengintervensi sedikit pun
"Hmph!"
Pria yang baru married itu perlahan melepas kepergian sang mertua, belum terasa beberapa bulan udah ditinggal pergi selamanya.
Audrey melirik dengan acuh tak acuh.
"Apakah Bagas mau nenemaniku selamanya,"
Tatapannya terlalu berharap. Secara naluriah, Audrey akan tetap menjadi bagian keluarga Bagas tanpa bergeser satu detik pun kecuali maut memisahkan.
Tetapi setelah dipikir-pikir, ia merasa bahwa tidak perlu takut merasa sendiri dan kehilangan kasih sayang. Audrey takut menghadapi hidup dalam kesendirian. Dan Bagas hanyalah orang asing yang datang menjadi bagian hidupnya, sebulan bukanlah waktu yang lama untuk mengenal karakter Bagas yang sesungguhnya.
"Bagas, jangan pernah menyakitiku," hiks...hiks isakan tangis Audrey begitu menyayat hati.
Namun, mengapa orang-orang melihat diriku tanpa sedikit pun mempedulikan perasaan kehilangan. Kemewahan ini yang ku punya hanyalah titipan sementara, mungkin setelah kering tanah pemakaman orang tuaku akan jelas berdatangan mereka nengambil harta benda bahkan nyawaku sekali pun.
"Bagas, akankah bersamaku, selamanya?" Pertanyaan Audrey seperti anak kecil sedang putus layangannya.
He..he..
"Kau, lucu, Drey?" Emang, aku mau pergi kemana, sih? Jawaban Bagas disertai tawa yang tersendat-sendat, seiring berlalu menuju pekarangan belakang rumah.
Bagas belum pernah bertemu orang-orang yang sangar dan kejam, mereka menuntut haknya pada keluarga Audrey. Para debt kolektor mengusir Audrey dan mengambil hak kepemilikan. Pengacara keluarga Audrey tak dapat berbuat banyak, satu-satunya peninggalan orang tuanya yang utuh hanyalah sebuah perusahaan yang terlilit hutang-piutang pada rentenir berdasi.
Mereka sebelumnya tidak tau tentang kebenaran, tidak ada yang menjelaskan masalah itu
Namun, awalnya Bagas masih tetap menerima prahara itu dengan lapang dada. Waktu berlanjut ia pun jujur, menceritakan isi hatinya.
Seperti pada kebiasaan, seorang Bagas lengah dalam mengatur pengeluaran, lelaki itu suka menghamburkan uang dengan membeli barang-barang branded. Kehidupan dalam kemewahan masih hangat terbawa, sulit menghilangkannya, ditambah hutang piutang yang semakin tinggi bunga.
Audrey, tak dapat berkata banyak, ia hanya memperhatikan Bagas menghentikan langkahnya, dengan menatap Audrey sedikit berang.
"Hampir 1 tahun kita menikah, tapi kau belum hamil juga. Aku sangat merindui suara anak kecil di rumah ini.Kenapa kau belum bisa hamil juga, ya, Drey? Ada yang salahkah dengan alat reproduksi yang kau punya?" Bagas ngasal aja tanpa mikirin perasaan Audrey.
"Aku tak berharap apapun dari kau, Drey! tapi aku mohon Audrey cepatlah.hamil dan rumah.ini nggak sepi lagi. Seketika Audrey, menitikkan air mata mengingatkan kasih sayang kedua orang tuanya.
" Begitu kah cara Bagas berlaku terhadapku? jangan mengasariku, Gas? Ku harap dirimu mengeeti perasaanku kini," rajuk Audrey mulai.tak nyaman dengan kata-kata Bagas.
Bagas diam tanpa menyahutinya bahkan tak merespon pembicaraan Audrey. Dia langsung gegas jalan menuju kantornya.
Audrey menangis mengingatkan kedua orang tuanya yang telah tiada. Ia sangat shock atas perubahan sikap Bagas yang tak menjaga perasaannya. Ia mempunyai harapan memiliki bayi dengan cara menyenangkan. Sementara kondisinya kini sangat memprihatinkan, sungguh ia terluka.
"Audrey lelah dengan semua ini, Bi Rumi" ia menangis di pundak Bi Rumi dengan histeris.
"Ia tak sanggup lagi menerima perlakuan suaminya. Kenapa ia berubah setelah kematian kedua orang tua Audrey?
"Tenanglah, Nak Audrey," Bi Rumi yang telah ia anggap sebagai pengganti orang tua menjadi menghibur dan menemani hari-hari kebersamaan.
Setiap malam, setiap hari bahkan setiap jamnya, ia merasa kesepian tanpa ada yang bisa diajak ngobrol kecuali Bi Rumi dengan setia menemaninya.
Bi Rumi, tetaplah bersama Audrey, ia tak mau pisah dari bik Rumi," Audrey sangat manja dengan Bi Rumi satu satunya orang yang sangat dekat dengan orang tuanya. Ia begitu mengerti tentang anak majikannya dan tak pernah mengecewakan.
Sang ibu berjalan, menghampiri Audrey lalu membisikkan kata-kata menohok tajam. lalu ibu pun mencengkram tangannya dengan erat seolah menekan dan berakhir sebuah luka. Menantu yang tak dirindukan selalu tersakiti hatinya. Sang ibu menyuruh Audrey duduk dengan bergeming mulai menyerocos kalimat-kalimat yang tidak berdasarkan kata hati Audrey. Wanita yang dulu periang dan lincah mendadak berubah kusut tanpa gairah. Ibu dan anak lelakinya membuat tameng, itu pun tidak sendiri, mereka tim solid bersama kedua orang tuanya. Tujuannya hanya satu, menguasai setiap aset peninggalan orang tuaku.
Setelah memarkirkan mobil di garasi, bumer menggandeng Eryl memasuki rumah Bagas. Rumah ini merupakan rumah kesayangan orang tua Bagas. Karena rumahnya begitu nyaman dan fasilitas lengkap, mereka kerap menginap di rumah ini kapan mereka mau, dan datang sesuka hati. Keberadaanku di sini tak ada yang peka atau sejengkal pun menghargainya.
Saat liburan dari pekerjaannya Bagas malah mengajak ibu dan Eryl jalan-jalan, sedangkan istrinya ditinggalin begitu saja di rumah dalam kondisi kurang sehat. Mendadak perut Audrey menjadi mual, sepertinya ia terlambat datang haid bulan ini.
Audrey berjalan sambil melongokkan kepala di kamar depan. Kamar itu merupakan kamar yang biasa ditempati bumer dan anaknya cheryl.
"Kakak ipar, mana? Kok, sepi?" tanya cheryl menanyakan kakak ipar yang tidak kelihatan. Biasanya, saat Cheryl datang, kaka ipar sangat bersemangat menyambut kedatangan adik iparnya.
"Bagas mencari strinya di setiap kamar dan ruangan tak menemukan juga.
"Mungkin habis dari keluyuran, nih anak. Sebentar aja kita silap, hilang deh. Ngacrit banget," tuduh bumer ngasal.
Begitu Bagas membuka kamar mandi terlihat Audrey dalam.kondisi terkapar di lantai dengan berceceran muntah, di sana-sini.
Gegas mereka membawa Audrey ke klinik terdekat ditemani oleh ibu mertua.
"Huft....menyusahkan, aja," protes bumer memonyongkan bibirnya.