'Sore ini dia akan mengikuti acara party yang diadakan oleh teman-temannya.'
Pesan singkat yang di terimanya, membuat Arthur tersenyum miring. "Baiklah … akan kita lihat, bagaimana ekspresinya ketika melihatku datang menemuinya di sana."
Arthur menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Angka di jarum menunjukkan waktu 17.00, ia tampak sudah merapikan diri dan siap pergi … tapi sebuah panggilan masuk ke handphonenya.
Arthur menghela napas panjang dan mengangkat panggilannya. "Iya … ada apa?"
"Apa kamu akan pulang malam ini?" Suara Vivian terdengar di balik sana.
Arthur diam sejenak lalu mulai bicara. "Kenapa?"
"Ibu datang ke rumah kita lagi, dan dia bilang sangat ingin makan malam denganmu."
Wajahnya tampak datar. "Katakan saja padanya kalau aku sedang sibuk."
"Tapi … ibu bilang sangat merindukanmu, aku tidak tega bila harus mengakalinya lagi seperti semalam. Semalam saat datang ke rumah, dia terus saja menyebut namamu."
Arthur tampak sedang mempertimbangkan. "Katakan padanya … nanti aku akan pulang pada jam makan malam." Tanpa mendengar jawaban Vivian ia lantas memutuskan panggilan.
"Sial …." Ia tampak begitu kesal.
***
Eveline sudah berdandan begitu cantik, tak seperti biasanya kali ini dia tidak mengenakan gaun yang sexy, Ia tampak mengenakan gaun cantik selutut dengan warna peach dan lengan bishop sepanjang tiga perempat.
Ia memutar-mutar tubuhnya di depan kaca, menatap cerminan diri yang di pantulkan cermin setinggi tubuh yang menempel di dinding kamarnya. Awalnya ia tersenyum namun tiba-tiba ekspresinya berubah. Ia lantas keluar dari kamarnya dan mendapati teman-teman serta Siska telah siap dan menunggu di ruang tamu.
"Sudah siap beb?" tanya Siska ketika melihat Eveline keluar dan menghampiri mereka.
Eve tampak tersenyum di ikuti dengan anggukan.
"Ayo semua … kita cuss berangkat." Siska melambai mengajak mereka untuk segera pergi.
Semua wanita-wanita cantik itu pun tampak menaiki mobil dengan bersemangat. Tanpa sengaja Eveline semobil dengan Stephanie yang sama-sama duduk di bangku penumpang, sementara Siska duduk di kursi yang ada di samping kemudi.
Stephanie memandangnya sinis. Eveline terlihat ingin keluar dari mobil tapi tangan Stephanie mencengkram lengannya.
"Mau kemana? nggak suka duduk di samping aku?"
Eveline mengurungkan geraknya, dan ia kembali duduk di samping Setphanie walaupun ia merasa tak nyaman sama sekali. Sepanjang perjalanan ia hanya diam sembari menatap ke luar jendela.
"Yuhu …." Siska tampak bahagia karena telah tiba di tempat tujuan.
Saat ini mereka sudah berada di sebuah restoran yang telah sengaja mereka booking sebelumnya. Semua gadis cantik itu tampak tersenyum dan tertawa sembari mengobrol santai. Eveline terlihat tertawa mendengar celotehan Nia yang sangat mengocok perut.
Siska terlihat meninggalkan kursi, Eveline menatapnya sekilas tapi ia kembali fokus pada lawan mengobrolnya itu.
"Gila sih, emang tuh ya gila parah." Obrolan terakhirnya sebelum Siska datang dan membawa seseorang datang bersamanya.
Eveline terlihat kaget dan telapak tangan kirinya spontan menutupi wajah.
"Kenapa pria itu datang ke sini. Apa dia sengaja datang untuk membuat gaduh," batinnya sembari berusaha menyembunyikan wajahnya.
Nia terlihat menginggalkan kursi dan membiarkan pria itu duduk di samping Eveline yang tampak membuang muka padanya.
"Emmm…." Pria itu sengaja berdehem padanya, tapi Eveline seolah buta dan tuli. Ia tidak peduli sama sekali.
"Kalian boleh makan sepuasnya, kali ini aku yang traktir," ucapnya lantang.
Semua orang tampak bersorak gembira dan mulai menyukai pria yang terlihat begitu ramah ini. Eveline yang memunggunginya pun tampak menggerak-gerakkan bibirnya seolah meniru gaya bicara pria itu. Saat asik mengejeknya, tiba-tiba seseorang menyentuh bahunya dengan jari.
"Emmmm …." Suara deheman kembali keluar tapi Eveline masih membelakanginya.
Pria itu terlihat tersenyum miring seolah punya trik baru yang dapat membuat Eveline berbalik.
Tangan kanannya bergerak ke bawah meja dan mengelus paha Eveline yang di balut gaun itu. Perlakuan itu sontak membuat Eveline berbalik dan menatap sinis padanya. Ia terlihat benar-benar marah.
Eveline terlihat berdiri dari kursinya, "Semuanya … aku izin ke toilet sebentar," ucapnya tiba-tiba.
"jangan lama-lama beb," celetuk Siska sembari tersenyum.
Arthur terlihat memberikan kode kedipan mata pada Siska dan setelah itu ia juga beranjak dari kursinya, berjalan menyusul Eveline yang sedari tadi telah berlalu.
"Siapa pria itu?" bisik Stephanie pada Riri yang ada di sebelahnya.
"Dia pelanggan premium."
"Jadi dia pria itu," batin Stephanie sembari menggigit sedotan yang ada di gelas minumannya.
***
Eveline tampak kesal dan berkomat-kamit sepanjang jalan menuju toilet.
Saat di depan toilet, belum sempat ia masuk Arthur terlihat menarik lengannya dan membawanya ke sisi restoran yang tampak sepi.
"Kamu menghindariku?" ia menjebak tubuh langsing wanita itu di antara tubuhnya, dengan telapak tangan menempel di dinding yang ada di atas kepala Eveline.
"Tidak …." ujar Eve dengan ketus.
"Tapi kenapa kamu seolah tidak melihatku? Padahal aku ada di sampingmu."
Eveline bergeming.
"Ckckck … lamu benar-benar." Pria itu tampak menggeleng-geleng.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tatapannya begitu sinis menatap wajah pria yang begitu dekat dengan wajahnya.
"Aku?" Arthur menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi kalau bukan kamu." Bicara Eveline masih terdengar begitu ketus.
Arthur mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi pada Eveline, sehingga deru napas wanita itu mampu terasa olehnya.
"Kamu gugup," ucapnya sembari menyeringai.
"Berhenti mempermainkanku, kenapa kamu kesini?" Eve begitu kesal tangannya ingin mendorong Arthur tapi pria itu sigap menghentikannya.
"Aku hanya sedang ingin melihat wajahmu." Ia mencengram tangan wanita itu di depan dada.
"Menyebalkan." Eveline menaikkan sebelah ujung bibirnya.
Arthur tampak tertawa.
Eve yang tadi terlihat takut sekarang memberanikan diri, ia mendekatkan wajahnya pada Arthur hingga membuat pria itu menelan ludah. Eveline meraih dasi pria itu dan menariknya sehingga jarak mereka hampir tidak bersisa.
Laki-laki itu terlihat mendekatkan bibirnya pada bibir Eveline, tapi wanita itu malah memalingkan wajah. Laki-laki itu mundur dengan kecewa.
"Aku kira akan ada ending yang berbeda, aku sangat mengharapkannya." Ia tersenyum sembari menggigit bibir bagian bawahnya.
"Tapi aku tidak mau. Pulang lah … jangan menghancurkan pesta! Dasar pria mesum!" Eve hampir mengumpat.
"Benar-benar … aku tidak akan pulang." Tegasnya.
"Terserah … tapi aku tidak akan bicara padamu sepanjang pesta." Eveline tampak begitu membencinya.
"Menyebelkan," sesal Eve sembari berlalu.
"Wanita ini benar-benar membuatku semakin penasaran." Ia tersenyum memandangi punggung Wanita yang meninggalkannya berlalu.
Mereka telah kembali ke kursinya masing-masing dan orang-orang menatap mereka dengan curiga. Seolah berpikir ada sesuatu yang terjadi di kamar mandi antara mereka berdua, semua terlihat berbisik dan tersenyum, sementara vani terlihat menatapnya dengan sinis.