Dari tempat tidur Vivian tampak begitu sedih, sementara Arthur ikut bergeming. Dari balik punggung wanita yang sedang berbaring miring dan memeluk erat selimut yang saat ini ia kenakan itu terdengar suara Arthur bicara, "sudahlah … aku tidak bisa terus seperti ini, aku lebih baik pergi." Seolah ada kekesalan dalam hati karena kembali gagal mendapatkan cinta dari ranjang istrinya.
Wanita itu hanya meneteskan air mata melihat suaminya pergi di tengah malam buta.
Saat ini, Arthur terlihat tengah mengancing baju kemejanya, sementara tampak ada Alvin yang berdiri di sampingnya, sembari mendengar semua ucapan dan perintah laki-laki itu.
"Bawa dia sekarang ke hotelku."
"Dia sedang di pesta. Rasanya dia tidak akan mau …."
"Aku tidak mau tau, kamu harus menyeretnya ke ranjangku malam ini. Rasa sakitku sudah di ubun-ubun … aku sangat menginginkan wanita itu datang menemuiku."
Alvin mengangguk. "Baiklah … akan aku coba."
"Aku akan menunggu di kamar pribadiku."
***
Eveline sedang asik menikmati pesta, tiba-tiba Alvin datang menghampirinya di lantai dansa.
"Nona …."
Alvin mencolek pundaknya beberapa kali. Eve yang sedikit terkejut berpaling dan menatap pria yang sedari tadi telah berada di belakang punggungnya itu.
"Apa kita bisa bicara sebentar?"
Eveline mengangguk-angguk sembari bergoyang mengikuti irama musik. "Boleh … tinggal bicara saja."
"Aku tidak ingin bicara di sini, bagaimana kalau kamu mengikutiku ke tempat yang sedikit tenang."
Tanpa pikir panjang Eveline mengikutinya. Laki-laki yang sedari tadi menuntun jalannya itu pun berhenti di dekat sebuah ruangan yang tampak sedikit sepi dan hening dari bisingnya suara musik.
"Kenapa? Apa yang ingin kamu bicarakan padaku?"
"Maxime memintamu untuk menemuinya malam ini."
Eveline mengangkat kedua alisnya. "Untuk apa?"
Alvin terlihat bingung dan ia refleks menggaruk tengkuk leher yang sebenarnya tidak gatal.
"Katakan pada bosmu itu … aku menolak. Aku tidak mau!"
Laki-laki itu menatap pada Eve sembari memberi penawaran. "Dia akan memberimu 10x lipat …."
"Maaf … tapi aku … tidak mau …." Eveline berniat berbalik dan meninggalkannya.
"Bagaimana kalau 20x lipat."
Mendengar tawaran itu membuat Eve yang terlihat ingin pergi malah bergeming dan menghentikan langkahnya.
"Aku tidak akan tergoda … dan aku tidak mau. Tolong garis bawahi kata-kataku."
Alvin membuang napas panjang dan terpaksa membiarkan Eveline pergi tanpa menyelesaikan kesepakatan.
"Aku harus apa agar wanita ini mau … aku yakin Arthur akan marah besar karena tidak mendapatkan apa yang sekarang dia inginkan."
Alvin tampak ragu, ia menempelkan telepon genggam ke telinga kirinya.
"Tuan maafkan aku, dia bersi keras menolakku."
"Alvin dengarkan aku … aku tidak mau tau! Kamu harus menyeretnya ke hadapanku sekarang juga." Suara Arthur sedikit marah.
"Baiklah," ucap Alvin pasrah sembari memutuskan sambungan telepon.
"Sepertinya Siska akan membantuku." Ia berjalan kembali menuju ruangan pesta.
***
"Dia pikir dia bisa seenaknya menggunakan aku, aku tidak semurah itu … tapi uang yang di tawarkan sungguh besar, meskipun begitu … aku harus menahan diri. Ini demi harga diriku." Ia terlihat kembali bergabung pada kerumunan wanita yang sedang asik bergoyang.
Tiba-tiba Siska ada di belakang tubuhnya dan menariknya ke luar kerumunan.
"Kenapa kamu masih di sini?"
"Tentu saja ikut berpesta … ini baru jam 12 malam, aku rasa belum waktunya aku pulang."
Siska menatapnya sinis. "Jangan pura-pura tidak mengerti apa yang aku maksud."
Eveline mengangkat kedua bahunya. "Aku memang benar-benar tidak mengerti."
Siska tampak mencengkram pergelangan tangannya. "Kenapa kamu menolak untuk menemuinya? Bukankah sudah kubilang, kalau dia adalah orang yang harus kamu prioritaskan! Kenapa kamu berani menolak pria dengan bayaran yang sangat besar."
Eveline bergumam di dalam hati. "Sialan … mereka memaksaku dengan mengadukan aku pada Roni."
"Apa kamu mendengarku?"
Eveline tampak mengangguk sembari melepas genggaman yang bergitu erat itu.
"Baiklah … aku akan menemuinya." Ia menunduk menahan rasa kesalnya, seolah pasrah dan tunduk pada perintah laki-laki bertubuh tambun itu.
"Aku tidak ingin lagi mendengarmu menolaknya, jika aku mendengar itu lagi … aku akan memberikan sanksi tegas padamu. Kamu beruntung karena mendapatkan pelanggan seperti Maxime … apa kurangnya dia, dia laki-laki yang sempurna dan akan memberimu banyak uang." Siska terus saja mengomelinya.
"Entahlah … rasanya aku membencinya … dengan tanpa alasan. Aku tidak tau kenapa, menurutku dia pria yang sangat menyebalkan." Ia menjawab dalam hatinya sendiri.
Siska menunjuk dan mengarahkannya untuk pergi ke pintu keluar sementara Eve masih bergeming. "Sekarang pergilah … Alvin sudah menunggumu di mobilnya yang ada di basement. Perbesar langkahmu dan jangan suka menunda waktu."
Eveline terpaksa menjalankan perintah Siska, ia terpaksa pergi menemui Alvin di parkiran mobil.
Ternyata saat Siska dan Eve bicara, Stephanie sedari tadi ikut memperhatikan dan menguping pembicaraan mereka.
Melihat Eve yang telah pergi, akhirnya dia berani mendekati Siska. "Dia kenapa mam?"
Siska sekilas tersenyum namun berubah sinis padanya. "Tidak ada apa-apa, tidak ada hal yang perlu kamu tau, karena ini bukan urusanmu." Siska pergi meninggalkan wanita itu sendiri.
"Mengesalkan … pria gendut ini hanya menganak emaskan Eveline, kenapa dia tidak memintaku atau orang lain saja, kenapa harus memaksa anak itu, jelas-jelas dia tidak mau. Aku harus mencari tau data laki-laki itu, dan kemudian aku akan membuatnya tergoda, sama halnya dia sangat tergila-gila pada Eveline yang begitu biasa." Ia tersenyum miring dan kembali duduk di meja bar dan memesan sebuah bir untuknya.
***
Saat ini Eve sudah berada di basement, dan mendekati mobil yang di naiki Alvin saat ini. Ia tampak mengetuk kaca jendela mobil tersebut.
"Kamu sudah tiba? Masuklah." Alvin tampak turun dan membukakan pintu untuknya.
Saat Alvin telah duduk di belakang kemudi, Eveline tampak mengeluarkan isi kekesalan yang sedari tadi ia tahan.
"Apa perlu kamu mengadu pada Siska, aku sedang tidak mau … apa kamu tidak mengerti maksudku? Tolonglah sedikit manusiawi, aku juga berhak menolak jika aku sedang tidak mau."
Alvin terlihat mulai menyalakan mobilnya dan sesekali menilik padanya. "Maafkan aku … tapi ini salah satu resiko pekerjaanmu dan aku hanya menjalankan apa yang bosku perintahkan."
Eve masih tampak begitu kesal. "Benar-benar … kenapa kita harus menurut pada perintah orang lain, sangat menyebalkan."
"Aku mohon tolong bersikap manis di depan Maxime, karena saat dia sangat menginginkanmu maka kamu tidak bisa berpaling darinya."
"Hahaha … benarkah?" Eveline menertawai ucapan Alvin dan menganggapnya sebagai lelucon. "Waw … aku takut …." Ia seolah mengolok-olok apa yang tadi Alvin katakan.
"Jika bukan karena Siska, aku tidak akan pernah ingin duduk lagi di mobil ini." Ia menatap kesal pada jalanan Jakarta yang tampak sedikit lebih lengang.
"Jika kamu bisa mendapatkan hati Maxime, aku bisa menjamin kamu akan mendapatkan banyak hal yang menjamin kenyamananmu, kamu bisa saja berhenti dari pekerjaanmu ini."
Eveline membuang napas panjang. "Siska tidak akan pernah melepaskanku."
"Tapi dengan uang dia pasti akan menutup mulutnya."
Kemudian terdengar nada keraguan keluar dari sana. "Mungkin saja … Jika aku beruntung bisa lepas dari genggamannya."
"Aku akan bicarakan pada Maxime … agar dia membantumu," ucapan Alvin seolah mencoba memberi angin segar pada Eveline yang tiba-tiba tidak ingin membuka mulutnya.