Arthur yang sedari tadi duduk termenung di sofa, seketika terperangah, menatap pada wanita yang baru selesai mandi itu.
Pria itu juga menelan ludah tatkala menatap pada wanita yang saat ini tengah berdiri di hadapannya, dengan penampilan yang terlihat begitu seksi di pandangannya.
Baju kemeja putih itu menampakkan setiap inci lekuk tubuh yang juga tidak menggunakan apa-apa.
Arthur terdiam lama, karena pikirannya yang sudah berfantasi kemana-mana.
Suara ketukan pintu tiba-tiba mengagetkan, membuat laki-laki itu tersadar dari pikirannya yang liar.
Dia lantas berdiri, ia menyentuh kedua bahu wanita itu dan membuat wanita itu terduduk di sofa. "Kamu tunggu di sini, biar aku saja yang membukakan pintu."
Arthur terlihat menerima sebuah paper bag, kemudian seorang pelayan masuk, terlihat mengambil keranjang pakaian kotor.
Eveline yang duduk di sofa hanya terdiam dan melamun, hingga Arthur sudah berdiri di hadapannya dan meletakkan sesuatu yang tadi ia bawa ke atas meja.
Wanita itu tidak bertanya, tapi matanya selalu menatap ke arah kantong belanjaan itu.
Pria itu duduk di sampingnya, benar-benar dekat hingga tidak ada jarak sama sekali.
Tangannya meraih paper bag tersebut dan menyerahkannya pada Eveline. "Ini untukmu, besok gunakan ini, untuk menggantikan pakaian kotormu yang tadi baru di cuci."
Wanita dengan rambut panjang tergerai itu hanya mengangguk, dan ia tersenyum lalu mencium pria yang ada di hadapannya itu.
"Terimakasih karena telah membantuku."
"Bukan masalah besar, jika ada sesuatu yang kamu perlukan lagi, kamu bisa mengatakannya padaku."
Eve terlihat mengangguk.
Wanita itu sudah duduk di pangkuannya sembari kedua tangan mengalung di leher Arthur.
Arthur menyentuh pipinya, masih penasaran dengan bekas merah menyerupai telapak tangan yang sedari tadi terlihat jelas menghiasi wajah wanita ini.
"Aku rasa sudah waktu yang tepat untukku bertanya," tuturnya dalam hati.
"Apa boleh aku tahu?" tanyanya pada Eve, wanita itu terlihat diam.
"Katakan padaku, siapa yang melakukan ini padamu? Dan kenapa dia melakukan itu?"
Pertanyaan Arthur membuat Eve diam, dan sejenak memalingkan pandangannya.
"Apa begitu sulit untuk menjawabnya?" Eve kemudian hanya tertunduk dan membuka kancing kemejanya satu persatu.
Laki-laki itu tahu persis kalau wanita itu sedang berusaha mengalihkan perhatiannya, tangannya lantas menggenggam dan menghentikan pergerakan kedua tangan Wanita itu.
"Jika kamu memberitahuku, aku tidak akan membiarkan orang itu melakukan ini lagi padamu, aku akan melindungimu."
Eve hanya menggeleng pelan.
"Kenapa?" pria itu semakin penasaran. Tapi wanita itu malah menciumnya lagi, membuat laki-laki itu menelan ludah beberapa kali, dan menahan agar tidak tergoda sebelum mendapatkan apa yang dia ingin tahu.
"Aku mohon, jangan seperti ini, katakan padaku … aku berjanji akan melindungimu."
Kali ini Eve menghentikan semua perlakuannya.
"Aku tidak ingin menyebut namanya, jika dia tahu aku melakukannya, mungkin saja akan ada hal buruk yang menimpaku."
Arthur hanya bisa menerka-nerka, ia sangat penasaran.
"Apa laki-laki itu?" pertanyaan spontan itu membuat Eve menatap bingung padanya.
Tampaknya Arthur tidak sengaja bertanya, karena pikirannya mengingat kejadian di mall saat ia melihat Eveline sedang bersama seseorang.
"Laki-laki siapa?"
"Katakan secara jujur padaku! Apa kamu tadi melayani seorang pria sebelum bersamaku?" Raut wajah Eveline sedikit berubah, ia juga menggeleng.
"Itu artinya, laki-laki tadi bukan seorang pelanggan, aku harus tahu siapa laki-laki yang tadi bersamanya. Tapi dari mana dia mendapatkan perlakuan kasar itu?" lanjut tanyanya lagi dalam hati.
"Apa orang-orang Siska yang melakukan ini?"
Wajah Eveline menatap lekat padanya, tapi ia masih tidak ingin menjawabnya, ia masih menggeleng pelan.
"Aku harus tahu, aku sangat penasaran peristiwa apa yang dia alami sebelum menemuiku di sini. Aku mungkin bajingan, tapi memukuli wanita membuatku tak suka."
Wanita membelai lembut pada wajah Arthur. "Aku mohon padamu, tolong kabulkan permintaanku tadi,"
Pria itu mengangguk mengerti. "Alvin sudah mengurusnya, dia juga sudah menghubungi Siska dan memberikan sejumlah uang sewa pada pria itu, dan Siska dengan senang hati membiarkan kamu bersamaku selama sepekan."
Wanita itu tersenyum tipis. "Kamu laki-laki yang baik, terimakasih karena telah membantuku."
"Lalu kemana kita pergi sepekan ini?"
Mata Eve terlihat membulat, terlihat ia sedikit terkejut dengan pertanyaan itu.
Sangking bingungnya ia malah mencium bibir laki-laki itu demi mengalihkan perhatian, kali ini laki-laki itu tidak menolaknya, dan sudah melepaskan apa pun hasrat yang telah lama ia bendung itu.
Permainan demi permainan mereka lalui, sofa menjadi saksi dan tempat mereka bercinta kali ini.
Tanpa sengaja Arthur meremas lengan wanita itu, membuat Eve terdengar sedikit berteriak. "Aww." Mereka spontan menghentikan permainannya.
Artur melihat lengannya yang biru.
"Apa sangat sakit?" tanyanya.
Wanita itu berusaha menutupi rasa sakitnya. Alih menjawab ia malah berusaha melanjutkan permainan yang terjeda.
Arthur menikmatinya sembari menghindari bagian-bagian yang membuat wanita itu sedikit kesakitan.
Setelah beberapa saat, mereka bangkit dari sofa.
"Kita obati ya, sepertinya aku menyimpan kotak obat di lemari."
Dengan tanpa berbusana, laki-laki itu berjalan menuju kamarnya, mendapatkan sebuah kotak obat yang ada di dalam lemari.
Pria itu sudah kembali dan membantu wanita itu mengolesi sebuah obat oles untuk mengurangi rasa sakit karena lebam yang ada di kedua lengan wanita itu.
"Apa sudah lebih baik?" tanyanya, membuat wanita itu tersenyum.
"Kalau begitu, ayo kita tidur di tempat tidur, di sofa akan membuat tubuhmu merasa lebih sakit."
Laki-laki itu menggendong dan menaruh tubuh wanita itu dengan pelan di atas ranjang.
Rupanya permainan mereka tidak terhenti, hanya sejenak terjeda. Mereka melanjutkan aktivitas mereka kali ini di atas ranjang, hingga menjelang pagi.
Mereka berdua sudah selesai dan kemudian tertidur pulas.
Laki-laki itu tampaknya begitu lelah, hingga ia terbangun dan menyadari wanita yang semalam menemaninya sudah tidak ada di sana.
Arthur masih belum membuka matanya, meraba-raba pelan pada permukaan tempat tidur yang di sebelahnya terasa kosong, saat ia membuka matanya pelan mendapati Eve sudah tidak ada di sana.
Pria itu bangkit dan mencarinya kemana-mana.
"Eve … Eveline …," panggilnya hingga ke kamar mandi, memastikan wanita itu masih ada di sana, nyatanya wanita itu sudah tidak ada di mana-mana, hingga akhirnya ia menemukan kemeja yang sudah di lipat ada di atas meja di depan sofa, dengan surat dan paper bag yang isinya sudah wanita itu gunakan.
Arthur membaca surat itu.
"Terimakasih karena telah membantuku, tapi maaf aku harus pergi, pakaian yang semalam kamu berikan telah aku gunakan, aku sempat ingin menunggu binatu tapi itu memakan waktu. Aku juga tidak ingin mengganggu tidur pulasmu, dan maaf aku pergi tanpa pamit seperti ini, dan tolong jangan cari aku, jika minggu depan Siska bertanya padamu, katakan saja kalau aku melarikan diri entah kemana."
Arthur menggigit bibir bagian bawahnya. Ia terlihat sedikit kesal.
"Perempuan ini pergi? Dia kabur meninggalkan aku? Padahal aku sudah baik akan dan menawarkan diri untuk melindunginya. Sebentar … apa dia? Tidak-tidak, jangan berpikir buruk, aku rasa wanita ini tidak akan bunuh diri."
"Dia pikir dia bisa lari, aku akan menemukanmu, kemana pun kamu pergi, aku akan mendapatkanmu."