Eveline terlihat memantapkan langkahnya, matanya juga menelisik mencari seseorang yang malam ini harus dia layani, tapi tak terlihat siapa pun di sana. Hanya kamar yang indah dengan tempat tidur yang berukuran king size dan didominasi warna putih bening bak diamond.
Tidak seperti biasanya, Eve terlihat begitu gugup. "Kemana pria yang tadi laki-laki itu maksud, di sini kosong!" Ia tak berani menatap kemana-mana selain berjalan ke arah jendela dan menatapnya.
"Seharusnya dia berdiri di sini, dan aku berjalan ke arahnya. Tapi semua tak sesuai yang di rencanakan." batinnya sembari melihat kota Jakarta yang terlihat ramai dan penuh kemacetan dari udara.
"Seleranya gila, dia liar. Semua kaca dan tidak tertutup sama sekali. Aku berharap ini kaca yang tebal dan tidak tembus pandang dari luar." Eve tiba-tiba merasa malu saat memikirkan harus bercinta di suasana yang terasa begitu terbuka.
Eve menghela napas panjang. "Tentu saja … dia orang kaya. Dia mampu membangun hotel dengan tipe seperti ini, kaca kualitas terbaik sangat lah barang murah baginya. Untuk apa aku memikirkan hal yang tak berguna seperti ini." Ia meracau sendiri di dalam hati.
Eveline terlihat menutup matanya. "Ada seseorang yang datang tapi kenapa aku begitu tegang dan tidak berani berbalik," batinnya, sembari menahan kegugupan.
Suara langkah seseorang berjalan semakin mendekat dan tiba-tiba terhenti tepat di belakang tubuhnya. Eveline bahkan bisa mendengar deru napas di balik telinganya.
"Benar-benar menegangkan." Eveline bergeming.
Tiba-tiba ia merasakn ada jari jari yang menyentuh ceruk lehernya, mengelus dari atas ke bawah dan sebaliknya. Belum apa-apa Eve sudah menggigit bibir bagian bawahnya dan mulai mendesah karena sensasi geli yang di terimanya.
"Sensitive," terdengar ucapan dari balik telinganya.
"Kulitmu mulus dan terawat. Wangimu juga sangat harum, aku berharap malam ini jadi malam yang menyenangkan." Ia berbisik di balik telinga Eve dengan sangat menggoda.
Wanita itu hanya bisa bergeming dan menikmatinya. Sekarang terasa sebuah kecupan di ceruk lehernya, kecupan itu terus saja naik turun di daerah sana.
Eve hanya diam dan memejamkan mata karena menahan leguhan kenikamatan yang saat ini ia rasakan. Ia bahkan tidak tahu wajah orang yang terus saja mencim tubuhnya saat ini.
Eve masih terpejam dan menikmati semuanya, tanpa ia sadari orang itu sudah ada di depannya dan mengecup setiap sudut yang ada di wajahnya.
"Aku kira akan menyenangkan jika wanita bermain dominan, karena aku sering bosan. Tapi … ternyata aku malah menginginkan keagresifan dalam diriku bangkit. Aku akan membuatmu tidak bisa bergerak malam ini. Nikmati saja, bahkan kamu juga boleh terus memejamkan mata."
Eve ingin membuka kedua matanya tapi tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di kelopak matanya.
"Jangan buka matamu hingga tiba di menu utama, nikmati saja ini terlebih dulu," bisiknya.
Eve terus saja mencoba menahan gejolak yang muncul. Semakin lama semakin kuat saja.
"Sial, aku penasaran. Aku sangat ingin melihat wajah lawan mainku ini. Tapi … aku tidak berani melanggar titahnya," ucapnya dalam hati.
Sekarang pria itu membuat Eve mengalungkan kedua tangan di lehernya, ia mengangkat kedua paha Eve sedikit tinggi menuju pinggangnya, sembari tidak melepaskan ciuman mereka.
Ada desahan yang terus saja terdengar. Tiba-tiba tubuhnya terlempar di sebuah permukaan yang begitu empuk.
"Aku sudah ada di atas kasur, apa aku boleh membuka mata? Tapi aku merasa ragu untuk bertanya." Ia masih bicara dalam hati.
Sekarang Eveline benar-benar merasa terpenjara, seseorang sudah ada di atasnya.
"Sekarang bukalah matamu," ucapnya terdengar lembut.
Eve perlahan mencoba membuka matanya tapi tiba-tiba ciuman mendarat di bibirnya, sehingga dia tanpa sadar menutup erat matanya kembali.
"Sial, aku penasaran tapi ini terlalu nikmat untuk dilewatkan." Banyak kata-kata yang tersimpan saat mereka berciuman dan wanita itu hanya bisa menahannya dalam hati.
Ciuman telah selesai dan mereka tampak begitu terngah-engah, Eve yang sangat penasan dengan terburu membuka matanya dan melihat wajah orang yang sekarang ada di hadapan muka, yang hanya menyisakan jarak beberapa senti saja.
Eve mengangkat sebelah tangannya dan mencoba menutup mulut, sangking terpukaunya ia saat melihat wajah pria yang sedang mencumbunya.
Dengan napas tersenggal-sengal ia menarik tangan Eve ke samping pinggang, mencengkram dan menahannya di sana. Eve bahkan bisa mencium bau napas pria tampan ini tanpa di sadari ia berucap. "Mint."
Dengan napas yang masih naik turun dan keringat yang mulai berjatuhan pria itu bicara di hadapan wajahnya.
"Apa kamu sekarang tengah menyesal karena telah melihat wajahku?" Senyumnya menyeringai.
Eve malah memberikan ekspresi yang salah, yang tadinya ingin menggeleng tapi ia malah mengangguk.
"Sial …." Pria itu malah tertawa. "Kamu jadi wanita pertama yang menyesal karena melihat wajahku."
Ia kembali mengecup keningnya sekilas. "Tapi … Kamu benar-benar menarik, karena baru kali ini ada wanita yang berkata menyesal menatap wajahku."
Bukannya bicara ia malah bergeming menatap setiap detil wajah pria yang ada di hadapannya itu.
Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, dan matanya hitam kecoklatan, tipe sempurna untuk pria Asia, rambutnya juga tampak hitam pekat.
Laki-laki ini mulai melapaskan cengkramannya dan beralih mengelus pipi Eve.
"Kamu sangat cantik, lebih cantik dari wanita yang tadi pagi kulihat di foto. Aku rasa aku tidak akan menyesal jika menghabiskan uang untuk wanita sepertimu.
"Tapi … kita akan tahu setelah memulai permainan dan tercetak sebuah gol yang indah. Apakah kemampuanmu sebanding dengan keindahan wajah dan tubuhmu atau tidak sama sekali." Eve hanya bisa meneguk banyak salivanya.
Tangan pria itu sudah begitu liar kemana-mana, tidak seperti biasanya Eve yang juga sangat liar dan pandai bercinta malah diam mematung dan hanya bisa meikmati setiap sentuhannya.
"Dia benar-benar seorang dewa di ranjang," batin Eve.
Sepanjang waktu Eve hanya mendesah di bawah tubuhnya, seolah permainan pria ini terlalu agresif dan dominasinya, sangat sulit dikalahkan.
Mereka sama-sama terengah-engah karena sudah memainkan permainan yang cukup lama. Setelah beberapa saat sekarang giliran Eve yang harus bekerja lebih keras dari atas.
"Kerja sama yang luar biasa. Aku benar-benar terpukau dan aku merasa tidak sia-sia, saat menerima rekomendasi seseorang yang kemarin telah menyebutkan namamu." Ia terus saja mengajak Eve bicara, tapi wanita itu terlalu sibuk dengan gerakannya.
Mereka sudah sama-sama terkapar dan lelah bertempur semalaman.
Pria itu masih memeluk Eve dengan erat, hingga wanita itu terbangun dari tidurnya karena dekapan yang terlalu ketat.
"Aku akan mati," teriaknya tiba-tiba. Pria itu tampak tersentak karena mendengar ucapan wanita yang sedari tadi di pelukannya itu.
Suasana lalu terdengar kembali hening. Laki-laki ini lalu bangkit dan mendudukkan posisi tubuhnya.