"Emm …." Ia masih terduduk dan menatap tubuh wanita yang sudah memiring dan membelakanginya itu.
"Tadi kamu bilang akan mati, tapi nyatanya kamu malah tidur lagi." Ia tersenyum dan kembali memeluk tubuh bagian belakang wanita itu serta mencium sebelah bahunya.
"Aku rasa aku ingin bermain lagi sebelum matahari terbit," Pria itu bicara pada Eve tapi wanita ini masih nyenyak menikmati tidurnya.
Eve yang masih teridur pulas, tidak menyadari apa pun hingga merasakan ciuman yang sudah mendominasi bibirnya. Eveline yang kehabisan napas memukul dada rekan mainnya itu. Ia mencoba melapaskannya secara terpaksa.
"Kenapa?" tanyanya sembari napasnya terlihat naik turun.
"Aku akan mati karena kehilangan napas." Eveline terlihat begitu kesal.
Laki-laki yang sedari tadi ada di atasnya itu pun tertawa. "Kamu tidak akan kehilangan napas karena aku akan memberikan napas bantuan segera."
"Gila … apa kamu tidak lelah?" Mata Eve menatapnya dengan kesal.
"Masih banyak energi di dalam sini." Dia menunjuk dan mengarah pada sesuatu yang ada di dalam selimut.
Terdengar sebuah pengakuan dari mulut sexy Eveline. "Jujur saja aku lelah."
"Tapi aku belum," ucapnya membuat Eveline menelan ludah.
"Tapi aku sudah tidak ada tenaga."
"Tapi tenagaku masih banyak tersisa." Ia terus saja membantah setiap kata yang keluar dari mulut Eveline.
"Dia benar-benar maniak," batinnya kesal.
"Aku sudah menahan hasrat ini cukup lama dan sekarang aku bisa melepaskannya. Jadi … aku tidak akan menyianyiakan kesempatan bagus ini."
"Tapi aku manusia, bukan robot." Eveline masih terus saja membantah dengan kesalnya.
"Tapi aku sudah membayarmu begitu mahal."
"Dan … aku sudah melayanimu semalaman, apa itu tidak cukup?" Wajah Eve terlihat bertambah kesal.
"Benar-benar tidak cukup, aku masih merasa kekurangan."
Eve berusaha bengkit tapi lengan pria yang ada di atasnya begitu kekar. "Mau kemana?" Pria itu masih tampak menghalaunya.
"Aku ingin minum, aku haus."
Akhirnya ia menyerah dan melepaskannya, dia membiarkan Eve bangkit dari dominasinya. Eveline langsung duduk dan menyambar sebuah minuman yang sudah tersedia di atas nakas.
Wanita itu lalu terlihat bersandar di dashbord ranjang. Laki-laki itu tampak menaruh kepalanya di atas paha Eve lalu mendongak menatapnya.
Saat ia menyentuh dan mengelus pipi Eve dengan jarinya, wanita itu terdengar bicara. "Apa aku boleh bertanya?"
"Tentu." Ia memainkan telunjuk sebelah tangannya di permukaan bibir milik Eveline dengan begitu sensual.
Bukannya bertanya Eveline malah bergeming cukup lama.
"Apa? tanyakanlah!" laki-laki itu tampak begitu penasaran.
"Aku lupa." Eveline menatap datar padanya.
"Sial … kamu berhasil membuatku kesal." Laki-laki itu malah tertawa.
Secara tiba-tiba pria itu melanjutkan ucapnya, "kau tau … kamu wanita terhebat yang pernah aku temui."
"Itu artinya sudah banyak wanita yang kamu kencani …." Eveline terlihat mencebik.
"Tidak banyak, hanya beberapa orang. Tapi sekarang … aku berpikir, aku ingin memilikimu sebagai seseorang yang selalu ada di sampingku jika aku sedang menginginkannya."
"Kamu bisa memesanku pada Siska jika kamu sedang mau memakai jasaku."
"Bukan itu yang kumaksud."
Eveline menatap penasaran, tapi ia sudah menebak jawabannya. "Lalu?"
"Aku tidak ingin kamu melayani laki-laki lain selain aku."
"Apa maksudmu? Apa menikah?" Eveline kembali mencebik menatap pria yang ada di pahanya itu.
"Tidak." Ia menggeleng.
"Aku ingin kamu jadi wanita khusus untuk mengisi hari-hariku jika aku merasa kesepian."
"Tapi aku … wanita yang tidak bisa di miliki. Aku wanita yang sangat bebas."
"Tidak … kamu akan aku buat menjadi pelayan dan budakku."
"Tidak, aku menolak … aku tidak ingin terikat kontrak sebagai simpanan, aku lebih memilih bebas terbang dan hinggap di mana saja." Ia mengalihkan pandangannya dari pria itu.
Ia bangkit dan mendekatkan Wajahnya pada Eve, sembari mencoba menghirup aroma tubuhnya. "Benar-benar seorang kupu-kupu ternyata, tapi aku akan menyediakan taman bunga yang sangat indah untukmu, pikirkan ini!"
"Tidak, sudah ku bilang, aku tidak mau terikat." Eve berusaha bangkit tapi pria itu menahannya.
"Kamu tidak akan pernah lolos dari cengkramanku sebelum aku sendiri yang melepaskanmu."
"Catat ini! Semua itu tidak akan pernah terjadi!"
"Itu pasti akan terjadi," ucapan pria itu terdengar memaksa.
"Tidak akan, namamu saja aku tidak ingin tau dan aku tidak lagi berharap bertemu denganmu di kemudian hari."
"Sial … kamu sangat pandai membuatku penasaran."
"Aku sedang tidak bermain dengan rasa penasaranmu, tapi aku benar-benar sedang menolakmu. Sadarilah itu!"
"Catat namaku baik-baik dan tanamkan di pikiran dan otakmu, setelah ini aku berharap kamu juga tidak menerima pelanggan yang lain lagi, selain aku. Hanya aku!."
"Tidak." Eveline terlihat kesal dan masih mencoba melepas belenggu pria mengesalkan itu.
"Maxime!" Ia berteriak di dekat telinga Eveline. "Catat nama ini baik-baik, hanya aku yang boleh tidur denganmu, tidak boleh ada pelanggan yang lain lagi."
"Sangat mudah melupakan namamu, dan catat … aku wanita yang bebas, tidak ada yang bisa memilikiku dan aku akan terbang dengan siapa pun yang kumau."
Pria itu terlihat kesal mendengar kata-kata yang terakhir kali keluar dari mulutnya, ia lantas memeluknya dan membuat Eve merasa tak berdaya. Pelukan pria itu semakin erat dan membuat Eveline tak bisa memberontak.
Ia berbisik di telinganya. "Hanya kamu wanita satu-satunya yang menolakku, bahkan setelah pertempuran yang akan membuatmu begitu kecanduan."
"Aku tidak merasa candu, aku bisa melakukannya dengan lelaki mana pun yang aku mau, tanpa wajah tampan sekali pun.
Maxime malah terdengar tertawa. "Hahaha … sial … kamu benar-benar menantangku."
"Lepaskan aku." Eveline tampak benar-benar kesal.
"Tidak … hingga kita selesai bermain 1 kali lagi."
Eve berdecih. "Benar-benar pria gila."
Eveline terpaksa menyanggupi keinginan pria ini, untuk bertempur 1 kali lagi. Akhirnya permainan mereka telah selesai. Sekarang ia sudah mandi dan bersiap pergi sementara pria itu hanya menatapnya santai sambil memandang setiap inci tubuhnya. Eve yang berdiri di depan kaca membalas tajam pada tatapan yang sedari tadi terus mengarah padanya itu.
"Tubuhmu sangat ideal dan begitu kencang, apa olahraga yang kamu gemari?" tanya pria itu tiba-tiba.
"Tidak ada, aku tidak suka olahraga." Jawab Eve sembari membenarkan antingnya.
"A-a … jadi ini bentuk ideal, pemberian dari Tuhan." Ia tersenyum kagum menatap ke bagian dada dan bokong Eveline.
"Jangan bawa-bawa Tuhan di keadaan seperti ini, nama-Nya terlalu suci untuk mulut kotormu itu."
"Sial … kenapa kamu menyebalkan. Tapi semakin menyebalkan … kamu membuatku semakin membara dan ingin menerkam tubuhmu.
"Hentikan omong kosongmu, tugasku sudah selesai." Eve sudah berbalik dan ingin meninggalkannya.
"Sayang sekali padahal aku ingin memberikanmu uang lebih."
Eve membalikkan tubuhnya saat mendengar laki-laki itu bicara. "Uang?" Eveline mengulang kata yang tadi ia dengar.
"Anggap saja tips, dengan nominal berapa pun yang kamu mau, asal kamu mau melakukan service tambahan."
Wanita itu terlihat menelan saliva. "Eve … kamu pintar, dan kamu tidak akan tergoda, dia hanya sedang menguji nilai harga dirimu." Ia bicara dalam hati.
"Kurasa uang yang akan Siska berikan padaku itu lebih dari cukup." Ia terlihat ingin kembali melangkah pergi tapi kalimat laki-laki itu membuatnya kembali berbalik.
"Aku rasa pembagianmu tidak akan sebesar itu. Aku akan memberikanmu sebuah tawaran yang menarik. Aku akan membayarmu 10 kali lipat jika kamu bertahan di sini hingga siang hari, dan itu akan langsung aku serahkan di tanganmu."
Eve kembali menelan ludah. "Godaannya bertambah beberapa derajat."
"Aku orang yang teguh pendirian dan jawabanku tetap tidak." Eveline menyangkal perasaannya sendiri, ia sebenarnya sangat tergiur tapi ia tak ingin pria itu memperlakukannya dengan seenaknya.
"Sudahlah, aku pamit undur diri." dengan begitu cuek ia meninggalkan Maxime sendirian di atas ranjangnya.
"Sial … dia wanita yang sangat pandai memancing rasa penasaranku." Maxime tersenyum getir melihat punggung yang pergi meninggalkannya begitu saja.