Melangkah tergesa masuk kedalam halaman sebuah bangunan mewah di kawasan elite pinggiran kota. Satu-satunya bangunan yang berdiri di kawasan distrik tersebut, bangunan yang tak lain adalah milik seorang Ceo WANG CORPORATION, Aiden Alves yang memang tak begitu menyukai keramaian. Hingga langkah kaki Lucas terhenti, saat mendapati kondisi mobil Aiden Alves yang nampak hancur lengkap dengan kaca yang pecah di hampir semua bagian.
"Apa yang sudah terjadi?" Gumam Lucas berjalan masuk ke dalam rumah tersebut.
Bahkan tanpa mencari pun, Lucas sudah bisa menebak jika sang pemilik rumah pasti sedang berada di sebuah beranda, belakang rumahnya, yang di sana terdapat sebuah danau yang dikelilingi pepohonan pinus, lengkap dengan sebuah pondok kayu untuk tempat peristirahatan. Tempat yang tepat untuk mengasingkan diri. Sebab di sana tak ada suara apapun selain kicauan burung, juga gemerisik pohon saat tertiup angin, dan suara jarim jarum pinus yang jatuh di atas atap pondok. Bahkan untuk menuju ke sana, butuh waktu selama beberapa menit untuk melewati jalan setapak yang tak bisa di lewati sebuah mobil.
"Kau tak terlihat selama dua hari, apa sesuatu telah terjadi?" Tanya Lucas saat sudah berdiri di depan pintu pondok sambil menyandang tubuh di tiang pintu, mengamati Aiden Alves yang tengah duduk di sebuah kursi, sambil menikmati suasana ssjuk pepohonan pinus, dengan segelas Wine di tangannya.
"Kau tahu aku di sini?" Tanya Aiden Alves tanpa menoleh.
"Kau pikir aku tak mengenalmu dengan baik?"
"Yah, kau sahabat terbaikku." Angguk Aiden Alves meneguk Wine-nya.
"Sudah berapa botol Wine yang kau habiskan dalam dua hari ini?" Tanya Lucas melangkah kearah Aiden Alves, usai mengambil gelas dan satu botol Wine lagi. Duduk di satu kursi kosong di sana dan ikut menikmati pemandangan alam di depan mereka.
"Tak terlalu banyak,"
"Sekarang ceritakan! Apa yang sudah terjadi?" Tanya Lucas. Yang sebenarnya sudah tahu, jika saat ini Aiden Alves dalam Lucianne sedang bermasalah, bahkan ia sengaja memberi waktu pria itu untuk menyendiri di pondoknya selama dua hari, setidaknya sampai pikirannya tenang.
"Jujur, aku tak ingin membahas ini Lucas."
"Okay," Angguk Lucas yang cukup pengertian, dan tak ingin memaksa, ia tahu, jika Aiden Alves akan menceritakan dengan sendirinya jika memang masalah itu benar benar berat yang tak mampu ia hadapi seorang diri.
"Lalu bagaimana dengan pertunanganmu?"
"Tidak akan ada pertunangan Lucas," Jawab Aiden Alves.
"Maksudnya?"
"Hubunganku dengan Luci sudah berakhir." Balas Aiden Alves, yang lagi lagi hanya di balas anggukan oleh Lucas, ia sudah menduganya, meski tak bertanya, ia bahkan sudah tahu, jika Aiden Alves memutuskan hubungan karena penghianatan. Sebab ia tahu benar, jika Aiden Alves sangat membenci penghianatan.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanya Lucas.
"I'm okay," Jawab Aiden Alves singkat.
"Dengan luka mengering di punggung tangan? Kau bilang baik baik itu baik baik saja?" Tanya Lucas yang kembali beranjak dari duduknya, berjalan menuju ke sebuah lemari untuk mengambil kotak P3K, dan kembali duduk di samping Aiden Alves.
"Ini hanya luka kecil."
"Yah, aku tahu. Sekecil apapun lukamu, bukankah harus di obati dengan benar?" Tanya Lucas mulai mengolesi salep di punggung tangan Aiden Alves sebelum membersihkan bekas darah kering.
"Kau selalu perhatian Lucas,"
"Yah, dan kau butuh aku, bukankah kita soulmate?"
"Omong kosong!"
Hahahaaha... Tawa Lucas pecah, menggoda Aiden Alves disaat seperti ini adalah hal yang terbaik.
"Aku rasa kau sudah membaik," Ucap Lucas, bersamaan dengan lilitan perban terakhir di punggung tangan Aiden Alves. Sebab tak hanya luka, tulang punggung tangan pria itu juga mengalami keretakkan, apa benar semua kaca mobil pecah itu karena ulahnya? Lucas tak habis pikir. Bahkan mobil tak salah apapun.
"Apa menurutmu demikian?"
"Tidak dengan hatimu, aku tahu itu. Tapi bukan dirimu jika harus terlarut dalam kesedihan Aiden."
"Aku mengenal Lucy bukan kemarin sore,"
"Yeah, i know. Banyak kenangan yang tercipta di antara kalian, namun itu tak berati kau akan terus larut dalam kesedihan kan?" Balas Lucas tak begitu menyukai sikap pemurung Aiden Alves.
Selama ini Aiden Alves tak pernah terlihat murung, ataupun merasakan galau perkara cinta. Lucianne adalah cinta pertama Aiden Alves, namun wanita itu juga yang melukainya.
"Aku dengar Lucy akan kembali ke Swiss," Sambung Lucas.
"Bagus, itu berarti aku tidak perlu melihatnya lagi." Balas Aiden Alves beranjak dari duduknya, berjalan keluar menuju tepi danau.
"Jika Lucy bukan takdirmu, kalian mungkin tidak akan bertemu lagi."
"Apa menurutmu demikian?"
"Yah, aku rasa begitu." Angguk Lucas ikut berdiri di samping Aiden Alves. "Kau akan kembali ke kantor kan? Aku cukup lelah mengerjakan semua kerjaanmu tuan."
"Kau datang kesini untuk mengeluh padaku?"
"Yah, kau benar." Angguk Lucas.
"Tsk,"
"Sebaiknya beri aku upah lebih banyak lagi, dan mungkin aku akan membiarkanmu menyepi setahun di sini hingga kau benar benar pulih dari patah hati."
"Baiklah, aku akan naikkan upahmu, dan izinkan aku kembali Amerika."
"Tidak masalah jika kau kembali dengan seorang istri, atau setidaknya kekasih baru." Balas Lucas.
"Kau pikir itu mudah?"
"Mudah, jika kau bisa melupakan Lucy dengan cepat dan kembali membuka hati."
"Kau terlalu banyak bicara Lucas."
"Bagaimana dengan gadis sangat pemilik anting? Ingat, kau masih berutang maaf padanya." Balas Lucas ketika ingatannya tiba tiba tertuju kepada Hanna Eldora.
"Apa kau berniat menjodohkanku dengan gadis itu?"
"Yah, kau bisa menebak dengan benar."
"Aku rasa banyaknya kerjaan yang menumpuk telah merusak otakmu." Balas Aiden Alves kembali melangkah masuk kedalam pondok, menuju kamar dan bahkan langsung merebahkan tubuhnya di sana.
"Kau akan tidur?"
"Aku cukup lelah Lucas, biarkan aku beristirahat sebentar saja." Jawab Aiden Alves memejam. Sedang Lucas sudah tidak bisa berkata apapun lagi.
"Baiklah, aku akan kembali ke kantor," Ucap Lucas beranjak pergi saat tak mendapatkan jawaban dari Aiden Alves.
Keluar dari pondok dan kembali melewati jalan setapak, menuju halaman belakang rumah Aiden Alves yang terlihat sepi tak ada siapapun. Bahkan tanpa membuang waktu, ia langsung meninggalkan rumah terakhir menuju halaman, sebelum langkah kakinya terhenti tepat di depan pintu mobilnya saat melihat mobil lain berhenti di sana.
"Lucas," Panggil Lucianne yang langsung turun dari mobil dan bergegas menghampirinya. "Apa Aiden rumah? Dia di dalam kan?"
"Dia tak di rumah, dia di pondok." Jawab Lucas.
"Baiklah, aku akan menemuinya." Balas Lucianne hendak melangkah pergi.
"Lucy, aku rasa kau tak mengenal Aiden dengan sangat baik." Serga Lucas menghentikan langkah kaki Lucianne.
"Apa maksudmu?"
"Aiden tak ingin menemuimu."
"Omong kosong,"
"Kau bisa mencobanya!" Balas Lucas.
* * * * *
Bersambung...