Louis dan Hannah mengakhiri makan siang mereka. Keduanya sedang menikmati sisa jus yang belum habis itu. Bersantai sejenak di sana, sambil sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Han," panggil Louis membuat Hannah mengangkat wajahnya dan melihat wajah Louis.
"Ya. Terimakasih traktirannya Louis," ucap Hannah yang rupanya dia lupa berterimakasih kepada Louis yang sudah mentraktirnya makan di restoran mahal ini.
.
"Aku sepertinya menyukaimu." Hannah seketika tersedak minumannya yang tengah dia minum itu. Dia terbatuk-batu sejenak, saking terkejutnya dia dengan apa yang baru saja Louis katakan, itu sedikit menyakiti tenggorokannya.
"Apa tidak apa-apa?" tanya Louis berusaha membantu Hanah yang terlihat tersiksa dengan terbatuk-batuk demikian.
"Tidak apa-apa Louis. Tadi kau bilang apa? Ulangi!" pinta Hannah kepada Louis yang berhasil membuatnya tersenyum senang.
"Sepertinya aku menyukaimu Hannah. Tidak, bukan sepertinya. Tapi, ini memang benar-benar menyukaimu. Ya, aku rasa kau paham Hannah. Aku mencintaimu," ucap Louis sambil terus memperbaiki kalimatnya karena ini adalah kali pertamanya mengungkapkan perasaannya, terlebih lagi ini pada seorang gadis.
"Hahaha Louis. Kau pasti bercanda kan?" ucap Hannah sambil terkekeh pelan guna menghilangkan rasa gugupnya di hadapan Louis, apalagi kini wajahnya kembali terasa memanas. Ya, mungkin saja wajahnya tengah merona lagi.
"Aku sungguh-sungguh Hannah. Aku mencintaimu. Jadi, apa kau mau menjadi kekasihku?"
Hannah terbelalak saat ini mendengar ucapan Louis yang baginya itu sangat mengejutkan dan terlalu cepat untuk membahas soal ini.
Dibalik meja dia memainkan jemarinya karena terlalu gugup. Dia bingung harus menjawab apa, apalagi jantungnya kini berdetak lebih cepat dua kali lipat.
"Jika kau tidak menyukaiku tak apa. Katakan saja! Aku akan menunggu sampai kau menyukaiku juga Hannah," ucap Louis lagi yang tak sabar ingin mengetahui jawaban dari Hannah.
Bahkan dia lupa menanyakan apakah Hannah memiliki kekasih atau tida. Tapi, semuanya sudah terlanjur dia menyatakan perasannya.
Kata-katanya tidak akan dapat dia tarik kembali.
"Tidak. Bukan begitu, aku juga menyukaimu Louis. Jadi, a-aku mau," ucap Hannah dengan sedikit gugup. Apalagi dengan wajahnya yang tertunduk itu menyembunyikan semburat merah pada kedua pipinya membuat Louis merasa gemas padanya.
"Mau apa?" tanya Louis lagi meminta untuk memperjelas, lebih tepatnya dia ingin menggoda Hannah dan melibat wajahnya yang memerah itu, lucu.
"Mau jadi kekasihmu," lirih Hannah tanpa berani mengangkat wajahnya untuk menatap Louis yang duduk di depannya.
Louis tersenyum senang mendengar jawaban Hannah, meski dengan cara demikian. Hannah tidak ingin menatapnya. Dia mengulurkan tangan kirinya, menyentuh dagu Hannah dan mengangkatnya dengan perlahan sehingga kedua bola mata mereka saling bertemu dan saling terkunci oleh satu samma lain.
"Aku mencintaimu Hannah," bisik Louis.
"Aku juga mencintaimu Louis," balas Hannah dengan suara lirih. Keduanya masih terus saling tatap. Sampai akhirnya Louis memeluk Hannah dengan cepat. Sampai-sampai Hannah tidak sadar jika dia tengah ada dalam pelukan hangat Louis yang terasa menenangkan itu.
"Terimakasih Hannah," bisik Louis berterimakasih kepada Hannah. Dia sangat bahagia karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, Hannah juga mencintainya. Menyadari Hannah yang malu karena banyak orang yang melihat mereka, akhirnya Louis melepaskan pelukannya.
"Maaf hehe," ucap Louis dengan wajah tanpa dosa itu. Keduanya kembali duduk di kursi mereka. Keduanya masih diam, tidak tahu harus mengatakan apa. Akhirnya Louis memilih untuk memanggil pelayan dan menanyakan tagihan makanan yang di balinya.
"Setelah ini bagaimana jika kita jalan-jalan," ajak Louis kepada Hannah yang hanya dibalas anggukan oleh gadis yang kini sudah resmi menjadi kekasihnya.
Seorang pelayan wanita langsung datang menghampiri Louis sambil membawa buku kecil, dia menjumlahkan harga seluruh makanan tersebut dan memberitahukannya kepada Louis.
Tanpa banyak bicara lagi Louis langsung memberikan beberapa lembar uang itu kepada pelayan wanita.
Setelahnya dia membawa Hannah keluar dari restoran tersebut.
Keduanya kembali masuk ke mobil Louis. Dengan mesra Louis membukakan pintu mobil untuk Hannah dan mempersilahkan gadisnya untuk masuk. Setelah menutup kembali pintu tersebut dia memutar dan masuk lewat pintu kemudi.
Dia duduk dengan tenang dan menyalakan mobilnya. Kemudian mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang membelah keramaian di jalan raya yang tidak pernah sepi itu.
"Kita akan pergi ke mana? Aku harus mengabari ayahku dulu agar tidak mencari ku karen telat pulang kuliah," ucap Hannah sambil melirik Louis yang duduk di sampingnya itu.
"Beri tahu saja ayahmu, Han. Katakan padanya jika kau ingin bermain sebentar. Sore kau akan pulang," ucap Louis menyuruh Hannah untuk mengabari ayahnya itu. Hannah mengangguk paham. Dia mengambil ponselnya dan mencatat nama ayahnya, setelahnya dia mengetikkan beberapa kata yang dikirimkan kepada ayahnya.
"Tapi kita mau ke mana?" tanya Hannah lagi dengan penasaran.
"Kau sendiri ingin ke mana?" tanya balik Louis kepada Hannah. Hannah hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Dia tidak tahu dengan tempat apa yang ingin dikunjunginya.
"Baiklah. Jika demikian, sebentar lagi kita akan tiba. Aku rasa kau akan menyukainya," ucap Louis memberitahu jika mereka akan tiba ke tempat yang Louis tuju, tentu saja Hannah tidak tahu akan hal itu.
"Baiklah. Aku rasa demikian," lirih Hannah kembali menatap lurus pada jalanan yang ramai namun tidak sampai terkena macet. Suasana dalam mobil kembali sunyi, tidak ada yang bersuara lagi di antara mereka berdua.
Setelah kurang lebih 30 menit di perjalanan. Akhirnya Louis menghentikan mobilnya dan memarkirkannya dengan rapi bersama kendaraan lainnya. Tempat ini cukup ramai, dia membawa Hannah ke taman kota.
Taman yang indah dan sejuk, juga taman yang memiliki danau yang airnya sangat jernih dan segar.
"Ayo!" ajak Louis sambil menggenggam lengan Hannah, membawa gadisnya itu masuk ke dalam. Di dalam sana mereka di sambut oleh keramaian dan bunga-bunga yang bermekaran di berbagai penjuru, sejauh mata memandang taman ini dipenuhi oleh rumput yang terawat, juga pepohonan hias dan buah-buahan yang tumbuh subur juga terawat tentunya.
"Ini sangat indah," lirih Hannah melihat sekelilingnya. Dia merasa terpesona dengan pemandangan alam yang sangat menyejukkan matanya.
Dia memejamkan matanya untuk merasakan semilir angin yang menerpa tubuhnya. Meski ini siang hari, tapi di taman tidak terlalu menyengat. Karena banyak tumbuhan yang tumbuh subur dan terawat yang sangat menyenangkan untuk berteduh.
"Aku mau lihat danaunya? Bukankah di sini ada danau?" ucap Hannah sambil melihat wajah Louis dari samping.
"Iya. Ayo!" ajak Louis lagi membawa Hannah melangkah lebih jauh dan masuk lebih dalam lagi.
Dari kejauhan mereka dapat melihat danau itu. Airnya terlihat biru dari kejauhan, dan ada beberapa pengunjung yang hanya asyik duduk santai di atas rerumputan tanpa alas, atau yang mengenakan alas, atau pula yang duduk di kursi yang sudah disiapkan.
Sangat cocok untuk bersantai dan melepas penat.
"Ini sangat indah, Louis. Aku menyukainya," ucap Hannah saat mereka tiba di pinggir danau tersebut.