Louis segera menghabiskan makanannya, setelahnya dia membayar tagihan makanan tersebut. Louis segera meninggalkan restoran tersebut kembali ke dalam mobilnya. Dia kembali ke tengah-tengah jalan raya bersama para pengendara lainnya.
Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Mobil Louis menelan dan berhenti sejenak, dia menekan klakson nya, gerbang rumahnya itu langsung terbuka. Louis kembali menjalankan mobilnya masuk dan memarkirkannya, selanjutnya dia segera keluar sambil melihat ada satu mobil lain di halaman rumahnya, dia tidak mengenal mobil tersebut.
Mungkin saja ayahnya tengah kedatangan tamu pikirnya. Dia segera masuk karena pintu utama pula telah terbuka. Di dalam sana Louis dapat melihat ayahnya duduk bersama dua orang lainnya, satu di antaranya seumuran ayahnya dan satu lagi gadis yang kemungkinan seumuran dengannya.
"Kau sudah datang rupanya Louis, kemari lah duduk denganku! Edward ini Louis putraku," ucap Lexis menyuruh Louis untuk duduk di sampingnya sekaligus mengenalkannya pada pria seusia Lexis itu.
"Oh Pangeran Louis sudah tumbuh dewasa rupanya dan tampan!" ucap Edward dengan sopan bersamaan dengan pujian untuk ketampanan Louis. Yang dipuji hanya tersenyum sambil mengangguk dan duduk di samping ayahnya. Dia hanya menampilkan wajah kebingungan karena pria bernama Edward memanggilnya dengan sebutan pangeran yang sudah 12 tahun tidak ada yang memanggilnya demikian.
"Kau pasti bingung Louis. Ini Edward dan yang disampingnya adalah putrinya bernama Alice. Mereka satu bangsa dengan kita. Aku baru bertemu dengan Edward kemarin dan memintanya mampir ke rumah kita," jelas Lexis kepada Louis yang dibalas anggukan olehnya. Dia hanya diam sambil sesekali melihat dua orang itu.
Alice terlihat lebih dewasa dan cantik, sekilas dia mengingat 12 tahun lalu bermain dengan Alice.
"Senang bertemu denganmu Louis," uca Alice yang menyapa Louis.
"Senang juga bertemu denganmu Alice," balas Louis tanpa berniat mengatakan apa pun kepada Alice yang dia tahu adalah teman kecilnya.
Ruangan tersebut sunyi sesaat hingga ramai oleh suara Lexis dan Edward membicarakan bisnis dan sebagainya. Apalagi saat ini memang pembantu rumah tangga terus berlalu lalang memenuhi permintaan tuannya.
Louis meemilih untuk diam tanpa berniat untuk ikut berbicara dengan Edward. Alice pun sama, dia lebih banyak diam. Hanya sesekali saja dia menimpali perkataan ayahnya ataupun Lexis.
"Louis, bawalah Alice keluar! Mungkin kalian ingin mengobrol tanpa orang dewasa," ucap Lexis meminta Louis untuk membawa Alice keluar atau ke tempat lain untuk mengobrol. Louis hanya mengangguk, pasalnya dia memang penurut dan malas jika ikut serta dengan obrolan dua orang dewasa yang sibuk dengan bisnis mereka.
"Baiklah Ayah. Ayo Alice!" ajak Louis kepada Alice. Gadis itu hanya mengangguk daan ikut berdiri dari tempat duduknya mengekori langkah Louis di depannya.
Sampai akhirnya Louis membawa Alice ke taman di halaman rumahnya, di sana tersedia satu kursi panjang di bawah pohon rindang.
"Kita duduk di sini bagaimana?" tanya Louis meminta persetujuan Alice.
"Tidak buruk juga," ucap Alice yang langsung duduk, kemudian diikuti oleh Louis di sampingnya. Alice masih sibuk melihat ke sekitarnya. Tak jauh di depannya ada kolam ikan yang indah dengan tumbuhan bunga di sekitarnya juga di beberapa sudut taman kecil ini.
"Taman yang indah Pangeran," ucap Alice memuji taman indah milik rumah Louis.
"Panggil saja namaku Alice," balas Louis yang menolak Alice memanggilnya pangeran. Ini bukanlah di kerajaan serigala yang semua orang akan memanggilnya pangeran.
"Baiklah Louis. Ini taman yang indah, aku menyukainya," ucap Alice mengulangi perkataannya barusan.
Louis tersenyum kecil kepada Alice, sambil melihat sekitarnya. Taman kecilnya memang indah, dia pula sangat menyukainya
.
"Ya, aku akui itu. Aku pun menyukai taman ini, lantas aku membawamu ke mari. Aku rasa tidak perlu bertanya kabar bukan? Kau terlihat baik-baik saja Alice," ucap Louis mengawali pembicaraannya setelah sekian lama dia kembali menjelma sebagai orang yang pendiam.
"Begitu pula denganmu. Kau tampak sangat baik. Kau bahkan tumbuh menjadi pemuda yang tampan Louis, kau juga pasti sudah memiliki pacar!" tebak Alice yang berhasil membuat Louis menoleh.
Memang biasanya pria tampan tentu saja banyak disukai oleh para gadis. Louis akui itu, dia memang memliki banyak gadis yang diam-diam menyukainya tapi sayangnya dia memilih Hannah.
"Kenapa diam? Pasti dugaanku benar kan? Jika kau sudah punya pacar," lanjut Alice yang rupanya ingin tahu lebih banyak atau hanya menggoda Louis.
"Jangan bilang jika pacarmu adalah manusia," bisik Alice yang berhasil membuat wajah Louis terkejut sekaligus dia kebingungan, terlihat jelas dari kerutan di dahinya dan kedua alisnya itu hampir menyatu sambil meratapi Alice.
"Ya, kau benar Al. Aku mencintai gadis manusia, aku tahu ini tidak baik, tapi aku tidak dapat menyembunyikan perasaanku ini," balas Louis akhirnya sambil menutupi ekspresi terkejutnya itu.
"Ah satai saja Louis, aku tidak menduga jika tebakanku benar. Ayahmu tahu tentang ini?" tanya Alice yang mungkin terpikirkan sebuah kemungkinan pada Lexis jika mengetahui putranya mencintai manusia.
"Ayah tahu. Ayah sudah bertemu dengannya. Ayah hanya mengatakan padaku agar jangan membawa hubungan ini hingga pernikahan, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi aku menikmati hubungan ini," ucap Louis mejelaskan kepada teman masa kecilnya itu. Alice menganggukkan kepalanya beruang kali tanda dia memahaminya.
"Aku mengerti. Aku pun mengharapkan yang sama dengan ayahmu Louis. Kita dalam bahaya jika manusia mengetahui kita ada di ini," ucap Alice sambil tersenyum kepada Louis memaklumi.
Keduanya kembali terdiam, hanya pembicaraan itu yang mampu membuka mulut keduanya. Tiba-tiba ponsel dalam saku celana Louis berdering. Dia segera merogoh saku celananya dan mengambil benda pipih itu menyala dengan nada dering khas, Hannah vidio call Louis.
Dia melirik Alice sejenak membuat gadis di sampingnya itu mengangguk untuk mengangkat panggilan Hannah. Louis menurut dan menerima panggilan vidio itu.
"Hallo Han, ada apa?" sapa Louis saat melihat wajah gadisnya itu di layar ponselnya.
"Tidak ada apa-apa Louis. Di rumah aku sedang sendiri, aku merasa sangat jenuh. Jadi, aku memutuskan untuk menghubungimu. Eh, itu suara siapa?" tanya Hannah di sebrang sana karena mendengar suara orang di tempat Louis berada.
"Berikan ponselnya padaku! Aku ingin berbicara dengan kekasihmu Louis!" Hannah semakin bertanya-tanya dengan suara gadis yang terdengar olehnya. Selanjutnya Louis menyerahkan benda pipih itu kepada Alice.
"Hallo Hannah! Salam kenal ya, aku Alice teman kecil Louis. Aku tidak bermaksud mengganggu kalian, aku dan ayahku sedang berkunjung ke rumahnya.
Dan yah, Louis benar-benar mencintaimu rupanya, dia tadi bercerita tentangmu padaku Han," ucap Alice dengan ceria kepada Hanau yang hanya diam menyimak perkataan Alice.
"Oh iya senang kenal denganmu Alice. Apa saja yang Louis ceritakan padamu?" tanya Hannah yang rupanya langsung akrab dengan Alice. Ya, kedua gadis itu kini sibuk bergosip. Apalagi jika bukan membicarakan Louis. Sampau-sampai Louis diabaikan begitu saja.
"Hey! Kalian ini!" seru Louis yang mengambil alih ponselnya dan dia mulai berbicara lembut kepada Hannah yang berhasil mendapatkan cibiran dari Alice yang iseng menggoda keduanya.