Chereads / ALPHA RED GEM / Chapter 14 - Chapter 14 KEKHAWATIRAN ALPHA

Chapter 14 - Chapter 14 KEKHAWATIRAN ALPHA

Langit senja sudah mulai menghilang dengan perlahan, bahkan kini sudah menghilang seutuhnya di atas sana.

Louis mengajak Hannah untuk pulang, dia sudah berjanji pada ayahnya untuk kembali sebelum makan malam. Hannah sendiri hanya menurut, pasalnya dia sakit ayahnya mencarinya saat pulang nanti tidak ada dirinya di dalam rumah.

Keduanya kembali ke dalam mobil. Louis sudah menyalakan mobilnya dan membawanya kembali malaju bersama para pengendara lainnya di jalanan yang menjelang malam ini masih saja ramai. Keduanya mengobrol ringan di dalam mobil, hingga akhirnya Louis menghentikan laju mobilnya saat tiba di depan gerbang rumah Hannah.

"Aku masuk dulu ya, terimakasih untuk hari ini. Juga hati-hati di jalan ya, Louis. Kabari aku jika kau sudah sampai di rumah," ucap Hannah kepada Louis yang berdiri di depannya. Louis tersenyum kecil kepada hannah, dia menggerakkan lengannya untuk mengusak rambut panjang Hannah dengan gemas.

"Iya. Aku akan mengabari mu ya. Sekarang masuklah, di sini dingin. Kau bisa sakit jika diluar seperti ini," ucap Louis lagi membuat Hannah menganggukkan kepalanya lucu sambil tersenyum kecil.

"Terimakasih. Kau juga harus langung pulang ya. Hati-hati di jalan, sampai jumpa besok. Aku masuk dulu!" Hannah mengakhiri pembicaraannya. Dia masuk ke rumahnya.

Sedangkan Louis juga sudah kembali mengendarai mobilnya di jalanan yang tetap ramai itu dengan kecepatan sedang menikmati jalanan raya.

Dia tidak dapat mengebut jika bukan terburu-buru seperti siang tadi pergi ke kampus. Beruntungnya tidak ada polisi yang memergoki aksi kebut-kebutan nya tersebut di jalan raya.

Louis memelankan mobilnya dan berhenti di depan gerbang berwarna putih. Dia menekan klakson meminta gerbang untuk dibuka. Gerbang putih yang menjulang tinggi nan indah itu langsung terbuka.

Dia kembali menjalankan mobilnya masuk dan memarkirkannya di halaman rumahnya yang luas itu. Pelayan lelaki yang bekerja dirumahnya itu langsung mengahmpiri Louis dan membukakan pintu untuknya, Louis keluar dan berjalan masuk ke rumahnya.

"Tepat sekali Putraku. Ayo kita makan malam bersama," sambut Louis yang tengah berdiri tidak jauh darinya yang baru saja masuk. Sepertinya Lexis hendak pergi ke ruang makan, lantas dia berada di posisi demikian.

"Baiklah Ayah. Tapi, sepertinya aku harus membasuh wajahku dulu," ucap Louis yang langsung berlalu ke dalam kamarnya. Dia mandi terlebih dahulu hingga membuat ayahnya menunggu di meja makan.

"Maaf Ayah, aku pasti membuatmu menunggu," sapa Louis sambil duduk di kursi depan ayahnya. Dia segera mengisi piring kosongnya dengan makanan yang sudah disediakan di atas meja depannya.

"Ya, kau selalu saja membuat Ayahmu ini menunggu. Bahkan aku sudah mau kenyang dankau baru datang," gerutu Lexis kepada Louis yang telat untuk menemaninya makan.

Louis sendiri terlihat santai daan melahap makanannya.

"Maafkan aku Ayah. Di jalan sangat ramai, jadi aku terlambat pulang.

Tadi, ya tadi aku mandi dulu," ucap Louis yang berterus terang sambil mengunyah makanan nya. Lexis hanya diam sambil melahap makanannya yang hampir habis itu dengan santai.

"Tadi dari mana?" tanya Lexis dengan tatapan menyelidik kepada Louis.

"Hanya nongkrong di taman bersama Hannah untuk melihat senja Ayah," jawab Louis yang jujur. Lagi pula Louis sudah mengenal Hannah, kenapa pula dia harus berbohong kepada ayahnya.

Lexis hanya menganggukkan kepalanya menanggapi perkataan anaknya itu.

Dia menghabiskan sisa makanannya dan meneguk segelas air mineral. Selanjutnya dia mengupas satu buah apel dan melahapnya sebagai cuci mulut.

"Apa Ayah marah?" tanya Louis yang melihat ayahnya hanya diam. Mungkin ayahnya memang sudah mengetahui Hannah dengan baik. Tapi, Louis todak pernah tahu apa yang ayahnya rasakan itu.

A ataukah ayahnya tidak menyukai Hannah atas alasan gadis itu adalah manusia. Manusia yang sudah menghancurkan bangsa mereka dan membunuh istrinya.

Louis paham ini, tapi dia berpikir tidak mungkin Hannah ada di bagian para manusia yang menghancurkan bangsanya itu.

"Kenapa kau bertanya begitu Louis," tanya balik Lexis pada putranya.

Louis menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Dia sibuk berpikir sambil terus melahap makanannya.

"Tidak apa-apa. Ayahnya yang diam itu sedikit aneh untukku," ucap Louis lirih tidak berani menatap wajah ayahnya dia hanya terus melahap makanannya dengan perlahan berharap ayahnya mengatakan sesuatu yang membuatnya merasa jika ayahnya tidaklah marah dengan semua ini.

"Baiklah Louis. Ayah tinggal ya! Ada pekerjaan yang harus diselesaikan," ucap Louis sambil beranjak dari tempat duduknya daan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan makan tersebut.

Louis hanya diam dan segera menghabiskan sisa makanan nya. Setelahnya dia keluar dari ruangan itu, kakinya berhenti di antara dua pintu. Pintu kamar ayahnya dan pintu ruang kerja ayahnya.

Jika Lexis bekerja pasti ada di ruang kerjanya.

Dengan perlahan Louis membuka pintu tersebut sehingga menampilkan ayahnya yang tengah sibuk dengan laptop dan berbagai berkas yang menumpuk di atas mejanya. Dia mendongak mendapati Louis di ambang pintu melihatnya.

"Ada apa Nak?" tanya Lexis kepada putranya yang hanya berdiri di pintu yang terbuka hanya sedikit seperti orang yang tengah mengintip.

Mendapatkan pertanyaan itu Louis langsung membuka lebar pintu dan berdiri tegak di sana.

"Tidak apa-apa Ayah. Aku juga akan mengerjakan tugas kuliahku yang sudah menumpuk. Aku ke kamar dulu, selamat malam Ayah!"

Louis segera kembali menutup pintu ruang kerja ayahnya. Dia menghela napasnya dan berjalan meninggalkan ruangan tersebut menuju kamarnya berada.

Di sana dia segera duduk di meja belajarnya, membuka laptop dan bukunya untuk mulai mengerjakan tugas.

Dia teringat belum mengabari Hannah saat melihat ponselnya itu terletak di samping buku-bukunya. Dia segera mengambil benda pipih itu dan mencari nama Hannah. Kemudian mengetikkan sesuatu di sana.

Louis : "Han, maaf aku belum mengabari mu.

Aku sudah ada di rumah sejak satu jam lalu. Selamat malam."

Louis mengirim pesan tersebut kepada Hannah. Dia kembali fokus untuk mengerjakan tugas kuliahnya itu yang memang entah kenapa terasa menumpuk tanpa habisnya itu. Sesaat perhatiannya teralihkan pada suara ponsel, suara yang menandakan jika ada pesan masuk.

Dia segera mengambil ponselnya dan melihat nama Hannah di layar ponselnya.

Hannah : "Oh syukurlah kalau begitu. Terimakasih sudah mengingatnya untuk mengabari ku. Selamat malam Louis. Hari ini aku sedang mengerjakan tugas kuliahku yang menumpuk." Louis tersenyum kecil membaca pesan balasan Hannah.

Louis : "Kalau begitu kita sama Han. Semangat. Aku lanjut tugas dulu ya!"

Louis mengirim balasan pesan untuk Hannah dan kembali fokus dengan tugas kuliahnya yang baru dia kerja sedikit itu.

Sesekali Louis menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tugas kuliah yang menumpuk itu membuat kepalanya terasa ingin pecah saja.

"Louis! Oh kau sedang belajar!" Louis yang tengah fokus itu melirik ke ambang pintu.

Ayahnya berdiri di sana, Louis tersenyum kecil kepadanya.

"Tugasku sangat banyak Ayah," ucap Louis membalas perkataan ayahnya. Lexis yang mendengar itu tersenyum, dia berjalan mendekati Louis dan mengusak rambut putra tunggalnya, menutup laptop beserta buku yang ada di hadapannya.

"Sekarang sudahi dan istirahat. Ini sudah terlalu larut untukmu mengerjakan tugas!" tegas Lexis yang langsung dituruti oleh Louis.