Saat hari menjelang sore, Louis dan Hannah memutuskan untuk pulang. Mereka berdua juga sudah terlihat baik-baik saja setelah ada sedikit cek-cok yang ditimbulkan oleh Alice yang bisa saja dia membongkar identitas aslinya sendiri, bukan hanya Louis.
Dapat dipastikan juka itu terjadi pasti banyak kekacauan di kita ini, bisa jadi kaum serigala dan manusia kembali bertarung seperti 12 tahun lalu.
Louis dan Hannah audah ada dalam mobil. Louis hendak mengantar Hannah pulang seperti biasanya.
Mereka masih banyak diam sambil sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Louis, apakah Alice menyukaimu?" Satu pertanyaan meluncur dari lisan Hannah yang berhasil membuat Louis menoleh kepadanya.
"Kenapa kau mengatakan itu Han, aku dan Alice hanyalah teman kecil yang sudah 12 tahun tidak bertemu, tidak kurang dan tidak lebih," ucap Louis meyakinkan Hannah jika memang Alice hanyalah sahabatnya dan tidak mungkin gadis itu menyukainya.
"Aku dapat melihatnya. Melihat Alice yang menyukainya, bagaimana dia menatapmu dan berbicara denganmu, aku mengetahuinya meski dia tidak mengatakan itu. Louis, aku-" Ucapannya terhenti oleh jemari Louis yang menutup mulut Hannah.
"Jangan katakan apa pun lagi Han. Dia tidak mungkin menyukaiku, meskipun itu iya. Kau sudah tahu apa jawabannya. Aku hanya mencintaimu Hannah, tidak dengan gadis lain," ucap Louis dengan yakin agar Hannah memercayai perkataannya itu.
Walaupun satu hal tentang dirinya yang sebenarnya adalah sesuatu yang paling mengusik dirinya dan hubungan dengan Hannah.
"Tapi, bagaimana jika Alice terus mendekatimu dan melakukan apa pun padamu untuk mendapatkan hatimu dia sangat cantik, dia juga memiliki sifat yang ceria dan menyenangkan. Apakah kau tidak akan jatuh hati padanya?" ucap Hannah lagi.
Louis menghela napasnya. Dia benar-benar bingung dengan ala yang harus dia katakan kepada Hannah jika situasinya seperti ini.
Bagaimanapun bagi nya Alice hanyalah teman kecilnya, tidak lebih maupun kurang. Dia masih terus menatap ke depan tanpa menatap Hannah di sampingnya.
"Tidak akan Hannah. Alice bagiku hanyalah sahabat kecilku, bagaimana bisa aku jatuh cinta padanya sedangkan aku sudah berkali-kali jatuh cinta padamu Han," ucap Louis dengan lembut.
Kalian ini dia melirik Hannah dan kembali melajukan mobilnya.
"Kau tidak sedang membual kan Louis?" ucap Hannah lagi. Dia merasa sangat takut setelah mendengar ucapan Alice yang seperti mengetahui segalanya, juga perkataannya sangat meyakinkan dari nadanya juga tegas.
Itu membuat Hannah ragu jika Louis tidak menyembunyikan apa pun padanya.
"Tentu saja tidak. Sejak kapan aku membual padamu Han. Aku mencintaimu seorang diri Hannah," ucap Louis lagi meyakinkan Hannah tentang perasaan cintanya kepada Hannah itu memang sangat tulus.
"Terimakasih. Aku harap demikian. Aku mencintaimu Louis, aku tidak ingin kehilangan dirimu," ucap Hannah dengan lirih.
Tepat sekali dengan Louis yang menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Hannah. Dia masih duduk di dalam sambil memandangi wajah Louis yang tersenyum padanya. Louis mendekatkan wajahnya pada Hannah dan mencium kening gadisnya itu dengan lembut.
"Jangan hiraukan apa pun yang mengganggu hubungan kuta Han. Aku mencintaimu. Sekarang masuklah ke dalam rumah, sampai jumpa besok," ucap Louis setelah menjauhkan dirinya dari Hannah.
"Terimakasih untuk hari ini. Aku ke dalam ya, kau hati-hati di jalan dan kabari aku jika kau sudah sampai," ucap Hannah sambil keluar dari mobil. Dia melambaikan tangannya tinggi-tinggi sebagai perpisahan mereka berdua.
Louis kembali ke jalanan membaur bersama para pengendara lainnya. Dia sekarang akan pulang dan beristirahat. Rasanya tubuhnya lelah sekali hari ini. Mengingat perkataan Alice beberapa jam lalu membuatnya ingin menghardik Alice dengan tegas.
Dia hanya tidak habis pikir dengan perkataan Alice demikian kepada Hannah.
Padahhal, Louis yakin sekali jika Alice baik-baik saja saat mengenal Hannah sebagai kekasihnya. Bahkan sesaat mereka berdua tampak akur dan menyenangkan. Lalu, kenapa harus demikian? Apakah yang Hannah katakan itu benar? Alice menyukai Louis?
"Tidak, tidak mungkin. Alice hanya teman kecilku, bagaimana bisa Hannah mengatakan itu astaga," gumam Louis yang mulai memikirkan semua itu.
Dia kembali diam dan terus fokus ke jalanan yang tetap ramai tapi tidak sampai terkena macet. Louis mulai memelankan laju mobilnya dan berhenti sejenak di depan gerbang putih yang tinggi dan indah itu. Setelah menekan klakson gerbang itu langsung dibuka oleh satpam yang selaku siaga di sana.
Louis segera masuk dan memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah.
Di sana juga ada satu mobil yang sangat dia kenali. Mobil ayahnya, pasti Lexis ada di dalam saat ini. Louis segera masuk yang langsung menampilkan pria dewasa yang selama 12 tahun ini membesarkannya sendirian hingga dia menjadi orang yang sukses dan dihormati banyak orang karena kesuksesannya.
"Kau sudah kembali rupanya, Louis." Lexis seperti biasa menyapa Louis yang baru masuk ke rumah. Tapi dia sama sekali tidak melirik Louis, dia masih terus menatap siaran televisi.
"Iya Ayah," jawab Louis sambil duduk di samping ayahnya.
"Bi, ambilkan aku segelas jus!" pinta Louis kepada pembantu rumah tangganya itu. Wanita yang selalu sibuk membersihkan rumah itu segera pergi ke dapur untuk memenuhi permintaan Louis.
Tidak lama kemudian dia kembali dengan namun di tangannya berisi segelas jus untuk Louis.
"Ini Tuan," ucapnya sambil berlalu kembali membawa nampannya setelah menaruh segelas jus itu di hadapan Louis.
Louis langsung meneguk habis jusnya. Dia melihat ayahnya sejenak yang masih asyik menonton televisi itu seakan tidak memiliki pekerjaan.
"Ayah, aku akan ke kamar dulu ya!" ucap Louis meminta ijin kepada ayahnya.
"Turunlah saat makan siang ya!" ucap Lexis yang tidak pernah lupa untuk mengingatkan Louis makan bersamanya atau memang karena dia tidak ingin makan sendirian.
"Baik Ayah!" jawab Louis sambil terus melangkah manaikk anak tangga menuju kamarnya berada.
Dia membuka pintu kamarnya dan segera masuk ke dalam sana.
Louis merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan tangan terlentang dan tas yang asal dia lempar itu tergeletak di atas lantai. Dia ingin tidur saat ini.
"Huh, kenapa perkataan Alice sangat mengusikku ya," gumam Louis yang bergerak gelisah di atas kasurnya. Dia terus berulang guling membuat kasurnya berderit karena pergerakannya.
"Ayolah aku ingin tidur," gumam Louis lagi. Sekarang dia tidur terlentang di atas kasurnya sambil menutupi kedua matanya dengan tangan kanannya.
Dia kembali mengingat 12 tahun lalu. Tahun yang sangat menyedihkan dan menghancurkan bangsa mereka.
Tidak terasa air matanya jatuh, Louis mengingat ibunya yang meninggal pada saat itu. Hatinya sangat perih saat lagi-lagi dia menyadari hubungannya yang tidak baik ini dengan manusia.
Tapi, bagaimana bisa Louis mengelak perasaan ini? Bagaimana bisa dia berpura-pura untuk tidak menyukai Hannah? Bagaimana bisa dia menolak perasaan yang entah datang sejak kapan? Semua orang tidak pernah tahu akan jatuh cinta pada siapa, tapi setiap orang dapat merasakan cinta itu dalam hati mereka untuk orang yang dia cintai.
"Ibu, maafkan aku," gumam Louis yang menyeka air matanya dan kembali memejamkan matanya bersiap untuk tidur.
Dia merasa sangat lelah hari ini, entah kenapa rasanya sangat lelah.
Perlahan Louis merasakan matanya yang mulai berat dan mengantuk, dia menguap berulang kali sampai akhirnya dia terlelap begitu saja setelah lelah bergelut dengan persoalan dirinya sendiri.