Malam itu menjadi awal pertemanan Louis dan Hannah. Keduanya saling tersenyum satu sama lain, meski Louis hanya tersenyum tipis, saking tipisnya senyuman itu hampir tidak dapat Hannah lihat.
"Bagaimana jika kita kembali ke perkemahan saja, aku tidak ingin semua orang mengira kita menghilang," ucap Louis mengajak Hannah untuk kembali ke perkemahan.
Mengingat ini juga sudah jam malam. Mereka tampak terlihat lelah juga dengan cuaca dingin seperti ini di tengah pepohonan yang menjulang tinggi.
Dia sudah merasa cukup untuk mengetahui keberadaan makan ibunya.
"Ayo! Aku juga merasa takut jika berlama-lama di dalam hutan seperti ini, malam pula," bakas Hannah menyetujui ajakan Louis.
Louis menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Hannah. Keduanya kini berjalan beriringan menyusuri jalan setapak yang beberapa saat lagi mereka lalui untuk tiba ke perkemahan sebelum semua orang mengetahui ketidakadaan mereka berdua.
Perjalanan mereka tidak membutuhkan banyak waktu, hanya kurang lebih 15 menit mereka tiba di perkemahan. Semua orang berada dalam tenda mereka masing-masing, mungkin semua orang saat ini sudah terlelap dalam tidurnya.
"Kalau begitu aku masuk dulu ya Louis, selamat malam," ucap Hanah mengakhiri pertemuan mereka berdua yang dibalas anggukan oleh Louis.
"Malam juga," balasnya. Dia masih berdiri di antara tenda-tenda melihat gadis itu masuk ke dalam tendanya.
Setelah puas berdiri di sana sambil menikmati semilir angin malam yang terasa dingin itu membelainya dengan lembut. Dia memutuskan untuk masuk ke tendanya. Di dalan sana, semua teman-teman satu tendanya sudah tertidur pulas. Dia menghela napasnya perlahan dan berbaring di antara mereka bersiap untuk pergi ke alam mimpinya.
Waktu terus berputar tanpa henti. Tanpa sadar pula sang mentari sudah menunjukkan dirinya dengan cahayanya yang terang benderang itu bersinar menyinari bumi dan menghangatkan setiap tubuh makhluk hidup yang kedinginan sepanjang malam.
Semua orang terbangun dari tidur mereka untuk melakukan aktifitasnya masing-masing. Seperti halnya seluruh maha siswa dan maha siswi di perkemahan. Pagi itu semuanya sudah bangun, melakukan aktifitas pertamanya dengan berolah raga bersama-sama yang dipimpin oleh dosen mereka sendiri.
Setelah melakukan olah raga semuanya mulai memasak bersama dan memakan makanan yang mereka masak. Kelompok Louis semuanya bekerja, hanya dia yang lebih banyak diam. Terlebih lagi memang tidak ada yang mengajaknya berbicara.
Setelah sarapan semuanya melakukan permainan. Namun, tidak untuk Louis. Dia memilih duduk di depan tendanya sambil melihat semua orang yang tengah asyik sendiri itu.
"Hai!" Louis mendingak melihat suara lembut yang menyapa pendengarannya.
"Hai," balas Louis kepada si penyapa. Dia Hanah, gadis itu menyapanya mungkin karena melihat dirinya yang hanya diam tidak berniat melakukan apa pun seperti orang lainnya.
"Tidak ingin bermain?" tanya Hanah kepada Louis yang hanya diam itu. Dia duduk di saamping Louis sambil memeluk kedua lututnya. Yang ditanya hanya diam saja, tapi Louis melirik Hanah yang duduk di sampingnya.
"Aku tidak suka," jawab Louis akhirnya menyatakan jika dirinya memaang tidak menyukai permainan tersebut. Hanah menganggukkan kepalanya, dia paham apa yang Louis katakan.
Akhirnya mereka berdua hanyut dalam percakapan mereka. Sepertinya juga ini adalah awal dari Louis memiliki teman setelah sekian lama dia tidak berteman dengan siapa pun. Bahkan, dia dapat tersenyum kepada Hanah yang tidak pernah dia tunjukkan kepada orang lain.
Hari itu berlalu begitu saja dengan berbagai aktifitas di perkemahan yang melelahkan sekaligus menyenangkan itu.
Saat hari menjelang sore, semua maha siswa dan maha siswi pergi meninggalkan lokasi perkemahan tersebut.
Tentunya mereka pulang dengan bus. Louis juga kali ini duduk bersama Hanah dan menghabiskan perjalanan mereka dengan obrolan ringan mereka berdua.
Hingga akhirnya bus itu pun berhenti setelah menempuh perjalanan panjang barusan. Seluruh maha siswa dan maha siswi di dalam sana langsung keluar memenuhi pintu bus tersebut. Dari sanalah mereka akan berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing. Louis dan Hannah pun saing berpamitan dan pulang ke rumah mereka masing-masing.
Setibanya di rumah, Louis langsung membuka pintu utama yang memperlihatkan ayahnya yang tengah duduk di sofa ruang tamu sambil membaca surat kabar atau koran itu.
"Kau sudah pulang rupanya," sapa Lexis kepada putranya itu yang sudah kembali.
"Bagaimana perkemahan mu Nak?" tanyanya lagi.
"Baik Ayah, aku lelah. Nanti saja ceritanya, aku ingin beritirahat," ucap Louis sambil berlalu begitu saja dari hadapan ayahnya.
"Baiklah-baiklah, nanti kita makan malam bersama oke?" ucap Louis sedikit mengangkat suaranya karena jarak di antaranya dan anaknya itu cukup jauh.
"Baik Ayah!" balas Louis tak kalah tinggi suaranya.
Dia segera membuka pintu kamarnya dan menutupnya.
Masuk lebih dalam, menaruh tasnya dengan sembarangan ke atas meja belajarnya. Dia merasa sangat lelah sekali, dia hanya merebahkan tubuhnya untuk istirahat sejenak.
"Aku sudah menemukan makam Ibu, jadi aku bisa mengunjungi sewaktu-waktu," gumamnya sambil menatapi atap kamarnya yang berwarna putih bersih itu.
"Sebentar lagi makan malam. Aku harus mandi, tubuhku sangat lengket," monolognya.
Dia langsung bangkit dari tempat tidurnya dan menjauh dari kasur tersebut, menanggalkan pakaiannya dan menaruhnya dalam keranjang baju kotor. Dia segera masuk ke kamar mandi untuj membersihkan tubuhnya di dalam sana.
Hanya membutuhkan kurang lebih 10 menit untuk mandi. Louis sidah keluar dari kamar mandi, dia segera mengenakan pakaian santai dan mengeringkan rambutnya.
Ini sudah jam makan malam bersama ayahnya. Dia bergegas keluar daei kamar, menuruni anak tangga karena memang kamarnya terletak di lantai dua, sedangkan ruangan makan ada di dekat dapur tepat di lantai utama.
Dia membuka pintu berwarna coklat kayu itu, memperlihatkan Lexis yang sedang menikmati makanannya sendirian di sana.
"Selamat malam Ayah," sapa Louis sambil duduk di kursi depan Lexis, dia mulai mengambil beberapa makanan dan mengisi piringnya tersebut.
"Maka yang banyak," ucap Lexis yang menambahkan makanan ke dalam pikring Louis, itu dikarenakan anaknya itu hanya mengambilnya sedikit.
"Ayah, aku bisaa menambahkannya lagi bukan?" ucap Louis sambil memutar bola mata malas. Sedangkan Lexis malah terkekeh swbagai balasan atas ucapannya barusan.
"Jadi, bagaimana kemahmu? Apa menyenangkan? Kau menemukan teman?" Sederetan pertanyaan diajukan Lekis kepada putranya itu.
"Kurang lebih begitu Ayah," balas Louis seadanya. Dia lebih sibuk mengunyah makanannya. Lexis tersenyum kecil mendengar jawaban singkat dari putranya itu.
"Aku harap demikian," ucap Lexis yang berhasil membuat Louis mengangkat wajahnya dan menatap ayahnya itu.
"Maksud Ayah?" tanya Louis yang memang kebingungan.
"Kau menikmati perkemahan mu dan mendapatkan teman. Ayah senang mendengarnya Nak," ucap Lexis sambil tersenyum lembut kepada putra kesayangannya itu.
Lexis tidak tahu bahwa putranya sengaja mengambil kesempatan agar bisa mencari makam ibunya.