Chereads / ALPHA RED GEM / Chapter 3 - HIDUP DENGAN MANUSIA

Chapter 3 - HIDUP DENGAN MANUSIA

12 Tahun berlalu....

Kini Louis sudah dewasa, ia tinggal di sebuah perumahan mewah di pusat kota.

Semua orang tidak ada yang curiga, anak lelaki manis itu tetap menjadi pendiam seperti biasanya bahkan sekarang setelah ia berumur 20 tahun.

Nama Lexis menjadi terkenal, ia membuka sebuah usaha sebagai pembuat anggur di kota itu. Mereka memiliki lahan ribuan hektar untuk ladang anggur nya, sebelum di olahraga menjadi wine yang juga sangat terkenal di sana.

"Louis!" panggil Lexis dari lantai satu, ia memanggil putranya untuk makan.

Louis turun menapaki anak tangga dan menghampiri sang Ayah.

"Bagaimana sekolah mu?" tanya Lexis pada putranya, memutuskan berbaur dengan manusia membuat Louis mengikuti semua sistem sosis yang dilakukan manusia juga.

Bahkan di bagian negara lain, keluarga Jhon, Edward dan yang lainnya sangat sukses di bidang pertanian dan mendirikan perusahaan juga.

Ilmu bertani mereka di gunung, benar-benar sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup nya, walau setelah 12 tahun berlalu kini kota itu sudah di penuhi ratusan gedung tinggi pencakar langit, kemajuan teknologi dan juga zaman memang sangat berpengaruh sekarang.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Lexis.

Louis mengangguk. "Kemarin guru mu dari sekolah bertanya pada Ayah, kalian akan mengadakan perkemahan di luar kota mengapa kamu tidak ikut?"

Baru saja Louis menyuapi satu sendok makanan ke mulutnya, ia langsung berhenti. "Aku tidak ingin ikut" jawabnya.

"Kenapa?"

Beberapa saat Louis terdiam, kemudian ucapan lirih terdengar dari mulut nya. "Mereka berkemah di Boundary line!" jawab Louis.

Mendengar itu Lexis menatap putranya, bagaimana pun ia tahu kesedihan Louis karena harus kehilangan ibunya di sana.

Ya dalam kata lain, Lexis sendiri sakit hati karena kehilangan sang istri.

"Louis, ini sudah 12 tahun dan Ayah tidak mau kamu terus hidup seperti ini kamu menutup diri dari orang lain, dan terus menempatkan diri dalam kesepian"

"Aku tidak ingin pergi karena mungkin akan menyakiti hati Ayah, begitu mendengar Boundary line karena itulah aku tidak memberitahu mu"

"Tidak, sungguh! Pergilah, itu hanya masa lalu kamu harus menghadapi nya"

Sebenarnya Louis memang ingin pergi ke Boundary line untuk tahu di mana makam ibunya, ini adalah kesempatan baginya.

Hari berangkat ke Boundary line pun tiba, Louis membawa semua perlengkapan mahal miliknya, bahkan barang-barang yang di kenakan nya sangat mewah dan bermerek.

Seorang supir yang di siapkan Lexis untuk sang putra sudah siap untuk mengantarkan nya ke kampus. Mereka semua berkumpul, begitu Louis keluar dari mobil mewah semua pandangan mahasiswa dan mahasiswi tertuju padanya.

Kulit putih bersih dan mata coklat Louis selalu jadi bahan pembicaraan karena sangat istimewa dan terlihat indah.

"Lihat, anak tunggal kaya raya baru saja tiba" ucap Sean, pada seorang teman di samping nya.

"Bukankah kita terlalu tidak beruntung jika di sandingkan dengan Louis?" tanya Jonas balik pada Sean.

"Tetapi dia tidak punya teman, sedangkan kamu punya aku" Sean menggoda teman sebaya nya itu dengan tingkah konyol.

Melihat tingkah Sean yang absurd membuat Jonas menggelengkan kepalanya.

Hari ini seluruh mahasiswa dan mahasiswi akan berangkat menggunakan bus. Louis rupanya menginginkan kursi sendirian, tetapi sebelum mobil berangkat seorang mahasiswi baru saja datang hampir terlambat, karena hanya ada satu sisa kurai, mau tidak mau ia akan duduk di samping Louis.

Anak lelaki itu tidak mempedulikan nya sama sekali, ia memasang headphone nya dan menyalakan sebuah musik, bus pun berangkat.

Tidak ada percakapan antara gadis itu dan Louis, sampai mereka tiba di Boundary line.

Lupis turun dari bus, biar menghirup udara sejuk telat di pintu masuk perkemahan itu. "Wangi yang tetap sama!" lirih nya sembari memejamkan mata.

"Apa kamu pernah ke sini sebelum nya?" tanya gadis yang tadi duduk di sebelah nya.

Namun Louis tidak menjawab dan dia hanya melanjutkan langkah kakinya.

Malam pertama tiba, guru pendamping mereka mengeluarkan banyak daging sapi kualitas tinggi. "Anak-anak hari ini kita akan makan daging barbeque, ini adalah daging pemberian Ayah Louis, ucapkan terimakasih padanya.

Semua anak bersorak ramai, rupanya bukan hanya dari Universitas nya saja yang datang ke perkemahan itu, tetapi dari luar kota juga.

Louis tidak bereaksi, ia hanya diam dan tetap menggunakan headphone nya.

Malam hari tiba, ia keluar dari tenda dan berniat mencari letak makan ibunya sesuai tujuan nya. Namun di tengah perjalanan ia hampir bertabrakan dengan seorang gadis yang tadi dengannya.

"Heh, kenapa kamu di sini?" tanya gadis itu.

"Kamu sendiri sedang apa di sini?" Louis menjawab untuk pertama kalinya.

"Ah, jangan laporkan aku, aku juga tidak akan melaporkan mu"

Louis berpikir itu sesuatu yang adil. Ia kemudian meninggalkan lagi gadis itu. Gadis itu mengikuti langkah nya.

"Jangan ikuti aku, kembali ke perkemahan" titah Louis yang tidak nyaman.

"Aku tidak tahu jalan, karena itulah aku tersesat"

Mereka saling menatap kemudian. "Aku dengar di sini banyak anjing liar, jadi aku takut sendirian" lanjutnya.

Sebuah suara terdengar dari semak belukar, membuatnya melompat ke pelukan Louis dengan tidak sengaja.

Seekor anjing luar keluar dari sana, matanya hitam bahkan bertaring. Namun ia tidak melakukan apapun selain terdengar deruan nafasnya. Matanya menatap tajam pada mata coklat milik Louis, kemudian anjing itu pergi begitu saja.

"Lepaskan pelukan ini, anjingnya sudah pergi" ucap Louis.

Gadis itu kemudian membuka matanya, dan melihat ke sekitar. Benar saja anjing itu sudah pergi.

"Ah, aku kira anjing nya galak"

"Lain kali dia mungkin akan memakan mu" jawab Louis.

Gadis itu mengernyit kan dahinya. "Kemana kamu ingin pergi sekarang, ayo kita pulang"

Louis mematung. "Aku akan pergi sebentar mencari sesuatu" jawabnya.

"Ah, apakah kamu juga penasaran tentang tumpukan batu yang tidak bisa di pindahkan itu?"

Mendengar ucapan gadis itu Louis langsung menatapnya. "Tumpukan batu?"

Gadis itu mengangguk. "Aku dengar, ada makam seorang ratu yang pernah tinggal di Boundary line ini, tetapi itu sudah ada di sini ratusan tahun mengingat bongkahan nya tidak bisa di pindahkan saat lahan perkemahan ini di buat"

"Benarkah? dimana itu, apakah kamu tahu?" Louis sangat antusias, ia rasa itu adalah makam ibunya.

Akhirnya sang gadis memimpin jalan ke sana, ia sering tersesat di Boundary line, tetapi hapal tumpukan batu itu karena ia jadikan sebagai patokan ketika tersesat.

Mereka tiba di sana, Louis langsung menatap

tumpukan batu itu. Satu tangannya menyentuh batu, dan ia bisa menggenggam nya sembari hampir menangis.

Namun Louis menyadari ada orang lain di dekatnya, ia pun duduk di samping batu itu. "Apakah kamu sudah pernah kemari, kamu rupanya tahu tumpukan batu ini" tanya Louis ia ingin berterima kasih pada gadis itu, namun ia tak ingin bicara terus terang, jadi ia mencairkan suasana.

Gadis itu pun duduk di sebelah Louis, "Ya aku sering naik ke sini, dulu kata Ayahku, aku sering bermain di kaki gunung jauh sebelum perkemahan ini di bangun, jadi aku ingin kemari untuk mengingat masa kecilku bersama ibuku, tetapi dia meninggal saat aku berusia 7 tahun"

Mendengar itu Louis merasa sang gadis memiliki kesamaan dengannya yaitu tak memiliki ibu. "Jadi, apakah dulu kamu tinggal di sini?" Louis berpikir gadis itu adalah Serigala juga, karena ia tak memiliki rasa takut di dalam hutan.

"Tidak, aku tinggal di kaki gunung, tapi kami pindah setelah terjadi banjir besar. siapa namamu? aku bahkan belum bertanya karena kamu sangat pendiam saat di bus"

Gadis itu menyodorkan tangannya. Dan Louis menyambut nya, "Namaku Louis, terimakasih untuk hari ini! siapa namamu?"

"Namaku, Hanah! panggil saja aku Hanah! " gadis itu tersenyum sembari mengulang namanya.