"Randi," lirih Laras. Seketika, air matanya luruh. Badannya yang semula sudah lemas, semakin lemas saja sampai-sampai ia harus berpegangan pada lengan Nindy agar tidak terduduk di atas tanah.
Sementara Randi, napasnya tertahan. Tubuhnya membeku bak patung tak bernyawa saat mendapati seseorang yang selalu ada di pikirannya belakangan ini. Laras datang, dengan raut wajah yang terlihat begitu sendu. Matanya yang selalu memancarkan kebahagiaan kini berubah sendu, seakan semua kebahagiaan telah lenyap dari sana. Hanya ada air mata tanpa suara, bukan lagi tawa yang keras.
Randi jelas merindukan Laras. Ia ingin memeluk tubuh kurus itu. Mendekapnya dengan hangat dan erat hanya untuk menghapus rindu yang menggunung di dada. Tapi, sekarang bukan waktu yang tepat untuk dirinya melepas rindu dengan Laras. Ada hal besar yang harus ia lakukan.
Menutupi fakta bahwa Laras telah mengandung darah dagingnya.